Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Mahasiswa Papua di Bali
Mahasiswa Papua di Bali saat Konferensi Pers Teror Bangkai Kepala Babi. (IDN Times/Yuko Utami)

Denpasar, IDN Times - Kasus teror kepala babi terhadap Mahasiswa Papua di Denpasar oleh orang tak dikenal (OTK), bukanlah teror pertama yang diterima mereka. Yubertinus Gobay atau Yesaya mewakili Aliansi Mahasiswa Papua Komite Kota Bali (AMP KKB) mengungkapkan, ada sederet teror dan intimidasi yang dialami mahasiswa Papua di Bali. 

“Misalnya dulu teman-teman pernah dibuang jarum suntik di Asrama Papua yang lama. OTK membuang dari luar, diintimidasi di kontrakan-kontrakan kami,” ujar Yesaya di Kantor LBH Bali, Kota Denpasar pada Selasa, 10 Juni 2025.

Apa langkah selanjutnya yang akan dilakukan mahasiswa Papua di Denpasar? Baca informasi selengkapnya di bawah ini.

1. Beberapa mahasiswa Papua masih trauma

ilustrasi trauma akan pengalaman menyakitkan di masa lalu (pexels.com/Alex Green)

Yesaya menginginkan pemerhati hak asasi manusia (HAM) dan aparat penegak hukum (APH) mencari tahu lebih lanjut pelaku di balik teror ini. Mahasiswa Papua di Bali juga beberapa kali menerima ancaman rasial. Yesaya mengamati, teror dan ancaman diterima pihaknya setelah mengawal isu kemanusiaan di Papua.

“Ini terjadi ketika ada kasus kerusakan alam di Raja Ampat dan baru ini (teror) muncul. Sama semenjak launching (peluncuran) Buku Papua Bergerak di Jakarta. Itu sempat terjadi pembatasan dan intimidasi,” ungkap Yesaya kepada IDN Times.

Pascateror bangkai kepala babi pada 6 Juni 2025, Yesaya berkata kondisi teman-temannya di kontrakan mengalami trauma psikologis. Sebelumnya mereka terbiasa keluar kontrakan sendirian, tetapi kini mengajak rekan lainnya demi keamanan.

2. LBH Bali sebut teror kepala babi terhadap mahasiswa Papua adalah kemunduran demokrasi

Teror Bangkai Kepala Babi terhadap mahasiswa Papua di Denpasar. (Dok. Aliansi Mahasiswa Papua Komite Kota Bali (AMP KKB))

Direktur Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (LBH) Bali, Rezky Pratiwi, mengungkapkan teror terhadap mahasiswa Papua menunjukkan langkah mundur demokrasi di Indonesia.

“Motif teror ini tidak dapat dilepaskan dari aktivitas kritis yang dilakukan mahasiswa Papua dalam menyuarakan pelanggaran hak asasi manusia,” ungkap Pratiwi. 

Mahasiswa Papua di Bali secara berkelanjutan menyuarakan pelanggaran HAM di Papua seperti pembunuhan dan penyiksaan oleh aparat, perampasan lahan berskala luas, kerusakan lingkungan, dan pelanggaran HAM lainnya yang terjadi di Tanah Papua.

Berdasarkan siaran pers yang diluncurkan LBH Bali, teror ini merupakan bentuk pembungkaman, intimidasi, dan serangan psikologis agar penerima teror berhenti bersuara. Pola ini terus terjadi secara berulang. Padahal menyuarakan pendapat secara demokratis telah dijamin dalam konstitusi UUD 1945 Pasal 28E Ayat 2 dan Pasal 28F. Kebebasan berpendapat dan berekspresi dalam  kehidupan bernegara di Indonesia juga termuat dalam UU 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia.

3. Mahasiswa Papua meminta pihak penegak hukum mengusut tuntas kasus teror ini

ilustrasi keadilan (pixabay.com/AJEL)

Yesaya mewakili mahasiswa Papua di Bali meminta penegak hukum mengusut tuntas kasus teror bangkai kepala babi ini. Ia melihat teror terhadap mahasiswa Papua telah lama terjadi dan terstruktur. Pihaknya akan berkoordinasi dengan LBH Bali selaku penasihat hukum, sebelum pelaporan ke pihak Kepolisian Daerah (Polda) Bali. Yasaya juga meminta lembaga pemerhati HAM peduli terhadap kasus ini.

“Kami meminta lembaga pemerhati HAM untuk peduli terkait ini karena sudah berulang terus. Kebanyakan teman-teman Papua dihadapkan semacam ini (teror),” kata dia.

Editorial Team