ilustrasi beras premium (vecteezy.com/Bigc Studio)
Santiawan melanjutkan dari hasil penyelidikan, tim jaksa penyidik mendapat fakta-fakta hukum adanya pengadaan beras antara Perumda Dharma Santhika dengan DPC Perpadi Tabanan pada bulan September 2020 sampai dengan Agustus 2021 yang tidak sesuai dengan spesifikasi yang telah disepakati yaitu pengadaan beras dengan kualitas premium. Namun, yang diberikan oleh DPC Perpadi Tabanan kepada Perumda Dharma Santhika adalah beras dengan kualitas medium. "Bahwa masing-masing pihak mengetahui anggota DPC Perpadi tidak dapat menghasilkan beras dengan kualitas premium. Semuanya belum memiliki sertifikasi untuk itu," ujar Santiawan.
Selain itu dalam pelaksanaannya, tersangka IPSD, selaku Direktur Umum Perumda Dharma Santhika dan IWNA selaku Manager Unit Bisnis Ritel tidak melaksanakan tata kelola perusahaan antara lain, tidak adanya Rencana Bisnis, RKAP, Standar Operasional Prosedur (SOP) dan Quality Control (QC). Namun para tersangka tetap melaksanakan kesepakatan tersebut.
Akibat perbuatan ini negara dirugikan berdasarkan hasil penghitungan kerugian negara yang telah dilakukan oleh Perwakilan BPKP Provinsi Bali sebesar Rp1.851.519.957,40. Perbuatan para Tersangka melanggar Pasal 2 Ayat (1) Jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 64 ayat (1) Jo. Pasal 55 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Pasal 3 Ayat (1) Jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 64 ayat (1) Jo. Pasal 55 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.