Ilustrasi uang (ANTARA FOTO/Anis Efizudin)
Kepala LPD Serangan periode 2015-2020, I Wayan Jendra, usai diperiksa, menyayangkan adanya fitnah tidak mendasar kepada dirinya. Ia mencurigai adanya kejanggalan dan persekongkolan di antara pihak tata usaha, kasir, dan bendahara LPD.
"Saya curiga 3 orang tersebut berkonspirasi dalam LPD sehingga mereka kompak untuk menjatuhkan saya. Selanjutnya, ada beberapa keterangan saya tidak dicatat dan diabaikan oleh Jaksa sehingga saya merasa terpojok," paparnya.
Ia mengaku mendapatkan perintah Bendesa Adat Serangan atau pengawas LPD untuk menerbitkan bilyet deposito senilai Rp2 miliar dan pada saat itu uang yang diserahkan hanya Rp600 juta.
Kronologi diterimanya uang Rp600 juta tersebut, ia jelaskan berawal saat Bendesa Adat menghubunginya melalui sambungan telepon dan menyampaikan menitipkan dana Rp1,2 miliar ke rekening LPD Serangan, yang diakuinya memang ada setoran tersebut.
Esok harinya, dengan diantar supir, ia menarik dana Rp600 juta atas suruhan Bendesa Adat di BPD Cabang Sesetan. Karena ia sudah menerbitkan bilyet senilai Rp2 miliar, lalu menagih sisanya Rp1,4 miliar ke Bendesa Adat. Kemudian dijawab oleh bendesa bahwa ialah yang meminjam dana itu. Ia kemudian menyuruh bagian tata usaha untuk mengurus administrasi peminjaman tersebut. Namun bagian tata usaha tidak melakukannya.
"Saya melapor ke Made Sedana (Bendesa Adat) bila pinjamannya Rp1,4 miliar itu tidak dicatatkan ke pembukuan. Made Sedana tidak menyikapi dengan serius atas laporan saya. Karena merasa Made Sedana tidak merespons, saya terus menagih dana yang dipinjamkan sebesar Rp1,4 miliar. Artinya terus saya tagih. Harapan saya untuk merealitakan bilyet Rp2 miliar," jelasnya.
Ia mengaku malah dimarahi oleh Bendesa Adat Serangan tersebut lantaran terus menagih sisa dana yang kurang.