Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Foto ilustrasi disabilitas. (IDN Times/Irma Yudistirani)
Ilustrasi difabel. (IDN Times/Irma Yudistirani)

Intinya sih...

  • Penyandang difabel di Bali mengadvokasi kebijakan penyelenggaraan bencana inklusif

  • Mereka memperjuangkan adanya dokumen kebijakan Jaminan Kesehatan Khusus dan Alat Bantu Adaptif hingga kebijakan penyelenggaraan penanggulangan bencana inklusif

  • Naskah akademik hak-hak penyandang difabel telah diserahkan kepada Gubernur Bali untuk menjadi payung hukum yang kuat

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Denpasar, IDN Times - Penyandang difabel hingga lembaga swadaya masyarakat (LSM) di Bali secara konsisten memperjuangkan hak-hak mereka di Bali. Mereka berinisiatif menguatkan legalitas pemenuhan hak penyandang difabel melalui usulan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Disabilitas di Bali.

Sebelumnya, Yayasan Puspadi Bali bersama sejumlah Organisasi Penyandang Disabilitas (OPDis) dan perwakilan difabel menggelar audiensi dengan Gubernur Bali, I Wayan Koster. 

Audiensi itu bertujuan mengadvokasi kebijakan untuk memastikan perlindungan dan pemenuhan hak-hak difabel yang lebih komprehensif, terutama dalam menghadapi risiko kebencanaan dan tantangan di dunia kerja. Apa saja advokasi penyandang difabel di Bali? Berikut informasi selengkapnya.

Advokasi penyelenggaraan bencana inklusif bagi difabel

Ilustrasi banjir (IDN Times/Arief Rachman)

Puspadi Bali, OPDis, dan difabel membawa Inisiatif utama tentang kebijakan penyelenggaraan penanggulangan bencana inklusif bagi penyandang difabel. Direktur Puspadi Bali, Putu Juliani, memaparkan bahwa pihaknya bersama sejumlah pihak telah menyusun beberapa dokumen kebijakan yang berkaitan dengan pemenuhan hak-hak difabel. Kami memperjuangkan adanya dokumen kebijakan Jaminan Kesehatan Khusus dan Alat Bantu Adaptif hingga kebijakan penyelenggaraan penanggulangan bencana inklusif,” ujar Putu Juliani.

Melalui audiensi itu, Juliani mendorong Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali untuk segera membentuk atau sinkronisasi produk hukum mengenai Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana Inklusif bagi Penyandang Disabilitas. Tingginya potensi bencana di Bali, mereka mendesak terbitnya regulasi ini untuk menjamin keselamatan dan akses setara bagi kelompok rentan dalam setiap siklus penanggulangan bencana. 

Ranperda baru diharapkan mampu menjadi payung hukum inklusif bagi difabel

Yayasan Puspadi Bali bersama sejumlah Organisasi Penyandang Disabilitas (OPDis) dan perwakilan difabel menggelar audiensi dengan Gubernur Bali, I Wayan Koster. (Dok. Istimewa/IDN Times)

Naskah akademik hak-hak penyandang difabel ini seiring dengan proses penyusunan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Bali tentang Penyandang Disabilitas yang akan menggantikan Perda Nomor 9 Tahun 2015. Koalisi masyarakat yang peduli penyandang disabilitas berharap agar Ranperda baru ini dapat menjadi payung hukum yang kuat.

Program Manager Puspadi Bali, Made Gunung, berharap agar Perda ini dapat mengakomodasi berbagai kebijakan inklusif yang menjamin pemenuhan dan perlindungan hak difabel. “Harapannya Perda sane (yang) dibahas puniki prasida (ini bisa) mengakomodir kebijakan inklusif, seperti halnya yang telah diinisiasi Puspadi seperti Jamkesus dan Alat Bantu Adaptif bagi Penyandang Disabilitas,” tutur Gunung. 

Naskah Akademik dan Rancangan Peraturan tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana Inklusif bagi Penyandang Disabilitas telah diserahkan kepada Koster pada 10 November 2025 lalu. Tujuannya penyerahan dokumen tersebut untuk menguatkan produk hukum yang diinisiasi. Juliani mengungkapkan, penyusunan produk hukum yang diserahkan menggandeng tim ahli yang terdiri dari para akademisi dan aktivis hak asasi manusia, yakni I Kadek Sudiarsana, S.H., M.H., Ni Made Jaya Senastri, S.H., M.H., dan Ni Putu Candra Dewi, S.H., M.A.

Kebutuhan Panti Bina Laras untuk difabel mental hingga iklim kerja setara

Ilustrasi difabel bisa berbaur dengan orang lain(pexels.com/Kampus Production)

Sementara itu, Ketua Tim Ahli, I Kadek Sudiarsana, menegaskan bahwa advokasi ini merupakan bentuk nyata perjuangan untuk memperkuat legislasi dalam pemenuhan dan perlindungan hak penyandang difabel. "Produk hukum yang telah diinisiasi Puspadi Bali bersama komunitas penyandang disabilitas adalah bentuk advokasi riil untuk memperjuangkan hak-hak fundamental," ujar Sudiarsana.

Melalui usulan dalam proses pembahasan Perda Disabilitas, agar meramu berbagai inisiatif. Tujuannya agar Bali memiliki produk hukum yang komprehensif, saling memperkuat, dan tidak tumpang tindih. Sudiarsana berkata, “Sehingga benar-benar efektif melindungi penyandang disabilitas.” 

Penyandang difabel juga mengharapkan adanya Panti Bina Laras yang representatif dan dikelola secara profesional, khusus bagi penyandang difabel mental. Ketua Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia (HWDI) Provinsi Bali adalah Ni Ketut Leni Astiti juga menyoroti isu ketenagakerjaan bagi difabel di Bali. “Harapannya agar tercipta iklim kerja yang lebih suportif, sehingga penyandang disabilitas memiliki kesempatan kerja yang setara dan mampu bersaing secara adil dalam bursa kerja di Bali,” tutur Leni.

Editorial Team