Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Film
Balinale (IDN Times/Ayu Afria)

Denpasar, IDN Times - Indonesia di tengah globalisasi saat ini menghadapi tantangan tersendiri dalam dunia perfilman, terutama minat generasi muda terhadap film-film Indonesia. Menurut Menteri Kebudayaan Republik Indonesia, Fadli Zon, hal yang bisa dilakukan adalah dengan saling sharing pengalaman cerita dan budaya yang sangat kaya. Perfilman Indonesia harus memiliki kualitas yang bagus dan dituangkan dalam kualitas script writing sehingga bisa menarik minat generasi muda saat ini.

"Bagaimana supaya anak muda Indonesia mencintai film-film Indonesia? Saya kira sudah mulai, filmnya sendiri harus bagus. Ceritanya sendiri harus bagus gitu," terangnya.

1. Kualitas script writing sineas Indonesia perlu ditingkatkan

Balinale (IDN Times/Ayu Afria)

Menurut Menteri Kebudayaan Republik Indonesia, Fadli Zon, permasalahan script writing di Indonesia masih belum terselesaikan. Hal ini ia ungkap menjadi satu kendala untuk menarik minat generasi muda dalam menonton film Indonesia. Banyak cerita yang bagus dan hebat, namun kemudian memiliki skenario yang jelek sehingga kualitas film menjadi jelek. Untuk menyelesaikan persoalan ini, ia mengatakan diperlukan workshop sehingga meningkatkan capacity building sineas-sineas di Indonesia.

"Film itu kan soft power ya. Film itu adalah soft power. Jadi kekuatan lunak gitu, dan di berbagai negara ini memang menjadi industri yang serius karena soft power itu. Hollywood sudah lama, kemudian Korea. India dengan Bollywood. Saya melihat bahwa mereka tentu ingin masuk dan memengaruhi kita juga. Kita ingin cerita-cerita kita ini ditonton juga oleh dunia," terangnya.

2. Indonesia kekurangan layar untuk pertunjukan film

Deretan kursi bioskop berwarna merah (unsplash.com/@felixmooneeram)

Film animasi saat ini ia ungkap sangat diminati di Indonesia dan menjadi film nomor satu dengan penonton terbanyak di Indonesia. Satu film animasi tersebut mampu mengalahkan genre horor, drama, dan action. Akan tetapi Indonesia kembali dihadapkan pada permasalahan penayangan yakni kurangnya layar. Pemerintah kemudian mendorong adanya investasi di bidang bioskop, terutama daerah kabupaten maupun kota.

Para pelaku industri perfilman juga bisa bekerja sama dengan pemerintah daerah setempat yang memiliki taman budaya atau gedung pertunjukan untuk menggarap peluang tersebut, sehingga semakin banyak film Indonesia yang bisa ditonton.

"Saya melihat peluang di Indonesia ini sangat besar. Memang salah satu kekurangan kita saat ini bioskop. Kita memang masih kekurangan layar. Kalau tidak salah kebutuhan layar kita itu di Indonesia sekitar 10.000 layar, yang ada itu baru 2.500 layar," terangnya.

3. Pemerintah belum punya program penayangan film Indonesia

ilustrasi bioskop (pexels.com/Tima Miroshnichenko)

Sementara itu, Indonesian Director, Writer, and Film Producer, Andibachtiar Yusuf, mengatakan perfilman Indonesia dengan dukungan diversity atau keberagaman memunculkan satu kultur tersendiri yang kemudian menjadi budaya film. Ia menyarankan pemerintah agar membuat peraturan lama penayangan film Indonesia di bioskop minimal 14 hari guna mendukung kemajuan perfilman Indonesia. Aturan ini juga bertujuan untuk menjaga kekuatan promosi perfilman dalam negeri.

"Sebenarnya ini juga sih, pemerintah mesti ngebantu kami untuk bikin positioning juga film Indonesia. Film Indonesia itu, misalnya kan sering kita dibebankan dengan membawa budaya Indonesia. Budaya Indonesia itu yang mana lagi nih karena kan kita kan budaya lokalnya banyak?" katanya.

Editorial Team