Suratno melanjutkan, korban dijerat utang melalui surat kontrak yang dibuat para tersangka. Korban diminta menyalin surat pernyataan, seolah-olah ia bekerja tanpa paksaan.
“Beberapa hari usai bekerja korban, kemudian disodori kontrak kerja yang isinya selama enam bulan itu kalau berhenti kerja, korban harus mengganti rugi kerugian transport dan lain-lain senilai Rp10 juta. Kemudian juga korban disodori surat pernyataan dan oleh korban disalin kembali seolah-olah dia bekerja di situ tidak ada paksaan,” terangnya.
Ibu korban yang bekerja di luar negeri lantas menghubungi korban dan diminta untuk pulang, pada Jumat (3/1). Dengan alasan tidak menyetujui pekerjaan anaknya tersebut. Dari situ korban mengaku bahwa dia tidak bisa pulang begitu saja karena sudah meneken kontrak yang disodorkan oleh tersangka.
Pada Minggu (12/1), kakak Ipar korban datang ke Bali bermaksud untuk mengajak korban pulang. Namun oleh PR, korban diperkenankan pulang asal melunasi Rp10 juta tersebut.
“Merasa dirugikan dan tidak mampu membayar, kemudian kakak Ipar korban ini meminta perlindungan kepada Polda Bali untuk penanganan lebih lanjut,” jelasnya.