Setelah divonis 4,5 tahun penjara dan subsider 4 bulan, Jaja kemudian menjadi Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) Lapas Klas II A Kerobokan. Ia menggambarkan bagaimana tempatnya pada saat itu ibarat dunia kecil atau masyarakat kecil.
Selain ada struktur sosial, kondisinya pun lebih baik bila dibandingkan dengan Rutan Polresta Denpasar. Namun belakangan, ia baru menyadari bahwa tetap saja barang haram bisa menembus dinding Lapas. Bahkania bisa mendapatkannya dengan sangat mudah.
“Gak sulit. Merem (Memejamkan mata) aja datang (Narkoba). Ada yang megang peranan,” katanya.
Ia kemudian dimasukkan ke sebuah blok yang over kapasitas, yakni mencapai 180 orang. Sementara di dalam kamar ukuran 4x4 meter, dihuni antara 20 sampai 35 orang.
Namun kamar ini rupanya bisa dimodifikasi menjadi dua lantai. Warga binaan yang menghuni lantai atas dari papan, khusus buat orang-orang berduit. Selama menjalani hukuman, Jaja merupakan tukang membuat dek kamar di dalam kamar lapas ini.
“Dibikin sendiri. Jadi biar di atas juga ada. Biaya sendiri. Yang berani bayar."
Biaya pembuatan dek kamar ini rupanya sangat mahal. Selain karena bahan baku yang masuk ke dalam Lapas harganya naik tiga kali lipat, juga perlu atensi khusus. Hanya tokoh-tokoh tertentu dan orang berduit yang bisa menempati dek kamar tersebut.
“Satu kamar kami bikin, yang punya duit ya, itu sampai Rp50 juta habis. Satu orang. Paling gak dijadikan dua kamar di atas. Gak bisa full semuanya dia pakai. Itu dibagi dua,” ungkapnya.
Sedangkan warga binaan tak berduit, dihadapkan oleh sajian masakan yang mati rasa. Makanan dimasak untuk kapasitas besar, sehingga lebih diutamakan jumlahnya. Pada saat itu hanya 20 orang warga binaan yang mengurusi dapur dan menyiapkan makanan untuk 1.800 orang lainnya dengan intensitas tiga kali sehari. Tentunya ini berat bagi mereka yang fokus dengan cita rasa.
Kondisi paling jelek yang ia hadapi adalah memakan nasi dari beras jatah yang sudah lawas. Nasi tersebut sudah berubah rasa dan warnanya sedikit kehitaman. Mereka pun memilih tidak mengeluh karena tidak ada bahan pilihan lain untuk dimasak. Sementara itu bagi warga binaan yang berduit, mereka bisa membeli makanan dari luar atau memesan menu tertentu di dapur Lapas.