Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Lokasi longsor di Desa Pikat, Klungkung. (IDN Times/Wayan Antara)

Klungkung, IDN Times - Musibah longsor di Desa Pikat, Kabupaten Klungkung pada  Jumat lalu, 17 Januari 202, menyisakan duka yang mendalam bagi keluarga korban. Musibah ini merenggut empat korban jiwa. Mereka merupakan warga yang melakukan kegiatan spiritual di Pasraman Tirta Sari, Desa Pikat, yang menjadi lokasi longsor.

Tiga korban meninggal berhasil dievakuasi, pada Sabtu (19/1/2025) malam. Mereka adalah Wayan Nata dari Banjar Klodan, Desa Pesinggahan; Ketut Surata asal Dusun Glogor, Desa Pikat; dan I Wayan Mudiana asal Banjar Timbul, Desa Pesinggahan. Sementara korban yang dievakuasi, pada Senin (20/1/2025) pagi, adalah I Nengah Mertayasa, asal Banjar Timbul, Desa Pesinggahan.

"Total ada empat warga yang meninggal dunia dalam musibah ini. Tiga berasal dari Desa Pesinggahan, dan satu korban dari Desa Pikat," ungkap Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Klungkung, I Putu Widiada.

Ada dua korban lainnya mengalami patah tulang, dan menjalani operasi di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Klungkung. Sedangkan satu warga sisanya sudah diperbolehkan pulang karena mengalami luka ringan. Lokasi longsor ini dikenal sebagai tempat meditasi dan penyembuhan alternatif.

"Setahu saya setiap minggu, ada aktivitas meditasi di tempat ini. Tapi saya tidak tahu aktivitas lain apa saja, yang pasti orang berobat datang ke sini. Setelah sembuh mereka sering ke sini," ungkap warga setempat, Jro Mangku Wiparsa.

1. Wayan Mudiana meminta canang ke istri sebelum musibah

Keluarga korban longsor I Wayan Mudiana. (IDN Times/Wayan Antara)

Ni Nengah Rengkig sangat terpukul atas kepergian sang suami, Wayan Mudiana. Ia tidak menyangka suaminya menjadi korban longsor di Desa Pikat.

"Saya merasa sangat hancur," ujar Rengkig sembari menangis saat ditemui di rumah duka Desa Pesinggahan, Senin (20/1/2025).

Ia mengaku tidak mengetahui jika suaminya ada di pasraman tersebut. Karena sebelumnya tidak pernah bercerita tentang aktivitas spiritual yang dilakukan suami. Rengkig tahu jika suaminya memang rajin bersembahyang.

"Kemarin sebelum kejadian, suami saya minta canang. Saya katakan ambil saja. Saya tidak tahu ia ke mana dan bersama siapa," ungkap Rengkig dengan suara terbata-bata karena terus menangis.

2. Ketut Subrata kehilangan dua kerabat sekaligus, merasa sangat terpukul

Keluarga korban longsor I Wayan Nata dan Nengah Mertayasa. (IDN Times/Wayan Antara)

Rasa duka mendalam juga dirasakan Ketut Subrata. Ia sangat terpukul karena kehilangan dua kerabatnya sekaligus, yakni Wayan Nata dan Nengah Mertayasa. Ia mengetahui kabar musibah itu saat paruman (rapat) di balai banjar. Lalu tersebar dalam grup WhatsApp jika dua kerabatnya jadi korban tanah longsor.

"Walau mereka kerabat saya, tapi kami tidak intens komunikasi. Jadi saya tidak tahu, kenapa mereka ada di sana (Pikat)," kata Subrata.

Ia akan menggelar rapat keluarga, untuk upacara pemakaman kedua korban longsor tersebut.

3. Lastra kaget dapat kabar sang kakak meninggal

Keluarga korban longsor I Ketut Surata. (IDN Times/Wayan Antara)

Nengah Lastra terpukul kakaknya, Ketut Surata, menjadi korban meninggal dalam peristiwa longsor. Surata merupakan warga asal Banjar Gelogor, Desa Pikat, yang selama ini merantau dan tinggal di Kota Denpasar. Menurut Lastra, kakaknya ini jarang pulang ke Desa Pikat.

"Saya tidak tahu aktivitas kakak saya di sana (pasraman). Tiba-tiba saya dapat kabar kakak saya meninggal," ujar Lastra.

Jenazah kakaknya dipulangkan ke rumah duka Senin siang, selanjutnya dibawa ke rumah duka untuk upacara nyiramin, dan langsung disemayamkan (dikubur) di setra. 

"Saya masih menunggu mobil ambulans untuk memberangkatkan jenazah kakak saya menuju rumah duka," kata Lastra.

Editorial Team