Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi e-ktp
Ilustrasi e-KTP. (IDN Times/Wira Sanjiwani)

Tabanan, IDN Times - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tabanan melalui Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) mendata sebanyak 379.766 penduduk tetap Tabanan telah memiliki KTP Elektronik (e-KTP) yang diterbitkan Disdukcapil. Meski capaian ini cukup tinggi, ternyata masih terdapat sejumlah warga yang sudah wajib KTP, namun belum melakukan perekaman. Selain itu juga ada warga yang sudah pindah permanen dari Tabanan namun alamat KTP masih terdaftar di Tabanan.

Kondisi tersebut menjadi perhatian serius karena KTP merupakan identitas dasar yang sangat penting untuk mengakses layanan kesehatan, pendidikan, bantuan sosial, administrasi pemerintahan, hingga urusan hukum. Tanpa KTP, warga berpotensi mengalami hambatan ketika mengurus dokumen atau mendapatkan pelayanan publik yang mensyaratkan identitas resmi.

1. Ketidaksesuaian domisili memiliki konsekuensi administratif

Ilustrasi KTP Pink dan Biru (IDN Times/Pinka Wima)

Kepala Disdukcapil Tabanan, I Gusti Agung Rai Dwipayana, menjelaskan bahwa sebagian besar pemilik KTP Tabanan memang berdomisili di Tabanan, dan ada sedikit yang tinggal tetap di luar daerah seperti Badung, Denpasar, dan bahkan luar Bali.

Ia menegaskan, kondisi tersebut tidak sesuai aturan dan memiliki konsekuensi administratif. Termasuk warga yang memiliki KTP Tabanan namun tinggal permanen di luar daerah, tetap diwajibkan datang langsung ke Tabanan saat mengurus dokumen tertentu.

"Selain itu jika terjadi situasi darurat, seperti kecelakaan, aparat tentu akan menghubungi alamat yang tercantum dalam KTP. Jika pemilik KTP tidak tinggal di alamat itu, proses koordinasi bisa terhambat. Terutama ketika tidak ada kontak keluarga yang dapat dihubungi," ujarnya, Senin (17/11/2025).

2. Dampak sosial yang bisa terjadi karena ketidaksesuaian domisili

potret KTP (dok. Pribadi/Tamara Febriyanti)

Dwipayana juga menyoroti dampak sosial yang dapat muncul dari ketidaksesuaian domisili. Ia mencontohkan kasus seorang warga berinisial MFH yang terlibat aksi unjuk rasa dan diduga merakit bom molotov saat demonstrasi di depan Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Bali, Kota Denpasar pada akhir Agustus 2025 lalu.

Meski beralamat KTP di Desa Nyambu, Kecamatan Kediri, Kabupaten Tabanan, namun dari hasil penelusuran menunjukkan bahwa ia tidak tinggal di desa tersebut dan bukan penduduk asli Tabanan. Situasi seperti ini, menurutnya sering menimbulkan persepsi keliru terhadap daerah penerbit KTP, padahal faktanya pemilik identitas tersebut tidak berdomisili di wilayah itu.

Dwipayana mengatakan, warga perlu memahami pentingnya akurasi data kependudukan karena memiliki dampak langsung terhadap pelayanan publik maupun persepsi warga. Menurutnya, secara administratif hal itu tidak diperbolehkan. Data kependudukan yang tidak sesuai antara tempat tinggal tetap dengan dokumen administrasi dapat menimbulkan berbagai persoalan, mulai dari kesulitan pelayanan hingga potensi salah persepsi terhadap Tabanan ketika terjadi kasus sosial atau kriminal.

"Jadi, di mana tinggal menetap, di sanalah dokumen kependudukan seperti KTP dan KK harus tercatat,” katanya.

3. Data kependudukan harus valid dan bisa dipertanggungjawabkan

Ilustrasi KTP. (IDN Times/Riyanto)

Ia menambahkan, kepastian domisili bukan untuk membatasi perpindahan penduduk, melainkan memastikan bahwa data kependudukan tetap valid dan dapat dipertanggungjawabkan. Kesesuaian alamat KTP dengan domisili aktual akan mempercepat pelayanan, mempermudah penanganan darurat, dan mencegah kesalahpahaman terhadap pemerintah daerah (pemda).

Dwipayana juga mengimbau warga untuk segera memperbarui dokumen kependudukan, terutama bagi warga yang belum melakukan perekaman atau sudah pindah tempat tinggal secara tetap di luar Tabanan.

“Kami mengimbau warga untuk segera melakukan pemutakhiran data. Disdukcapil siap memberikan pelayanan terbaik agar data kependudukan Tabanan semakin valid dan akurat,” katanya.

Editorial Team