Laki-Laki Juga Ingin Curhat, Ingin Didengarkan Saja Tanpa Dihakimi

Badung, IDN Times - Fenomena laki-laki tidak bercerita yang ramai saat ini juga tergambar dari beberapa laki-laki di Bali. Rata-rata mereka mengaku memilih memendam kekesalan dan masalahnya sendiri karena kurang dihargai saat berusaha terbuka kepada keluarga atau pasangannya. Namun mereka tidak menampik bahwa dengan bercerita tentang permasalahan yang mengganjal perasaannya, membuatnya merasa lega. Hanya saja tidak semua tempat bercerita mampu menjadi memberikan respon positif tersebut.
Seorang ayah dua anak, Rizky (30), yang tinggal di Kecamatan Kuta Utara, Kabupaten Badung mengatakan bahwa ia berusaha melakukan yang terbaik tanpa harus terlihat sakit dalam berusaha di depan keluraganya. Walaupun sebenarnya saat itu ia tidak baik-baik. Kerap kata-kata atau respon yang tidak sesuai harapan ia terima, bahkan saat berkeluh kesah tentang permasalahannya. Oleh karenanya ia memilih melampiaskan dengan kegiatan ibadah, dan memendamnya sendiri. Ia beranggapan bahwa tidak semua hal harus diceritakan meskipun kepada keluarga dan pasangannya. Baginya, terkadang bercerita hanya memperpanjang cerita tanpa mendapatkan solusi.
"'Ya sudah terserah kamu aja. Gak usah bawel deh.' Aku lupa, soalnya gak mau nginget lagi. Maunya sih ada kata-kata 'Mau aku buatkan minuman?', 'Mau aku pijitinkah?', 'Sini nak, ada makanan kesukaanmu.' Semacam itulah," ungkapnya.
1. Laki-laki juga memiliki batasan toleransi

Rizky mengatakan. ia kerap mendapatkan respon yang tidak sesuai ekspektasi saat mencoba terbuka tentang masalahnya. Selain dengan beribadah, jalan untuk membantu melepas emosi tersebut adalah jalan-jalan sehingga membuat jiwanya tenang. Ia tetap tenang ketika disudutkan, namun ketenangan tersebut juga ada batasannya ketika sudah melewati batas toleransinya.
"Tidak selalu keputusan yang saya ambil itu diterima. Terkadang banyak halangan dan tantangannya. Saat tidak mendapat dukungan, halangan atau rintangan pasti datang menghampiri. Tapi tetap yakin bisa dilalui," terangnya.
2. Laki-laki juga mendambakan hadiah atas kerja kerasnya

Laki-laki asal Kota Surabaya yang merantau di Denpasar, Adhistya (33), mengaku ingin mendengarkan kalimat "Sana istirahat" saat lelah menghampirinya karena bekerja. Bukan malah kata-kata yang menyerang personal. Setiap kali ada masalah, Adhis memilih untuk bercerita dengan teman dekat atau istrinya dengan alasan kedekatan yang lebih dalam. Namun sebagai laki-laki yang bekerja di lapangan, permasalahan yang ia hadapi kerap dipendam sendiri.
"Cukup dikuatkan saja, tidak perlu yang berlebih. kalau disudutkan ya kecewa, marah, sedih," terangnya.
Laki-laki tiga bersaudara ini juga mendambakan hadiah sebagai bentuk apresiasi keluarga atau pasangan. Terakhir, ia menerima apresiasi tersebut SMA kelas 3. Kendati demikian, keluarga dan pasangannya juga memberikan dukungan dalam setiap keputusan yang ia ambil, mulai dari dukungan finansial, psikis, hingga moral.
3. Tidak ada salahnya laki-laki bercerita saat sedih

I Wayan Wiadnyana (42), yang merupakan pekerja swasta asal Kabupaten Tabanan mengaku hal yang membuatnya sakit hati adalah ketika disalahkan. Ketika sedang dalam masalah, Wayan hanya ingin meringankan beban pikirannya dengan bercerita. Laki-laki penghobi vespa ini mengaku nyaman dan lega ketika bercerita kepada orang lain sehingga stresnya berkurang.
"Aku ingin mereka itu mendengarkan saja saat saya cerita sedih atau masalah. Lega saja kalau bisa cerita," terangnya.
4. Laki-laki diam untuk menghindari drama perdebatan

Sementara itu Yona (25), yang tinggal di Kecamatan Denpasar Selatan mengatakan bahwa sebagai laki-laki juga merasakan sakit hati ketika mendapatkan kalimat menyepelekan masalah yang tengah ia hadapi. Ia berharap jika tengah bercerita beban hidupnya agar keluarga atau pasangannya bersedia mendengarkan, dan jika berkenan memberikan saran. Laki-laki yang masih single ini mengungkapkan bahwa, dengan bercerita ia merasa lega. Tetapi terkadang tak jarang mendapatkan omelan atau kalimat yang menyudutkannya, Yona hanya memilih diam untuk menghindari perdebatan yang tidak berujung.
"Cerita ke teman. Lebih relatable karena sepantaran. Jadi dia lebih memahami sudut pandang saya saat menghadapi suatu masalah," terangnya.