Pemerintah Bali Melupakan Kemasan Kecil dan Sachet Minuman Berperisa

Denpasar, IDN Times - Koordinator Program Sensus Sampah Plastik BRUIN, Muhamad Kholid Basyaiban, mempertanyakan keefektifan Surat Edaran Gubernur Bali Nomor 9 Tahun yang dianggap sama sekali tidak melarang produksi dan distribusi kemasan sachet. Dia mengaku heran pelarangan malah menyasar kemasan air yang sudah jelas memiliki ekonomi dan mudah didaur ulang.
Kholid berpendapat, barang buangan sachet merupakan kategori limbah beresidu yang sangat sulit didaur ulang. Data brand audit BRUIN pada April 2024 lalu menemukan bahwa sampah dari kemasan sachet di Bali itu sangat dominan, di samping limbah unbranded seperti kresek dan styrofoam.
"Kalau ngomongin sachet, waktu kami melakukan brand audit sampah di Bali itu juga dominan. Sampah-sampah ini gak bisa didaur ulang juga. Mereka ini sampah-sampah residu," tegasnya.
1. Permasalahan sampah di Bali didominsi sampah sachet
Menurut Kholid, kebijakan Gubernur Bali akan membuat meroketnya pembelian minuman manis dalam botol maupun kemasan sachet. Hal ini malah akan meningkatkan jumlah sampah plastik. Apalagi sachet termasuk jenis plastik yang banyak ditemukan di Bali dan tidak bisa dikelola, karena tidak memiliki nilai ekonomis yang tinggi.
Data audit sampah yang dilakukan Sungai Watch 2025 membuktikan bahwa 5,5 persen di Bali adalah plastik sachet. Data sensus Badan Riset Urusan Sungai Nusantara (BRUIN) juga mendapati bahwa sachet mendominasi total 25.733 sampah plastik yang dikumpulkan.