Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ilustrasi pelaku penyalahgunaan narkoba.(IDN Times/Imam Rosidin)

Denpasar, IDN Times - Kepolisian Resor Kota (Polresta) Denpasar kerap memberikan efek jera para pelaku penyalahgunaan narkoba dengan cara ditampilkan di depan umum Lapangan Renon, Denpasar. Namun kebijakan itu justru mendapat kritikan.

Kritikan tersebut disampaikan melalui surat terbuka sejumlah pegiat yang fokus dalam penanggulangan bahaya narkotika. Apa saja isi kritikan dalam surat tersebut? Berikut ini ulasannya:

1. Gelar perkara di depan publik untuk efek jera dan masyarakat tahu jenis-jenis narkoba

IDN Times/Imam Rosidin

Sebagaimana diketahui, Polresta Denpasar merilis kasus narkoba di depan monumen Perjuangan Rakyat Bali, Lapangan Niti Mandala Renon, Denpasar, Minggu (24/2) lalu. Dalam rilis tersebut, 23 pelaku penyalahgunaan narkoba ditampilkan beserta barang buktinya.

Tujuannya untuk memberi efek jera kepada pelaku dan sebagai peringatan kepada masyarakat umum terkait dampak buruk narkoba.

“Kami rilis di Renon ini tujuannya agar masyarakat yang hadir tahu bagaimana akibatnya jika menggunakan narkoba. Selain itu juga mengetahui bentuk narkoba jenis sabu, tembakau gorila, dan ekstasi. Kalau ada yang menemukan barang seperti ini, segera lapor ke polisi. Atau misalnya ada yang melihat anak, istri, suami atau siapapun keluarganya menggunakan tembakau dengan harga yang tak wajar segera lapor ke polisi,” kata Kombes Pol Ruddi Setiawan, Minggu (24/2) lalu.

2. Para pelaku bisa menanggung beban malu seumur hidup

IDN Times/Imam Rosidin

Pegiat yang tergabung dalam Forum Rehabilitasi Napza (Narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya) ini mempertanyakan mengapa Polresta Denpasar mempertontonkan secara umum 23 pelaku tersebut. Menurut koordinator FR Napza Bali, Erijadi Sulaiman, aksi tersebut bisa membuat pelaku menanggung beban malu seumur hidup dan mendapat stigma negatif dari masyarakat.

"Surat terbuka ini intinya, respon dari apa yang dilakukan Polresta Denpasar dengan mempertontonkan 23 pelaku atau penyalahgunaan Napza. Menurut kami yang concern untuk penanggulangan bahaya narkoba sejak tahun 2000, tak bersimpati dengan cara-cara tersebut," katanya di Denpasar, Selasa (26/2) lalu.

Kendati demikian, mereka tetap mengapresisasi kinerja kepolisian yang gencar dalam pemberantasan narkoba.

"Kami sangat apresiasi terhadap kinerja kepolisian, khususnya Polresta Denpasar dalam penegakan hukum terkait narkoba. Hanya saja kami melihat seperti ada norma-norma yang tidak diperhatikan," ujarnya.

3. Polisi harus cari cara lain yang lebih elegan

IDN Times/Imam Rosidin

Ia melanjutkan, penggunaan borgol tangan dan kaki seolah-olah para pelaku adalah penjahat yang membahayakan. Untuk itu harapannya, dalam penanggulangan pengguna napza ini, pihak kepolisian menggunakan cara yang lebih elegan, dan mencari solusi yang lain. Jangan sampai membuat traumatis para pelaku.

"Harusnya ada cara yang lebih elegan dan tanpa mempermalukan pelaku. Bagaimana dampak traumatisnya. Bayangkan, ketika ia ditahan di usia 24 tahun dan dihukum dua tahun. Bagaimana sisa umur hidupnya jika menanggung beban malu tersebut," ujarnya.

4. Berikut ini poin isi surat terbukanya

IDN Times/Imam Rosidin

Berikut ini poin isi surat terbuka yang ditujukan ke Polresta Denpasar:

  1. Apa yang menjadi dasar hukum kepolisian dalam melakukan/menunjukkan 23 pelaku penyalahgunaan narkoba di Renon pada momen car free day lalu.
  2. Kepolisian sebagai aparatur penegak hukum, apakah hal tersebut tidak bertentangan dengan aturan yang mengikat pada kepolisian dalam melakukan penangkapan dan penahanan.
  3. Apakah tindakan tersebut tidak bertentangan dengan asas praduga tak bersalah, di mana seseorang dinyatakan bersalah melalui mekanisne peradilan.

Editorial Team