Hingga saat ini, Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) masih menyelidiki penyebab jatuhnya pesawat Lion Air JT 610 di Tanjung Karawang, Jawa Barat.
Kepala Badan SAR Nasional (Basarnas), Marsdya TNI M Syaugi, mengatakan saat jatuh, beacon Emergency Local Transmitter (ELT) di pesawat Lion Air tersebut tidak terpancar atau memancarkan sinyal destress. Sehingga jatuhnya pesawat ini tidak terpantau Medium Earth Orbital Local User Terminal (MEO LUT) yang ada di kantor pusat Basarnas.
ELT disebut juga sebagai Emergency Locator Beacon Aircraft (ELBA) atau perangkat suar penentu lokasi untuk pesawat. Istilah ELBA ini diberikan International Civil Aviation Organization (ICAO) atau Organisasi Penerbangan Sipil Internasional. Fungsi alat ini untuk memancarkan sinyal radio agar lokasinya bisa diketahui sistem deteksi yang ada.
Perangkat sejenis ELBA yang dipasang di kapal dinamakan Emergency Position Indicating Radio Beacon (EPIRB). Selain itu, ada pula alat sejenis untuk perorangan, yakni Personal Locator Beacon (PLB). Berbeda dari ELBA dan EPIRB, PLB hanya bisa diaktifkan secara manual. Metode ELBA telah diterapkan lebih dari tiga dekade dan diyakini keandalannya oleh negara-negara maju di dunia.
Yang pasti, menurut Syaugi, beacon pesawat tersebut telah teregistrasi dan dinyatakan baik sampai Agustus 2019. Sementara, lokasi jatuhnya pesawat berada di sekitar koordinat 05.46.15 S-107.07.16 E atau berjarak 34 NM dari Kantor SAR Jakarta, atau 25 NM dari Tanjung Priok, atau 11 NM dari Tanjung Karawang.
Sementara, Ketua Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Soerjanto Tjahjono, mengatakan pihaknya belum dapat memastikan penyebab jatuhnya pesawat Lion Air JT 610. KNKT harus menemukan blackbox untuk memastikan jatuhnya pesawat.