Ketika Perjumpaan Bima dengan Dewa Ruci Belum Usai di Tangan Deblog

Denpasar, IDN Times - Belum sempat menuntaskan lukisan Bima Berjumpa dengan Dewa Ruci, perjalanan Gusti Made Deblog sebagai pelukis realis naturalis harus usai. Deblog mengembuskan napas terakhirnya pada 1986, meninggalkan sketsa tokoh Bima dan Dewa Ruci tanpa goresan tinta cina.
Gaung nama Deblog mungkin tak setenar nama-nama pelukis awam asal Bali seperti Tjokorda Gde Agung Sukawati dan I Gusti Nyoman Lempad. Namun, karya Deblog dengan aliran realis naturalisnya patut diperhitungkan. Gurat Institute mendokumentasikan perjalanan Deblog, seorang pelukis yang lahir di masa perang dengan karya mendalam, mencekam, dan menghanyutkan.
1. Kehilangan ayah karena Perang Puputan Badung, kerap melukiskan peperangan

I Made Susanta Dwitanaya, Pendiri Gurat Institute, memaparkan perjalanan Deblog sebagai pelukis realis naturalis. Beberapa bulan sebelum peristiwa Perang Puputan pada 1906, Deblog lahir ke dunia. Ia tumbuh besar di Banjar Tainsiat, Kota Denpasar tanpa sosok ayah. Ayah Deblog, I Gusti Geredag, gugur dalam pertempuran melawan penjajah Belanda. Pamannya, I Gusti Geredeg mengasuh Deblog hingga tumbuh dewasa.
Ketika Deblog berusia 20-an tahun, Ia berguru kepada Yap Sin Tin, seorang imigran dari Taiwan. Yap Sin Tin ahli dalam melukis realistik, khususnya lukisan potret. Tinggal di seberang Puri Gerenceng, Yap Sin Tin mengajari berbagai teknik melukis secara naturalis-realis. Satu metode latihan dari Yap Sin Tin yakni membuat sketsa bagian bagian tubuh secara berulang.
“Metode latihan ini membuat Deblog memiliki sensibilitas yang kuat dalam menggambar secara naturalis-realis,” kata Susanta.
Tumbuh dalam peperangan membuat Deblog mendokumentasikan peristiwa itu. Misalnya, karya yang lahir tahun 1950 berjudul Perang Jagaraga. Melihat karya lukisan Perang Jagaraga, Deblog berupaya menonjolkan sosok pejuang perempuan dengan perspektif dan dimensi yang dekat.
Jika mengacu pada sejarah Perang Jagaraga, masa itu pasukan perang dipimpin oleh Jro Jempiring. Sosoknya penuh semangat selalu memberikan strategi perang yang tak terpikirkan oleh patih kerajaan. Jro Jempiring juga memimpin pasukan sekitar 2.000 lebih orang.
2. Proses kreatif Deblog dalam bayang-bayang gangguan kecemasan

Seiring waktu Deblog berkembang sebagai pelukis realis-naturalis berbakat. Tahun 1942, Deblog memenangkan juara pertama dalam kompetisi lukis Pertoendjoekan II dengan karya berjudul Angkoes Prana. Namun, masa keemasan Deblog meredup tahun 1947 hingga 1960-an akibat gangguan kecemasan.
Selama satu dekade lebih, Deblog berada dalam bayang-bayang peristiwa traumatis. Ia bergelut dalam rasa bersalah karena tidak sengaja memberitahu lokasi seorang veteran masa agresi militer Belanda pascakemerdekaan tahun 1947. Veteran yang memiliki hubungan dekat dengannya itu langsung ditangkap oleh Belanda.
Peristiwa itu membuat Deblog terhanyut pada rasa bersalah dan kecemasan. Ia hanya melukis empat karya di Griya Delod Pasar. Susanta menunjukkan dua koleksi Deblog masa-masa itu, bernuansa gelap dengan tinta cina hitam.
Pelukis Raka Swasta, dekat dengan Deblog dalam masa-masa sulitnya. Raka menjadi pengaruh bagi Deblog menciptakan lukisan berwarna. Tahun 1970, Deblog melukiskan karya bertajuk Angkus Prana III. Penggambaran peleburan dan pertempuran begitu mencekam dengan warna-warni yang darah yang pekat.
3. Hingga akhir hayatnya, inspirasi Deblog datang dari perairan dan lautan

Selain melukis, Deblog merilis kecemasannya dengan berendam di sungai dan laut. Selama berendam ini, ada beberapa karya Deblog yang terinspirasi dari lautan. Karya tersebut di antaranya berjudul Gurita, Alam Dasar Laut, Bima Mencari Amerta, Bima Mencari Amerta II, Watu Gangga, Pedanda Baka, dan karya terakhir yang belum selesai Bima Ruci.
Susanta mengungkapkan, Deblog kerap berendam di sungai dan laut juga. Ia berendam sambil mengamati dan mengimajinasikan berbagai makhluk hidup di dasar laut. Deblog mengembangkan karyanya melalui pengamatan langsung, tapi tetap menyimpan realitas dalam relung jiwanya. “Ada kedalaman-kedalaman yang coba dihadirkan, ada refleksi-refleksi dari dalam dirinya yang coba dihadirkan,” ujar Susanta.
Karya-karya realis-naturalis Deblog menyajikan inovasi dalam dimensi bentuk dan ruang karyanya. Hingga akhir hayatnya, Deblog secara konsisten melukiskan lautan sebagai sarana penciptaan karyanya. Deblog adalah legenda dan selamanya demikian.