Dongeng Menjadi Jembatan Ajaran Sastra Agama Untuk Anak

Yuk, belajar cara mendongeng dari seniman asal Tabanan

Tabanan, IDN Times - Saat ini dengan adanya media elektronik yang semakin maju, kebiasaan mendongeng di lingkungan keluarga nyaris tak terlihat lagi. Padahal dongeng adalah jembatan untuk mengajarkan sastra agama kepada anak-anak. Lewat dongeng, anak-anak diajarkan untuk mengetahui mana perbuatan yang baik dan benar.

Untuk mempertahankan dongeng kepada anak-anak, seniman dari Kabupaten Tabanan, I Wayan Sumerta Dana Arta, menyelipkannya lewat permainan anak-anak.

1. Kebiasaan mendongeng secara natural mulai luntur di era millennials

Dongeng Menjadi Jembatan Ajaran Sastra Agama Untuk AnakPapermoon Puppet Theatre akan kembali menyelenggarakan Pesta Boneka. (Dok.Istimewa)

Menurut Sumerta, kebiasaan mendongeng yang dituturkan langsung dari orangtua ke anak, nenek atau kakek ke cucu semakin luntur ketika memasuki era di mana media elektronik mulai masuk, dan tambah parah ketika memasuki era 4G.

"Selain itu program yang mendukung kegiatan mendongeng di sekolah juga semakin minim. Kalau di Bali saat ini ada melalui Bulan Bahasa Bali, tetapi itu pun setiap bulan Februari," tuturnya, Minggu (19/3/2023).

Namun lunturnya dongeng ini terjadi secara bertahap. Dulu masih ada dongeng melalui sandiwara radio, contohnya Saur Sepuh. Atau juga masih ada pertunjukan wayang.

"Tetapi kondisi semakin parah ketika mulai masuk era 4G di mana anak-anak lebih suka bermain game di gadget-nya daripada mendengarkan cerita," kata Sumerta.

2. Dongeng dapat mengajarkan anak tentang perbuatan baik dan buruk

Dongeng Menjadi Jembatan Ajaran Sastra Agama Untuk AnakIlustrasi anak-anak (Dok.IDN Times/Istimewa)

Sumerta melanjutkan, dongeng menjadi media bagi orangtua maupun guru untuk mengajarkan anak tentang sastra agama. Sebab usia anak-anak masih terlalu berat untuk memahami soal agamawi. Jadi lewat dongeng inilah mereka diberikan pengertian melalui cerita.

Dongeng biasanya menceritakan tokoh binatang, tokoh raja, tokoh putri, sampai raksasa. Tujuannya tentu saja untuk memberitahukan anak-anak tentang perbuatan baik dan buruk. Dongeng ini bisa memperlihatkan apa saja akan terjadi jika kita melakukan perbuatan buruk.

"Jadi lewat dongeng, anak bisa mengapresiasi mana hal yang baik dan mana yang buruk," tutur Sumerta.

Dengan kemajuan teknologi saat ini, orangtua bisa menggunakannya untuk mengenalkan dongeng pada anak-anak, dengan catatan harus didampingi. Menurut Sumerta, dongeng yang dituturkan langsung memiliki kelebihan dibandingkan membiarkan anak melihat atau mendengarnya sendiri lewat sebuah media. Sebab dengan dituturkan langsung, nilai-nilai luhur yang hendak disampaikan oleh dongeng itu bisa dijelaskan.

"Jadi, anak yang dibiarkan mendengar atau menonton sendiri, nilai luhur yang disampaikan bisa saja diimplemtasikan lain atau tidak tersampaikan. Anak-anak punya kebiasaan melewatkan hal yang tidak menarik perhatiannya dan hanya mau mendengar hal-hal yang mereka sukai. Sehingga pendampingan itu perlu," jelas Sumerta.

3. Menyampaikan dongeng harus dengan cara yang menarik perhatian anak-anak

Dongeng Menjadi Jembatan Ajaran Sastra Agama Untuk AnakIlustrasi anak-anak bermain (Dok.IDN Times/Istimewa)

Supaya dongeng bisa diterima anak-anak di zaman sekarang yang memiliki banyak akses hiburan, maka orang dewasa harus mampu menuturkannya dengan cara yang menarik perhatian.

"Anak-anak pada dasarnya sama. Mereka sangat suka bermain dan bersuka cita. Untuk itu sampaikanlah dongeng dan filosofinya lewat permainan atau saat mereka bermain," saran Sumerta.

Ia sendiri sebagai seniman yang mengajarkan permainan kepada anak-anak kerap menyelipkan dongeng.

"Jadi saat bermain, selipkan cerita luhur ke dalamnya. Anak-anak akan lebih mudah menyerap sesuatu dari hal yang mereka sukai," sarannya lagi.

Topik:

  • Irma Yudistirani

Berita Terkini Lainnya