Keluarga Kecewa Tuntutan Pembunuh Putu Satria Terlalu Ringan

Klungkung, IDN Times - Tiga terdakwa kasus penganiayaan terhadap taruna di Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) Jakarta yaitu Tegar Rafi Sanjaya, I Kadek Adrian Kusuma Negara, dan Farhan Abubakar, telah menerima tuntutan pidana penjara yang berbeda dari Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Jaksa menuntut Tegar dengan hukuman penjara selama 6 tahun, Farhan 3 tahun 6 bulan, dan Kadek 2 tahun penjara dalam perkara dengan Nomor 866/Pid.B/2024/PN Jkt.Utr.
Pihak keluarga dari almarhum Putu Satria Ananta Rustika mengungkapkan kekecewaannya atas tuntutan yang diajukan oleh jaksa. Ibu dari Putu Satria, Ni Nengah Rusmini, merasa hukuman yang dijatuhkan terlalu ringan. Mengingat tindakan penganiayaan yang menyebabkan meninggalnya Putu Satria.
"Kami berharap hakim yang terhormat dapat mempertimbangkan kembali tuntutan tersebut, dan pada vonis nanti bisa memberikan kami keadilan yang sesungguhnya kepada kami selaku korban,” ujar Rusmini, Rabu (22/1/2025).
1. Rusmini berpendapat, tuntutan jaksa tidak mencerminkan keadilan

Ibu dari mendiang Putiu Satria, Ni Nengah Rusmini, menyatakan tuntutan jaksa tidak mencerminkan keadilan atas kehilangan yang mereka alami.
“Anak kami sudah kehilangan nyawanya, masa mudanya hilang, kami sebagai orangtua kehilangan anak kebanggaan kami yang seharusnya bisa merawat kami di masa tua dan membimbing adik-adiknya. Kami sangat kehilangan sosok itu,” kata Rusmini, Rabu (22/1/2025).
2. Rusmini berharap terdakwa divonis hukuman setimpal

Rusmini berharap agar hakim dalam memberikan vonis yang nantinya dapat mempertimbangkan perasaan keluarga dan memberikan keputusan yang seadil-adilnya. Ia berharap para terdakwa divonis dengan hukuman setimpal.
“Kami berharap hakim yang terhormat dapat mempertimbangkan kembali dan memberikan kami keadilan yang sesungguhnya,” ujarnya.
3. STIP berencana bangun patung Putu Satria

STIP Jakarta berencana akan membangun patung untuk mengenang Putu Satria Ananta Rustika, taruna asal Kabupaten Klungkung yang menjadi korban kekerasan hingga meninggal dunia di kampus tersebut.
"Semoga patung almarhum tidak hanya jadi hiasan semata, tetapi dapat menjadi pengingat agar tidak ada lagi tindak kekerasan di dunia pendidikan di Indonesia, khususnya di kampus STIP," ungkap Rusmini.