Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi sekolah (pexels.com/@didsss)
ilustrasi sekolah (pexels.com/@didsss)

Gianyar, IDN Times - Siswa kelas 3 sekolah menengah atas (SMA) di Kabupaten Gianyar, Ayu Amanda, merasa dirinya sebagai angkatan percobaan terhadap sistem pendidikan di Indonesia.

“Jujur aja, rasanya kayak kita itu sebagai angkatan percobaan yang terus-menerus dihadapkan sama perubahan kebijakan tanpa persiapan yang matang,” ujar Amanda kepada IDN Times, Sabtu (19/7/2025).

Sebagai pelajar, Ia dan teman-temannya telah menyesuaikan diri dengan Kurikulum Merdeka. Kurikulum Merdeka memberikan kebebasan pada siswa untuk memilih mata pelajaran sesuai minat. Menurut Amanda, pemerintah tidak perlu gonta-ganti kurikulum. Kurikulum yang ada sekarang butuh perbaikan agar semakin adaptif terhadap perkembangan zaman. Karena siswa seperti dirinya dan teman-teman merasa kesulitan untuk terus menyesuaikan diri setiap kali kurikulum berganti.

1. Memberi kebebasan, tapi implementasi belum matang

ilustrasi pusing belajar (pexels.com/Andrea Piacquadio)

Amanda memberikan apresiasi terhadap prinsip Kurikulum Merdeka yang membebaskan siswa mengeksplorasikan minat masing-masing. Eksplorasi ini melalui proyek pembelajaran berbasis praktik. Meskipun proyek pembelajaran itu seru, tapi Amanda merasa fasilitas untuk melaksanakan proyek pembelajaran kurang suportif. 

Selain fasilitas, Amanda menceritakan sebagian teman-temannya merasa kebingungan dalam mengatur pembelajaran mandiri. Menurutnya, meski ada kebebasan, tapi panduan pembelajaran semestinya tersedia dalam berbagai bentuk dan platform.

“Selain itu, karena penilaiannya lebih fleksibel, kadang aku dan teman-teman kurang terbiasa dengan sistem evaluasi yang lebih ketat seperti saat menghadapi ujian akhir,” kata dia.

Menurutnya, guru juga wajib mendapat pelatihan intensif agar Kurikulum Merdeka terlaksana secara efektif di seluruh sekolah. Amanda kini dudu di bangku SMA XII F2.4, mengambil Paket 2 di sekolahnya. Paket ini meliputi mata pelajaran peminatan Biologi, Kimia, Informatika, dan Matematika Lanjut. Selama menjalani pembelajaran di kelas, Amanda bersyukur sekolahnya telah memiliki laboratorium untuk peminatan yang Ia pilih, seperti Kimia dan Biologi. Namun, ada beberapa perangkat laboratorium yang belum lengkap. Sebagian lagi dalam kondisi rusak.

2. Belajar mandiri, siswa harus lebih aktif

ilustrasi belajar di kelas (unsplash.com/Scott Graham)

Sementara, siswa SMA lainnya di Gianyar, Komang Ratri, mengamati kurikulum di Indonesia kerap berganti setiap adanya periode pemerintahan baru. Kini Ratri menginjak kelas 2 SMA Fase F, mengambil Paket 5 yang dominan jurusan IPS. Ratri memilih beberapa mata pelajaran seperti ekonomi, Bahasa Inggris tingkat lanjut, informatika, dan sosiologi. Selama belajar dengan Kurikulum Merdeka, awalnya Ratri merasa kesulitan karena siswa harus mandiri belajar atas yang mereka pilih.

Meskipun kesulitan, Ratri mengaku tetap mendapatkan bimbingan dari guru di sekolah. Kurikulum Merdeka tidak memiliki penjurusan IPA, IPS, dan Bahasa. Kurikulum ini membagi minat siswa dalam Fase E yaitu belum penjurusan, dan Fase F mulai penjurusan mata pelajaran. Pada fase F ini, siswa harus memilih paket yang dirasa sesuai dengan minat.

“Jadi kita itu milih paket yang memang mapelnya sesuai yang kita minati dan cocok untuk jurusan kuliah mendatang,” jelas Ratri kepada IDN Times, Sabtu (19/7/2025).

Ratri merasa cocok dengan adanya sistem Kurikulum Merdeka karena Ia dapat berekspresi dengan metode pembelajaran sesuai minatnya. Sehingga, bagi Ratri, proses pembelajaran jadi lebih menyenangkan dan membaur dengan teman-teman.

Ratri mengaku kesulitan, dan butuh beradaptasi setiap sistem pembelajaran di sekolah terus berubah. Apalagi soal rencana peralihan jurusan kembali ke IPA, IPS, dan Bahasa. Sebab angkatannya yang merasakan perubahan kurikulum secara cepat, dari Kurikulum 13 ke Kurikulum Merdeka.

3. Berharap kurikulum mengedepankan kebutuhan siswa

ilustrasi belajar di alam (unsplash.com/The Tampa Bay Estuary Program)

Saat membicarakan harapan terhadap pendidikan dan kurikulum di Indonesia, Amanda berharap agar kurikulum di Indonesia lebih adaptif dan relevan dengan kebutuhan zaman. Kurikulum yang ada lebih memperhatikan siswa dengan menyeimbangkan antara teori dengan praktik.

“Selain itu, semoga secepatnya ada pemerataan fasilitas agar semua siswa, baik di kota maupun desa, mendapat kesempatan belajar yang sama serta optimal,” ucap Amanda.

Baginya, dunia pendidikan di Indonesia dapat mencetak generasi yang tak hanya pintar secara akademis, tetapi juga siap menghadapi tantangan masa depan secara mental. 

Sementara, Ratri berkata agar Pemerintah Indonesia fokus mengembangkan pendidikan Indonesia dengan meningkatkan kualitas kurikulum. Kurikulum harus relevan dan adaptif terhadap kebutuhan masa depan pelajar di Indonesia. Ratri meminta agar pemerintah memperhatikan lingkungan belajar yang aman dan inspiratif untuk mengembangkan potensi siswa. 

Editorial Team