Kisah Dokter di Tabanan Pekerjakan 8 Pasien ODGJ dan Diupah

Masyarakat masih menganggap mereka tidak berguna

Tabanan, IDN Times - Orang dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) sering dipandang sebagai beban oleh keluarga karena ketergantungannya dalam memenuhi kebutuhan pokok. Apalagi dengan naiknya harga kebutuhan pokok, mereka (ODGJ) dianggap sebagai beban karena tidak mampu membantu keluarga.

Namun melalui pengobatan yang teratur dan perhatian dari keluarga, ODGJ tetap bisa bekerja lho. Berikut ini pengalaman Dokter Spesialis Kejiwaan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Tabanan, I Gusti Ngurah Bagus Mahayasa SpKJ, yang memberikan pekerjaan kepada delapan pasien ODGJ di tempat praktiknya.

Baca Juga: Sering Bergerak Mondar-mandir Jadi Gejala Awal Alzheimer

Baca Juga: Ciri-ciri ODGJ dan Cara Mengobati Menurut Lontar Usada Bali

1. Berawal dari stigma negatif masyarakat yang menganggap ODGJ tidak berguna

Kisah Dokter di Tabanan Pekerjakan 8 Pasien ODGJ dan DiupahKegiatan bersih-bersih lingkungan oleh ODGJ di Kampung Investasi Hati (Dok.IDN Times/Istimewa)

Mahayasa mulai memperkerjakan ODGJ di tempat praktiknya sejak 10 tahun lalu. Total ada delapan pasien ODGJ yang bekerja untuknya. Namun kini tersisa dua pasien yang masih bekerja di tempatnya. Sebab sisanya telah kembali pulang ke keluarganya.

Ia memberikan pekerjaan karena masih adanya stigma masyarakat terhadap ODGJ yang dianggap tidak berguna, ditakuti, hingga ditelantarkan.

"Karena penelantaran ODGJ oleh keluarga inilah Pemerintah Kabupaten Tabanan membuat rumah singgah di Desa Wanasara. Namun di sana mereka tidak banyak kegiatannya. Sampai akhirnya saya ajak beberapa untuk bekerja di tempat praktik saya," ujar Mahayasa, Rabu (12/10/2022).

2. ODGJ mampu beraktivitas normal asalkan mengonsumsi obat secara rutin

Kisah Dokter di Tabanan Pekerjakan 8 Pasien ODGJ dan Diupahilustrasi obat-obatan (IDN Times/Mardya Shakti)

Mahayasa menyiapkan kamar khusus ODGJ di tempat praktiknya untuk beristirahat. Setiap pagi, mereka bersih-bersih halaman dan mengelap mobil. Setelah capek bekerja, para ODGJ beristirahat untuk makan. Lalu sore hari melanjutkan kerja, dan pulang. Mahayasa juga memberikan upah sebesar Rp30 ribu per hari.

"Saya menyuruh mereka untuk menabung uangnya. Kalau satu orang tidak suka belanja, jadi tabungannya utuh. Sementara satunya lagi suka musik dan alat-alat elektronik. Saya belikan jika ia minta. Karena suka elektronik, dia pun bisa memperbaiki lampu yang rusak," kata Mahayasa.

Satu kunci utama agar ODGJ mampu beraktivitas normal dan mandiri adalah rutin mengonsumsi obat, serta diperhatikan oleh keluarganya.

"Sebenarnya obat rutin dan perhatian keluarga. Saya sering memberikan saran terhadap pasien ODGJ yang saya rawat di RSUD Tabanan untuk bekerja. Tetapi balik lagi ke keluarga, diizinkan atau tidak. Mampu kontrol minum obatnya atau tidak, dan hal yang penting adalah hilangkan stigma negatif. Jangan karena mereka melakukan kesalahan, langsung dihakimi karena dia ODGJ."

3. Ada ODGJ yang jualan bubur, buruh bangunan hingga, tukang cetak genteng

Kisah Dokter di Tabanan Pekerjakan 8 Pasien ODGJ dan DiupahODGJ dan staf di kampung investasi hati Tabanan (Dok.IDN Times/Istimewa)

Mahayasa punya keinginan untuk membuat video dokumentasi tentang ODGJ yang sudah mandiri dan memiliki pekerjaan. Banyak dari mereka yang berjualan bubur, menjadi buruh bangunan, hingga tukang cetak genteng. Namun keinginan itu ia urungkan, karena banyak dari mereka yang menutupi riwayatnya sebagai ODGJ. Mereka takut mendapatkan stigma negatif dari masyarakat.

"Mereka ini banyak yang menutupi kondisinya karena takut akan stigma. Diharapkan ke depan masyarakat akan semakin terbuka dan tidak memandang negatif terhadap ODGJ," terang Mahayasa.

Topik:

  • Irma Yudistirani

Berita Terkini Lainnya