Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
pengacara 1.jpg
Kondisi persidangan terhadap massa aksi 30 Agustus 2025 yang menjadi tersangka. (Dok.IDN Times/Istimewa)

Denpasar, IDN Times - Persidangan terhadap massa aksi 30 Agustus 2025 di Kota Denpasar yang menjadi tersangka kembali ditunda. Sebelumnya, sidang perdana pada Kamis, 13 November 2025 di Pengadilan Negeri (PN) Denpasar ditunda, dan dijadwalkan pada Kamis, 27 November 2025. Namun, persidangan tersebut kembali ditunda dan dijadwalkan pada Kamis, 4 Desember 2025 mendatang.

Sementara itu, dalam persidangan kemarin, Kuasa Hukum para terdakwa, I Made Ariel Suardana, tidak mengajukan eksepsi. Pihaknya meminta Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk membuktikan dakwaannya.

“Eksepsi tidak kami ajukan, kita meminta kepada jaksa langsung buktikan dakwaannya,” kata Ariel. 

Surat dakwaan yang ditandatangani Jaksa Madya, Gusti Putu Karmawan, mendakwa dengan dua pasal terhadap enam terdakwa. Apa saja pasal itu, dan bagaimana permintaan kuasa hukum tersangka? Berikut informasi selengkapnya.

Dua dari enam terdakwa baru meminta pendampingan, kuasa hukum menyiapkan surat kuasa baru

Kuasa hukum tersangka, I Made Ariel Suardana. (Dok.IDN Times/Istimewa)

Ariel mengatakan, saat ini kuasa hukum yang tergabung dalam Koalisi Advokasi Bali untuk Demokrasi (Kabud) hanya menjadi kuasa hukum untuk empat orang terdakwa.

“Terdakwa satu itu tidak menggunakan kuasa hukum, terdakwa enam juga tidak menggunakan kuasa hukum,” ujar Ariel di PN Denpasar, Kamis (27/11/2025) kemarin. 

Namun, pada saat persidangan, dua terdakwa yang tidak didampingi kuasa hukum, meminta pendampingan langsung. Permintaan baru itu membuat tim kuasa hukum tidak menyediakan surat kuasa baru. 

“Sehingga kami tidak siap dengan surat kuasa itu. Pada akhirnya kami akan menyiapkan secara administrasi surat kuasa itu nanti di minggu depan,” jelasnya.

Sementara itu, berdasarkan dokumen surat dakwaan, JPU menuntut terdakwa dengan dua pasal. Pertama, Pasal 170 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang tindak pidana pengeroyokan dengan pidana penjara maksimal lima tahun enam bulan. Kedua, Pasal 363 ayat 2 KUHP tentang pencurian dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.

Kuasa hukum minta JPU membuktikan dakwaan dalam persidangan

Ilustrasi Hukum (IDN Times/Fadillah)

Melalui sidang itu, kuasa hukum tidak mengajukan eksepsi karena adanya berkas surat kuasa baru. Selain itu, Ariel menilai pembacaan dakwaan awal dari JPU masih bersifat ringan.

"Sehingga tidak ada alasan kami mengajukan eksepsi yang membuat mereka (terdakwa) lama di situ,” kata Ariel.

Ariel memaparkan maksud dari dakwaan ringan berupa pelemparan sebanyak dua kali yang diduga dilakukan para terdakwa. Melalui pembacaan dakwaan itu, JPU belum menerangkan bukti akibat dari pelemparan tersebut.

“Kemudian kan tidak diterangkan akibatnya apakah betul dia mengenai mobil itukah, kemudian retakan nanti. Biar jaksa buktikan itu di dalam persidangan, untuk yang dua ini,” ujar Ariel.

Kuasa hukum akan mengajukan penangguhan penahanan untuk dua terdakwa lainnya

Asap gas air mata mengepul di Jalan Dokter Kusuma Atmaja, sekitar Lapangan Niti Mandala Renon, Denpasar. (IDN Times/Yuko Utami)

Ariel mengatakan, soal tongkat kepolisian yang dituduhkan dicuri, telah dikembalikan oleh para terdakwa. Bagi Ariel, JPU semestinya menghentikan perdebatan yang tidak masuk dalam pokok perkara dan fokus pada pembuktian.

“Untuk pencurian juga soal tongkat itu, tongkat sudah dikembalikan lagi, tidak ada kehilangan,” kata dia.

Pihaknya akan mengajukan penangguhan penahanan untuk dua terdakwa lainnya yang meminta pendampingan. Pengajuan itu bagi Ariel untuk menyediakan hak yang sama dengan terdakwa lainnya.

“Tahanan rumah ada empat, masak tahanan rutan juga ada dua, kan gak ada balance tuh. Jadi kita akan ajukan, kami berharap bahwa Majelis Hakim itu menjadi pertimbangan karena dia satu berkas,” jelasnya.

Editorial Team