Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Sisi kanan adalah Sekolah Ekoturin di Dusun Pengalusan, Desa Ban, Kecamatan Kubu, Kabupaten Karangasem. (IDN Times/Yuko Utami)
Sisi kanan adalah Sekolah Ekoturin di Dusun Pengalusan, Desa Ban, Kecamatan Kubu, Kabupaten Karangasem. (IDN Times/Yuko Utami)

Denpasar, IDN Times - Pada tahun 2024, kasus perkawinan anak di Bali meningkat 10 persen. Ini berdasarkan data dari pengadilan terkait pengajuan dispensasi kawin. Tahun 2023, ada 335 dispensasi kawin yang diajukan, sedangkan tahun 2024 ada 368. 

Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD) Provinsi Bali mengkritisi implementasi pemberian dispensasi kawin ini. Sekaligus menegaskan bahwa perkawinan anak sebagai kasus yang membutuhkan penanganan lintas sektor. Berikut ini informasi selengkapnya.

1. Pengadilan harus memperhatikan tata cara pemberian dispensasi kawin

ilustrasi hukum (pexels.com/KATRIN BOLOVTSOVA)

Ketua KPAD Provinsi Bali, Ni Luh Gede Yastini, menjelaskan pemberian dispensasi kawin seharusnya memperhatikan kembali tata cara dalam Peraturan Mahkamah Agung RI. Seperti syarat surat keterangan sehat, pengadilan tidak hanya memperhatikan kesehatan fisik saja.

"Benar benar harus dilihat secara utuh kondisi anak itu," katanya.

Memperhatikan kondisi anak secara utuh ini meliputi kesehatan fisik dan psikis anak tersebut. “Usia anak di bawah 14 tahun, secara fisik dan psikis dia siap gak sih? Tidak hanya dengar dari orangtua saja atau mengikuti kata orangtua karena takut,” ungkap Yastini.

Selain itu, nasib anak serta pendidikannya harus diperhatikan dan jadi pertanyaan pihak pengadilan.

2. Ajukan dispensasi perkawinan sebelum kawin

ilustrasi berkas (pexels.com/Pixabay)

Yastini mengungkapkan, sebagian besar dispensasi perkawinan yang diajukan setelah melakukan perkawinan secara adat.

“Sebelum dilakukan perkawinan ajukan dulu dispensasi kawinnya. Rata-rata pengadilan memberikan izin karena sudah terlanjur dikawinkan di adat atau kedua karena sudah hamil,” ujar perempuan yang akrab disapa Yas ini.

Ia berharap, pengajuan dispensasi dilakukan terlebih dahulu sebelum melangsungkan perkawinan. Sebab, ada kasus yang baru terungkap karena ditutupi perkawinan adat dan dispensasi kawin. Kasus di Desa Jehem, Kabupaten Bangli misalnya, anak perempuan yang dikawinkan secara adat diketahui sebagai korban pemerkosaan setelah pengajuan dispensasi kawin. Pelaku adalah orang dewasa akhirnya dipidana penjara.

3. Dibutuhkan keterlibatan lintas sektor

Kondisi medan jalan menuju Sekolah Ekoturin di Manikaji. (IDN Times/Yuko Utami)

Penanganan kasus perkawinan anak di Bali dibutuhkan keterlibatan lintas sektor. Seperti pendidikan, ekonomi, lingkungan, dan sebagainya. Pihak keluarga dapat mencegah perkawinan anak jika sektor ekonomi mampu berbenah. 

Begitu pula dengan pendidikan, sebab dari penjelasan Yastini, mayoritas anak-anak yang melakukan perkawinan anak dalam kondisi putus sekolah. Sisi lainnya data perkawinan anak saat ini masih mengacu pada dispensasi kawin karena sulitnya mencari data riil perkawinan anak yang tertutup di beberapa desa tingkat kemiskinan dan akses pendidikan sulit.

Editorial Team