Sanggar Chandra Nada, Yowana Desa Adat Padangtegal, Ubud tampil di acara PKB. (Dok.IDN Times/istimewa)
Formulasi penggarapan baleganjur Wos menurut Sudirana merupakan interelasi antar instrumen dengan kinerja yang inkonvensional. Aplikasi sistem vertikal dan horizontal sebagai material komposisi serta kebebasan dalam bingkai. Kemudian diartikulasikan sifat gelombang maupun air ke dalam sistem musikal.
“Dimensi metafora gelombang, siklus, campuhan dan deburan Wos menjadi Cawan terangkainya pola-pola, meter, koordinat, layer, dan level musikal secara terukur, terarah, dan sistematis. Baleganjur Wos mempresentasikan secara total artifisial bunyi absolut melalui interpretasi tematik pemuliaan Air,” ungkapnya.
Sedangkan inkonvensional dalam konteks teknik, artikulasi, pengolahan bunyi atau timbre, struktur, dan gramatikal musikal sebagai visi dalam menyusun karya Baleganjur Wos.
Sanggar Chandra Nada, Yowana Desa Adat Padangtegal, Ubud tampil di acara PKB. (Dok.IDN Times/istimewa)
Secara literal, garapan ini mengacu pada pengolahan sumber gelombang air. Arah penciptaannya berpijak pada transformasi tematik tetesan, aliran, percikan, gelembung, dan gelombang air menjadi bunyi-bunyi teratur dalam bingkai komposisi dengan media gamelan baleganjur.
“Pemanfaatan media ungkap sebagai output utama pertunjukan dimaksimalkan dengan melepas beban-beban budaya yang melekat pada gamelan Baleganjur untuk mencari jati diri baru dalam konteks kekinian. Kebiasaan fungsional instrumen yang secara konvensional pada jalurnya digarap berbeda dengan cara pandang dan teknik garap yang baru,” jelas Sudirana.