Proyek di kawasan Taman Wisata Alam Gunung Batur Bukit Payang, Kabupaten Bangli. (Dok.YLBHI LBH Bali)
Koalisi Advokasi Petani Batur menyampaikan, terdapat beberapa potensi pencemaran, kerusakan, dan kemerosotan sumber daya alam. Termasuk potensi pengaruh terhadap lingkungan buatan, sosial, dan budaya akibat penetapan pengecualian wajib AMDAL yang diterbitkan oleh Dirjen KSDAE Kementerian Kehutanan.
Satu di antaranya terkait dampak lingkungan yang akan memengaruhi lingkungan di Danau Batur, sebagai sumber terbesar air tawar di Bali. Danau Batur menjadi induk mata air dari 11 sungai-sungai besar di Bali seperti Tirtha Telaga Waja, Tirtha Mas Mempeh, Tirtha Pura Jati, dan lainnya.
Selain itu, Danau Batur berfungsi sebagai tempat penampungan air atau water reservoir yang menciptakan ekosistem spesifik untuk menjaga keberlangsungan daur hidrologi bagi Bali secara keseluruhan. Terlebih, Danau Batur termasuk dalam 15 Danau Prioritas Nasional yang harus dilindungi maupun dipulihkan karena telah mengalami tekanan dan degradasi lingkungan, serta dampak lain yang merugikan lingkungan dan penghidupan warga sekitar.
Rhadite melanjutkan, atas landasan itu, pihaknya mengajukan dua tuntutan dalam gugatan tersebut. Pertama, menyatakan batal atau tidak sah Keputusan atas Surat Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Nomor S.908/KSDAE/PJLHK/KSA3/11/2021 tertanggal 19 November 2021. Kedua, mewajibkan Dirjen KSDAE Kementerian Kehutanan untuk mencabut Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) berupa: Surat Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Nomor S.908/KSDAE/PJLHK/KSA3/11/2021 tertanggal 19 November 2021.
“Kami berharap hakim mengabulkan gugatan kami, dan menyatakan bahwa penetapan pengecualian wajib amdal oleh KSDAE adalah perbuatan yang melanggar hukum, dan memerintahkan agar surat pengecualian wajib Amdal tersebut dicabut,” kata Rhadite.
Ia berharap hakim menyatakan kegiatan usaha perusahaan wajib AMDAL. Tanpa berkas itu, usaha dianggap tidak sah.