Nusa Penida Butuh Transportasi yang Bawa Sampah Keluar dari Pulau Ini

Denpasar, IDN Times - Apakah kamu suka pergi ke pantai, lalu menemukan sampah plastik di lautan? Kondisi tersebut sangat mudah dijumpai, bahkan di Pulau Bali sendiri. Pada bulan tertentu, berton-ton sampah musiman ini menghiasi pantai-pantai di Bali, terutama pantai ikonik Kuta. Pun, Tim IDN Times juga pernah melihat seekor Penyu Hijau-barang bukti tindak pidana yang dititiprawatkan di lembaga konservasi-mengeluarkan kotoran berupa sampah plastik.
Direktur Eksekutif Coral Triangle Center, Rili Djohani, mengatakan permasalahan sampah plastik di pulau-pulau kecil di Indonesia sangat tinggi. Solusi penanganan sampah sampai saat ini berada di tangan komunitas. Hasil studi kasus ini menunjukkan bagaimana inisiatif lokal dapat mendorong perubahan yang berarti. Misalnya program pengelolaan sampah di kawasan konservasi laut Indonesia, dan model ekonomi sirkular di masyarakat pesisir.
"Pemuda awalnya tidak peduli. Itu bukan sampah kita, mereka merasa 'kenapa kami harus peduli?' Kami melihat peran perempuan sangat penting. Biasanya peran perempuan juga leader terutama di Nusa Penida, dan Pulau Atauro di Timor Leste. Ibu-ibu saling membagikan pengetahuan," terangnya.
1. Bali juga memiliki kawasan konservasi terumbu karang di tiga pulau

Contoh sederhana di Nusa Penida Marine Protected Area (The Nusa Penida MPA) atau Kawasan Konservasi Perairan Nusa Penida yang memiliki luas sekitar 20.057 hektare terdiri dari tiga pulau: Nusa Penida, Nusa Ceningan, dan Nusa Lembongan. Kawasan ini memiliki ekosistem beragam, mulai dari 298 spesies karang dan 576 spesies ikan karang. Kawasan ini juga merupakan rumah bagi fauna laut yang beragam, termasuk Ikan Mola-Mola dan Pari Manta.
Kawasan ini setiap tahunnya dikunjungi sekitar 300 ribu pengunjung dan dihuni sekitar 47,7 ratus jiwa yang bermata pencahariaan sebagai nelayan, budidaya rumput laut, dan wisata bahari.
Menurut Direktur Eksekutif Coral Triangle Center (CTC), Rili Djohani, penanganan sampah laut di kawasan The Nusa Penida MPA juga memerlukan perhatian khusus, terutama fasilitas transportasi yang membawa sampah keluar dari wilayah tersebut. Pihaknya mengaku sering melihat dampak sampah plastik di atas terumbu karang. Kondisi yang diakuinya cukup parah dan memerlukan solusi untuk menyelesaikannya adalah pengambilan sampah, hingga transportasinya ke pengelola sampah. Keseriusan pengelolaan kawasan ini, ia yakini akan semakin mempercantik kesan pariwisata Bali itu sendiri.
"Yang penting misalnya bagaimana kebijakan tingkat desa, banjar, sekolah, masyarakat, semuanya. Saya pikir bisa kita membuat Bali Plastic Free. Kira-kira dalam lima tahun kita bisa mencapai itu," katanya.
2. Ancaman terumbu karang oleh sampah laut yang belum terselesaikan
Direktur Eksekutif CTI-CFF, Frank Keith Griffin, mengatakan negara yang tergabung dalam CTI-CFF memiliki peran besar dalam mengidentifikasi penyebab utama polusi plastik laut dan mengeksplorasi kerja sama regional. Permasalahan yang dihadapi banyak pulau-pulau kecil dan komunitas pesisir. Hasil penelitian WWF dan CTI-CFF menunjukkan pengelolaan sampah yang buruk, infrastruktur yang tidak memadai, kerangka kebijakan yang lemah, dan model produksi yang tidak berkelanjutan berkontribusi dalam krisis ini.
"Transisi dari ekonomi linear ke ekonomi sirkular dapat mencegah antara 2,2 hingg 5,9 jut ton plastik masuk ke laut setiap tahunnya hanya adri negara-negara Segitiga Terumbu Karang," ungkapnya.
Sementara itu WWF Coral Triangle Programme Leader, Klaas Jan Teule, menyampaikan langkah penting adalah membangun kemitraan multi pemangku kepentingan yang memungkinkan berbagi pengetahuan dan memperluas model-model keberhasilan.
"Tantangan yang beraneka ragam di kawasan menuntut solusi yang disesuaikan secara lokal dan didorong keterlibatan komunitas," terangnya.
3. Kelestarian terumbu karang membutuhkan kerjasama regional

Dalam wilayah yang lebih luas lagi, negara-negara Segitiga Terumbu Karang telah bertemu di Kantor Coral Triangle Center (CTC) Sanur untuk membahas strategi regional terobosan dalam mengatasi sampah plastik di kawasan Kawasan Segitiga Terumbu Karang. Indonesia menjadi satu di antara enam negara dalam kemitraan multilateral The Coral Triangle Initiative on Coral Reefs, Fisheries dan Food Security (CTI-CFF) tersebut.
Kawasan Segitiga Terumbu Karang tersebut merupakan Amazon Laut karena menjadi rumah bagi 76 persen spesies karang di dunia, atau lebih dari 600 spesies karang pembentuk terumbu. Juga 37 persen spesies ikan karang dunia. Sekretariat Regional CTI-CFF sendiri berbasis di Manado, Provinsi Sulawesi Utara. Wilayah ini membentang di enam negara seperti Indonesia, Malaysia, Papua Nugini, Filipina, Kepulauan Solomon, dan Timor Leste. Sumber daya laut dan pesisirnya memberikan mafaat bagi lebih 363 juta orang yang tinggal di negara-negara tersebut.
"The Coral Triangle Initiative adalah platform yang kuat untuk menyatukan berbagai rencana aksi regional dan mendorong kolaborasi, berbagi strategi yang telah terbukti efektif di kawasan ASEAN dan Pasifik," terang Direktur Eksekutif CTI-CFF, Frank Keith Griffin.
CT-CFF mendorong kolaborasi regional untuk melestarikan terumbu karang, memperluas kawasan konservasi laut, memastikan perikanan yang berkelanjutan, dan membangun ketahanan terrhadap perubahan iklim.