Aksi demo yang dilakukan oleh Eksekutif Wilayah Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) Bali. (IDN Times / Ayu Afria)
Selain dukungan teknologi, Gen Z juga menghadapi tantangan tersendiri. Riski menyatakan, bentuk tantangan terlihat jelas adalah sulitnya memetakan musuh bersama. Kondisi ini jauh berbeda dengan tahun 1998 silam, yang jelas melakukan perlawanan terhadap presiden RI ke-2, Soeharto.
"Tantangan gerakan mahasiswa hari ini adalah kami sulit memetakan siapa musuh bersama. Kalau dulu kan ada Soeharto sebagai diktator yang menjadi musuh bersama. Sehingga ini juga yang seringkali membuat gerakan mahasiswa hari ini terfragmentasi tergantung isu yang dikawal," ujarnya.
Sementara itu, di kampus tantangan pembangunan kesadaran mahasiswa menjadi masalah tersendiri. Misalnya, neoliberalisme yang masuk ke kampus yang kemudian terwujud dalam bentuk Program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM).
Program ini diakui membuat mahasiswa agak sulit peka terhadap isi-isu sosial politik. Mereka cenderung terjebak pragmatisme-pragmatisme tertentu.
"Bagi saya pergerakan mahasiswa yang ideal adalah ketika mahasiswa seluruh Indonesia bisa bersatu tanpa ada sekat-sekat tertentu. Karena hari ini kita dihadapkan pada situasi bangsa yang rumit, korupsi masih merajalela, jurang ketimpangan si miskin dan kaya juga semakin lebar. Maka dari itu, gerakan mahasiswa harus beradaptasi dalam menghadapi zaman agar gerakannya lebih masif," tukas Rizki.