Ilustrasi Sampah Plastik (IDN Times/Aldzah Aditya)
Gede Praja sudah 4 tahun terakhir ini aktif mengenalkan ecobrick ke sekolah dan kelompok masyarakat. Namun semenjak pandemik yang mengharuskan stay at home, pihaknya justru lebih intens di rumah membuat ecobrick. Bahan plastik didapat dari warung-warung yang kemudian dicuci dan dikeringkan. Kini dalam sehari Gede bisa memproduksi hingga 4 ecobricks.
“Kosumsi plastik selama stay at home itu sangat meningkat drastis. Karena ada larangan keluar rumah otomatis kita membeli barang-barang kebutuhan selama 2 sampai 3 hari sekali belanja. Semua barang belanjanya pasti rata-rata menggunakan plastik sekali pakai. Nah sisa plastik yang dipakai daripada mencemari lingkungan, kita selamatkan dengan membuat ecobrick,” jelasnya pada Rabu (10/6).
Apa sebenarnya yang dimaksud dengan ecobricks? Cara ini adalah dengan mengolah botol plastik bekas yang penuh isi plastik bekas kering dan bersih yang tidak terpakai. Ecobrick mempunyai standar kepadatan dari 200 hingga 500 gram tergantung jenis botolnya sehingga bisa berfungsi sebagai balok bangunan yang bisa dipakai berulang kali.
Selain itu juga dapat dibuat dengan material yang tidak bisa terurai secara alami, yang akan mengeluarkan racun bagi lingkungan semisal styropom, kabel kecil, baterai kecil, dan lain sebagainya.
“Membuat ecobrick tergolong mudah, hanya saja membutuhkan teknik tersendiri agar ecobrick yang dihasilkan padat serta bertahan lama. Tak butuh waktu lama untuk membuat ecobricks apalagi sudah mahir dan plastik tersedia,” ucapnya.
Menurutnya kalau membuat di botol yang berukuran 600 ml, perlu waktu 20 hingga 30 menit. Pemula biasanya akan perlu waktu hingga satu jam. Bisa juga selesai dalam waktu tiga hingga seminggu, tergantung ketersediaan plastik.
“Selain plastik dari rumah tangga, saya peroleh dari warung, tukang laundry, bengkel ban sebelum merebaknya virus corona. Selama virus corona ini kami tidak berani mengambil plastik dulu. Ya, kita selamatkan plastik yang ada di rumah saja,” ungkapnya.