Adat dalam Hindu Bali awalnya hanya mengenal dua jenis perkawinan, yaitu perkawinan sentana (biasa) atau nyeburin dan perkawinan ngidih sentana. Pada perkawinan sentana, laki-lakinya berstatus sebagai purusa (konsep pembagian peran di Hindu Bali), yaitu mengambil istri dibawa ke rumahnya untuk melanjutkan keturunan. Jadi, peran laki-lakinya masih tetap dengan segala konsekuensi waris material maupun imaterial.
Sementara perkawinan ngidih sentana, perempuannya berstatus sebagai purusa, yaitu mengambil laki-laki dibawa ke rumahnya untuk melanjutkan keturunan di keluarga istri. Sehingga dalam konteks peran, hak, dan kewajiban, perempuan mendapatkan konsekuensi waris, baik berupa material maupun imaterial.
Seiring berkembangnya zaman, muncul jenis perkawinan bernama mepanak bareng atau pada gelahang. Bagaimana konsep perkawinan mepanak bareng? Baca selengkapnya di bawah ini.