Apabila diamati secara cermat, hampir setiap konflik internasional selalu melibatkan negara big powers, seperti Rusia, Amerika Serikat, dan yang tergabung di Uni Eropa (UE). Dalam pendekatan ekonomi politik, dapat dilihat bagaimana negara-negara berkekuatan super melakukan asosiasi dengan beberapa negara untuk memperluas dominasi kekuasaannya.
Dominasi negara super power berbanding lurus dengan ketergantungan sebuah negara. Semakin besar ketergantungannya, maka semakin besar pula dominasi negara big power tersebut. Maka tidak heran apabila negara-negara big power saling bersaing, bahkan harus melakukan perang untuk memperluas dominasinya.
UE berupaya mempersatukan seluruh negara di daratan Eropa untuk mengimplementasikan demokrasi liberal ala Barat dengan sistem kapitalisme guna mengalahkan rival Timur. Dalam hal ini Rusia, melalui program European Union Enlargement.
Sang pemimpin Rusia, Vladimir Putin, melalui kebijakan Neo-Eurasianist berusaha mempertahankan dominasi energi gasnya, khususnya di wilayah Baltik dan sekarang ekspan ke Timur Tengah, Asia Tengah, dan Asia Timur, untuk melawan Translantik Barat. Di sisi lain, Amerika Serikat yang merupakan Imprealis terbesar di dunia dengan Marshal Plan-nya menundukkan dunia di bawah kekuasaannya.
Pertanyaannya kemudian, apakah kita bisa langsung menjustifikasi satu negara big powers dalam konflik Ukraina-Rusia ini tanpa mengetahui dan memahami kepentingan ekonomi-politik antar negara super power?
Nah berikut 5 hal yang perlu diketahui tentang konflik Ukraina-Rusia dari perspektif ekonomi politik: