Ogoh-ogoh Sekar Layu Karya ST Pusadha di Tabanan

Intinya sih...
- Ogoh-ogoh Sekar Layu terinspirasi dari kisah nyata cinta Diah Juwita yang menikah tanpa restu orangtua, ingin menyampaikan pesan bahwa restu orangtua dalam pernikahan tetap penting.
- Proses pembuatan ogoh-ogoh dimulai sejak November 2024 dan selesai pada 23 Maret 2025, menggunakan bahan ramah lingkungan tanpa sterofoam dengan biaya sekitar Rp25 juta.
- Kisah ogoh-ogoh mengangkat tokoh utama Diah Juwita, putri tabib terkenal yang pandai dalam pengobatan dan kesusastraan, serta peristiwa penjemputan paksa oleh dua murid ayahnya.
Tabanan, IDNTimes - Ogoh-ogoh menjadi budaya yang tidak lepas dari hari raya Nyepi. Masing-masing banjar di Bali, setiap tahunnya selalu memikirkan konsep dalam hal pembuatan ogoh-ogoh. Salah satunya Sekar Teruna (ST) Pusadha di Banjar Bandung, Desa Pandak Bandung, Kecamatan Kediri, Tabanan.
Pada Nyepi tahun ini, ST Pusadha menciptakan sebuah karya ogoh-ogoh bertema Sekar Layu. Karya ini terinspirasi dari kisah nyata yang ada di Desa Pandak Bandung, yakni kisah cinta seorang anak perempuan bernama Diah Juwita yang menikah tanpa restu orangtua.
1. Penggagas ogoh-ogoh Sekar Layu ingin menyampaikan pesan lewat ogoh-ogoh
Tokoh masyarakat sekaligus penggagas ogoh-ogoh Sekar Layu, Anak Agung Bagus Putra Ambara, mengatakan ogoh-ogoh ini dibuat tidak hanya menjadi bagian dari tradisi perayaan Nyepi, tetapi juga memiliki makna mendalam yang ingin disampaikan kepada masyarakat.
"Lewat ogoh-ogoh ini, kami ingin menyampaikan bahwa saat ini bukan lagi zamannya perjodohan yang memaksakan kehendak anak. Di sisi lain, sebagai anak, kita tetap harus meminta restu orang tua sebelum menikah," ujarnya, Jumat (28/3/2025).
2. Sekar Ayu menceritakan kisah perempuan cantik bernama Diah Juwita
Ogoh-ogoh Sekar Layu mengangkat kisah dengan tokoh utamanya seorang perempuan bernama Diah Juwita. "Diah Juwita ini putri seorang tabib terkenal bernama Jro Dukuh, yang memiliki keahlian tinggi dalam bidang pengobatan," kata Putra Ambara.
Tidak hanya rupawan, Diah Juwita juga pandai dalam kesusastraan dan ilmu pengobatan. Sejak kecil, ia sudah membantu ayahnya dalam meracik obat dan mengobati orang-orang yang datang berobat.
Diceritakan pula jika Jro Dukuh, ayah Diah Juwita, memiliki dua murid sakti bernama Kaki Sapuh dan I Kuel. Kaki Sapuh dikenal sakti, berwibawa, pendiam, dan galak. Ia memiliki kemampuan untuk mengubah dirinya menjadi burung garuda emas.
Sementara I Kuel terkenal usil, namun kesaktiannya juga luar biasa. Ia mampu mengubah dirinya menjadi binatang apapun sesuai kehendaknya.
3. Diah Juwita menikah tanpa restu orangtua
Suatu hari, datang seorang utusan dari seorang penguasa ke rumah Jro Dukuh untuk meminta pengobatan. Jro Dukuh pun mengutus Diah Juwita untuk pergi mengobati penguasa tersebut.
Setibanya di tempat sang penguasa, Diah Juwita mengobati penyakitnya hingga sembuh. Dalam proses pengobatan, Diah Juwita bertemu dengan anak penguasa yang kemudian menumbuhkan benih-benih cinta di antara mereka.
Dikarenakan rasa cinta yang kuat, Diah Juwita akhirnya menikah dengan anak sang penguasa, tanpa meminta restu ayahnya. Padahal sebelumnya ia telah berjanji untuk tetap tinggal di rumah dan membantu ayahnya mengobati orang-orang.
Saat kabar pernikahan ini sampai ke telinga Jro Dukuh, ia merasa sangat marah. Dalam amarahnya, Jro Dukuh mengutus dua muridnya, Kaki Sapuh dan I Kuel, untuk menjemput paksa Diah Juwita.
4. Adegan penjemputan Diah Juwita menjadi inti dari ogoh-ogoh Sekar Layu
Adegan penjemputan paksa Diah Juwita menjadi inti dari ogoh-ogoh Sekar Layu. Kaki Sapuh berubah menjadi burung garuda emas dan terbang menuju tempat tinggal Diah Juwita. I Kuel menjelma menjadi kumbang dan ikut serta dalam perjalanan tersebut.
“Penjemputan inilah yang kami gambarkan dalam ogoh-ogoh. Kaki Sapuh berubah menjadi garuda emas yang berada diatas Diah Juwita dan I Kuel menjadi Kumbang yang berada di bawah,” jelas Putra Ambara.
Dalam kisahnya Diah Juwita akhirnya kembali ke rumah ayahnya, namun ia memilih untuk tidak menikah lagi hingga akhir hayatnya.
Dengan filosofi tersebut, ST Pusadha ingin mengedukasi masyarakat bahwa restu orangtua tetap memiliki nilai yang tidak bisa diabaikan dalam sebuah pernikahan, tanpa harus menghilangkan hak seseorang dalam menentukan pasangan hidupnya.
5. Ogoh-ogoh dibuat 100 persen dari bahan ramah lingkungan
Pembuatan ogoh-ogoh "Sekar Layu" dimulai sejak November 2024 dan selesai pada 23 Maret 2025 atau H-5 sebelum hari Pengerupukan, yang jatuh pada 28 Maret 2025. Ketua ST Pusadha, Leo Pranata, menambahkan bahwa ogoh-ogoh ini dibuat 100 persen menggunakan bahan ramah lingkungan. Rangka dasar dibuat dari besi dan bambu, sementara kertas koran digunakan untuk membentuk tubuh.
Pihak ST Pusadha sama sekali tidak menggunakan sterofoam. Hiasannya pun menggunakan bahan alami seperti daun nangka dan daun pisang. Dari segi biaya, pembuatan ogoh-ogoh ini menghabiskan dana sekitar Rp25 juta.