Ilustrasi gempa (IDN Times/Sukma Shakti)
Sebagaimana naluri seorang ibu, Bidayati tidak sabar dengan arahan KBRI yang menyuruhnya menunggu kabar. Ia berusaha sendiri melalui grup WhatsApp untuk mencari informasi keberadaan anak perempuannya. Barulah dengan data yang ia kirim, teridentifikasi anaknya menjadi korban gempa. Kabar tersebut ia terima sesampainya di Jombang, pukul 22.00 Wita.
“Namanya hati seorang ibu kan, gak tahan jawaban dari KBRI. Kebetulan saya kan juga masuk grup WNI yang tinggal di Turki. Semua tak masukin grup, tak kirimin foto anak saya. Terus teman-teman di anggota grup itu. Ya otomatis mereka gak bisa memberi jawaban juga,” ungkapnya.
Kabar anaknya, menantu, dan cucunya ditemukan tidak bernyawa ini membuatnya sedih. Kakak korban sempat meminta jenazah adiknya dipulangkan ke Indonesia. Namun setelah mendapat penjelasan dari pihak KBRI, akhirnya keluarga menerima keputusan jenazah Nia dimakamkan di Turki.
“Bisa dipulangkan, tapi karena ini kan tertindih reruntuhan. Bisa, itu bisa. Tapi paling sampainya seminggu, dua minggu. Nah, karena kita kan Muslim, sedikit tidak itu kan pemakamannya disegerakan. Ya akhirnya ya itulah kita rundingan. Ya kalau saya sebagai ibu, ya saya ikhlas, di manapun Nia dimakamkan. Di sana buminya Tuhan yang punya juga kan,” ungkapnya sambil menahan tangis.
Pemakamannya dilakukan Kamis (9/2/2023), selepas salat Ashar Waktu Indonesia Tengah dan pihak keluarga dikirimkan video. Namun Bidayati tidak kuasa melihat kondisi cucunya yang selama ini belum pernah ia peluk.
“Ya Alhamdulillah. Bersih (wajahnya) kayak ndak tertindih reruntuhan begitu. Merem. Tapi kan saya ngak kuat ya, namanya naluri seorang ibu. Pas ngelihat wajah cucu, saya tidak kuat,” jelasnya.