Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
diskusi publik fmn.jpeg
Diskusi publik bertajuk Demokrasi yang Tak Tahan Uji: Aktivisme, Represi, dan Masa Depan Kebebasan Sipil di Kampus FIB Unud, Denpasar. (IDN Times/Yuko Utami)

Denpasar, IDN Times - Penangkapan sewenang-wenang aktivis Aksi Kamisan Bali, TPW, menuai keresahan dan kekecewaan mendalam bagi mahasiswa lainnya yang aktif menyuarakan isu hak asasi manusia (HAM). Merespon hal itu, Front Mahasiswa Nasional (FMN) Denpasar menyelenggarakan diskusi publik bertajuk Demokrasi yang Tak Tahan Uji: Aktivisme, Represi, dan Masa Depan Kebebasan Sipil.

Diskusi publik ini berlangsung di Kampus Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana (FIB Unud), Sanglah, Denpasar, Senin (29/12/2025) malam. Perwakilan FMN Denpasar, Maria Agata, menjelaskan diskusi publik adalah solidaritas bersama dari berbagai fakultas dan organisasi masyarakat sipil. Mulai dari FIB, Fakultas Hukum (FH), Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisip), dan sebagainya. Sementara itu, organisasi masyarakat sipil yang bersolidaritas seperti FMN hingga Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bali.

Tema diskusi publik mencerminkan situasi demokrasi yang tidak baik-baik saja

TPW, aktivis Aksi Kamisan Bali ditangkap di Bali dan dibawa ke Mabes Polri. (IDN Times/Yuko Utami)

Perempuan yang akrab disapa Reyna ini mengatakan, diskusi publik ini sebagai bentuk kekhawatiran bersama atas kondisi demokrasi saat ini.

“Kenapa kita pada akhirnya ada di sini adalah kekhawatiran bersama, solidaritas kita atas penangkapan sewenang-wenang teman kita Tommy Wiria,” kata Reyna di FIB Unud, Senin (29/12/2025). 

Reyna menambahkan, situasi nasional dalam Pemerintahan Prabowo Subianto menunjukkan pola-pola kriminalisasi, dan pembungkaman secara gamblang. 

“Ini yang mungkin jadi kesimpulan kesadaran kenapa kita, juga mengajak mahasiswa karena Tommy mahasiswa bergerak di aktivisme agar mahasiswa tahu, sebenarnya kita bisa lakukan solidaritas untuk kawan kita gitu,” tutur Reyna.

Tantangan membangun kesadaran dan pendidikan politik di kampus

Universitas Udayana. (IDN Times/Irma Yudistirani)

Diskusi publik ini bagi Reyna menyingkap berbagai tantangan demokrasi, mulai dari membangun kesadaran dan pendidikan politik di kampus. Melalui diskusi publik, Reyna berharap mahasiswa hingga masyarakat luas meningkatkan kepekaan dan kesadaran terhadap keadilan dan demokrasi saat ini.

Ia menyarankan agar kampus, khususnya Unud, lebih memperhatikan keberlangsungan pendidikan politik di kampus. Sebab pendidikan politik dapat menjadi sarana bersikap terhadap fenomena yang terjadi saat ini.

“Mungkin kalau boleh saran, perhatikan pendidikan politik di kampus, biar kalau misalkan kampus tidak bisa melakukan apa-apa, kampus bisa menjamin adanya pendidikan politik,” imbuhnya.

Kampus harus memastikan ruang aman untuk mahasiswa

Ilustrasi Kampus (unsplash.com/@deviyahya)

Selain menyinggung soal pendidikan politik, Reyna juga menambahkan agar kampus menjamin ruang aman untuk mahasiswa. Terutama saat mahasiswa kritis dalam menyuarakan berbagai isu. Reyna berharap kampus bertindak adil dan peduli.

“Memastikan mahasiswanya baik-baik saja. Gimana kampus ini bisa menjadi ruang aman sih sebenarnya,” kata Reyna.

Menurut Reyna, saat kampus mengetahui kabar penangkapan TPW, kampus setidaknya menanyakan perkembangan dan kabar TPW maupun keluarganya, serta memastikan mahasiswanya dalam kondisi baik-baik saja. Pada akhir diskusi, peserta diskusi bersama-sama menyampaikan tiga poin pernyataan sikap.

Pertama, bebaskan semua tahanan politik. Kedua, hentikan kriminalisasi terhadap rakyat yang sedang berjuang. Ketiga, negara harus menjamin hak berserikat, berkumpul, dan berpendapat. Reyna berharap agar gerakan dan aktivisme di Bali lebih menyatu dan berlanjut.

“Harapanku sama seperti yang diharapkan teman-teman yang lain adalah kita membaur, kita sustain, kita bergerak,” tutur Reyna.

Editorial Team