Desain final Istana Garuda dipresentasikan seniman asal Bali, Nyoman Nuarta dihadapan Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka Jakarta Senin (3/1/2022) (Dok.IDNTimes/Istimewa)
Rancangan ini menuai kritikan, karena istana kepresidenan di IKN baru tersebut dinilai mengabaikan unsur-unsur ekologis yang lekat dengan Pulau Kalimantan. Kata Nuarta, lokasi pembangunannya itu berada di area kosong.
“Itu bekas hutan industri yang sudah tidaak ada pohon besarnya. Semuanya semak belukar dengan kontur tanah berbukit dan berlembah,” katanya.
Ia melanjutkan, dengan pendirian IKN, kawasan itu akan dihutankan kembali. Basic design Istana Garuda mempertimbangkan unsur-unsur ekologis yang hemat energi. Bilah-bilah tembaga yang disusun secara vertikal di bagian luar gedung istana akan menjadi sun louvre, yang menghalangi sinar matahari menerobos langsung ke dalam gedung. Desain ini diklaim akan menghemat penggunaan energi listrik, terutama untuk menyalakan air conditioner (AC).
"AC bisa dimatikan, karena ruangan akan tetap terasa sejuk,” jelas Nuarta.
Penggunaan logam seperti tembaga sebagai kulit luar gedung, sepintas memberi kesan keras dan kaku. Namun berdasarkan pengalaman dan pengetahuan Nuarta, tembaga memiliki sifat yang lentur, mudah dibentuk, tidak korosif, dan konduktor yang baik untuk aliran listrik dari petir.
Dari sisi pemeliharaan, tembaga juga sangat mudah dirawat. Pemanfaatannya sebagai kulit gedung, kata Nuarta, akan diperlakukan sama seperti kulit patung. Perpaduan dengan unsur seperti patina, membuat tembaga mengalami oksidasi dan berubah warna menjadi hijau tosca.
“Jadi dari sisi perawatan akan sangat mudah dan efisien dalam biaya,” ungkapnya.