Ia menambahkan, obral remisi semacam ini bisa mengurangi prinsip keadilan itu sendiri, yang juga membuat tidak adanya kepastian hukum. Pasalnya, Presiden setiap saat bisa menggunakan kewenangan mengubah jenis hukuman dan mengurangi hukuman seseorang.
"Menurut Undang-undang Nomor 22 Tahun 2002 dan perubahannya Undang-undang Nomor 5 Tahun 2010 memberikan kewenangan bagi Presiden, namun seharusnya sejak Kementerian Hukum Dan HAM RI memberikan catatan atas kasusnya juga penting bagi tim ahli Hukum Presiden melakukan koreksi sebelum pemberian remisi itu," katanya.
Terakhir, ia mengatakan, demi aspek keadilan dan azas kemanfaatan, maka remisi tersebut masih memungkinkan untuk dicabut dan dianulir. Syaratnya, harus ada good will dari eksekutif selaku pihak yang mengeluarkan diskresi atau keputusan.