Ilustrasi ojek (IDN Times/Sukma Shakti)
“Nggak (tidak). Nyantai. Sibuk apa. Wong sepi kerjaan,” jawabnya.
Begitulah jawaban Tariska saat dihubungi IDN Times pada Kamis siang. Tariska dan teman-temannya pun tidak segan-segan mengambil pekerjaan yang jauh dari profesinya sebelumnya. Misalkan, temannya yang sudah melakukan operasi payudara, namun karena kondisi pandemik ini, harus beralih menjadi kuli bangunan demi bertahan di Bali.
“Beda jauh. Yang sekarang dilakukan intinya sekedar bertahan hidup. Mengharapkan pengurangan atau pelonggaran PPKM, PSBB itu. Dilonggarin, dilonggarin, makin ada celah kami bergerak. Mengharapkan itu sebenarnya,” jelasnya.
Tanpa pekerjaan, kebijakan pemerintah semakin ketat. Pembatasan terus diperpanjang. Itulah yang dikeluhkan oleh Tariska dan rekan-rekannya. Saat ini Tariska bertahan dengan bekerja serabutan, yakni menjadi ojek online dan melayani orang yang meminta bantuan. Penghasilan dari bekerja serabutan inilah yang membuat dia bisa bertahan hingga saat ini.
“Kami juga nggak tahu. Sudah habis-habisnya bertahan sampai tanggalnya, eh (kebijakan PPKM) dilanjutkan. Kami kan juga tidak memprediksi itu sebelumnya,” tegasnya.
Lain dengan dirinya, Tariska mengungkapkan nasib temannya yang lain yang sebelumnya berprofesi sebagai pekerja seks (PS) kini juga kelimpungan. Yang dulunya sebelum pandemik bisa mengantongi penghasilan per harinya hingga Rp3 juta. Saat ini harus bertahan dengan seminggu sekali menjadi PS.
“Sekarang ambyar. Aduh seminggu dapat satu aja bersyukur. Lokal murah-murahan kadang disambet buat hanya sekadar bertahan hidup mengisi perut,” jelasnya.