Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ilustrasi toleransi agama (IDN Times/Mardya Shakti)

Klungkung, IDN Times - Politik identitas diprediksi masih mewarnai Tanah Air jelang Pemilu 2024. Hal ini tentu menjadi tantangan di setiap daerah yakni bagaimana politik identitas yang dijadikan senjata oleh beberapa kandidat atau partai politik, tidak sampai menimbulkan intoleransi di daerah.

Khususnya di Kabupaten Klungkung, Provinsi Bali, politik identitas memang tidak begitu menonjol, terutama jika bercermin dari pelaksanaan Pemilu dalam 10 tahun terakhir. Politik identitas ini juga yang ditolak oleh beberapa warga di Klungkung. Baik orang dewasa ataupun millenials, sepakat politik identitas tidak sehat bagi demokrasi dan kerukunan beragama di Klungkung yang sudah terjaga dalam beberapa dekade.

1. Politik identitas rawan ganggu toleransi

IDN Times/Gregorius Aryodamar P

Politik identitas yang dipraktikkan beberapa partai politik pada Pemilu 2019 lalu, mendapat tanggapan dari para millenials di Klungkung. Beberapa millenilas saat ditanya IDN Times hampir semua menolak praktik politik identitas.

Seperti yang diungkapkan Made Dika (19), remaja asal Kota Semarapura, Klungkung. Ia yang termasuk pemilih pemula, tidak sepakat dengan politik yang menonjolkan perbedaan, baik terkait ras ataupun agama.

“Kalau politik banyak bicara tentang agama tentu tidak baik. Nanti bisa mengganggu kerukunan umat beragama,” ungkapnya. 

Hal serupa diungkapkan Gede Bagus Diarta (24), asal Desa Takmung, Klungkung. Menurutnya politik identitas sangat rawan karena bisa menganggu toleransi umat beragama yang sudah terjaga dengan baik di Klungkung.

“Kalau dibiasakan politik identitas, bisa mengganggu toleransi. Apalagi sekarang ada media sosial, politik identitas ini sangat mudah digaungkan. Masyarakat bisa terbelah, cuma karena politik identitas yang biasanya mencampuradukkan politik dan agama,” ungkapnya.

2. KPU harus tegas dalam melarang politik identitas

Editorial Team

Tonton lebih seru di