Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi kekerasan dalam rumah tangga KDRT (IDN Times/Muhammad Tarmizi Murdianto)

Tabanan, IDNTimes - Kejaksaan Negeri (Kejari) Tabanan resmi menghentikan proses penuntutan terhadap seorang pria berinisial IMM. Pelaku terlibat perkara kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang dilakukannya terhadap sang istri. Kasusnya diselesaikan melalui mekanisme keadilan restoratif (restorative justice).

Meski berakhir secara damai, namun pelaku tetap mendapatkan sanksi sosial. Pelaku diharuskan melakukan pembersihan Pura Dukuh Sakti di Desa Kukuh, Kecamatan Kerambitan, Kabupaten Tabanan, selama tujuh hari dimulai dari tanggal 18 Juni 2025 hingga 24 Juni 2025.

1. Kasus berawal dari pesan WhatsApp

ilustrasi aplikasi WhatsApp (pixabay.com/antonbe)

Kepala Kejari Tabanan, Zainur Arifin Syah, mengatakan kasus KDRT yang dilakukan IMM bermula saat ia memeriksa isi pesan WhatsApp istrinya. Dalam aplikasi tersebut, IMM membaca pesan dari seseorang yang tidak ia kenal. Terbakar api cemburu, IMM menghubungi istrinya dan mengajak bertemu di depan warung lalapan wilayah Desa Dauh Peken, Kecamatan Tabanan.

"Di sana mereka terlibat adu mulut. Emosi tersangka memuncak hingga membanting ponsel korban, dan memukul korban dua kali menggunakan tangan mengepal mengenai bagian bibir," ujarnya, Rabu (24/6/2025).

2. Tersangka terjerat UU 23 Tahun 2004

Ilustrasi KDRT. (IDN Times/Aditya Pratama)

Kasus KDRT ini kemudian dilaporkan ke pihak berwajib dan ditangani Kejari Tabanan. Tersangka dijerat Pasal 44 ayat 1 dan 4 Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Namun, berdasarkan syarat dan ketentuan dalam Peraturan Jaksa Agung RI Nomor 15 Tahun 2020 Tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif, perkara ini dinilai layak untuk diselesaikan secara damai atau biasa disebut restorative justice. Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Tabanan pada 15 Mei 2025, melakukan memfasilitasi antara tersangka dan korban.

"Mereka sepakat berdamai tanpa syarat dalam pertemuan yang dihadiri perwakilan tokoh adat, agama, serta masyarakat. Proses perdamaian ini berlangsung di Balai Desa Dauh Peken dan dituangkan dalam berita acara yang sah," kata Zainur.

3. Tersangka terkena sanksi sosial

Ilustrasi hukum. (IDN Times/Mardya Shakti)

Zainur melanjutkan, Kejari Tabanan secara resmi mengeluarkan Surat Ketetapan Penyelesaian Perkara berdasarkan Keadilan Restoratif Nomor: B-1726/N.1.17/EKU.2/06/2025 pada 13 Juni 2025. Surat ketetapan tersebut menyatakan bahwa penuntutan terhadap tersangka IMM dihentikan. Ia dikembalikan ke keluarga dan masyarakat, serta harus menjalani sanksi sosial berupa pembersihan pura selama tujuh hari.

Menurut Zainur, langkah ini merupakan implementasi keadilan restoratif dalam menangani perkara kekerasan ringan, dengan mengutamakan pemulihan hubungan sosial, kemanusiaan antarpihak, serta pengenaan sanksi adat atau kerja sosial yang dikenakan kepada tersangka yakni melakukan pembersihan Pura Dukuh Sakti. Sanksi ini berlaku selama tujuh hari, dimulai dari tanggal 18 hingga 24 Juni 2025.

"Hal ini sesuai dengan napas KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) nasional yang mengedepankan rehabilitasi, restoratif, dan reintegrasi yang nantinya mulai berlaku tanggal 2 Januari 2026," katanya.

Editorial Team