Ilustrasi anak-anak (IDN Times/Ayu Afria)
Siti Sapurah mengungkapkan pengalamannya selama 2 kali menjadi saksi ahli dalam perebutan hak asuh anak di Bali. Saat bercerai, sang ibu dilarang oleh suaminya untuk menemui anak-anaknya. Siti Sapurah mengaku miris melihat kenyataan tersebut karena pada akhirnya anak juga menjadi korban. Anak juga turut diceraikan dengan ibu kandungnya. Padahal kondisi tersebut tidak seharusnya terjadi.
“Miris ya, miris juga. Kenapa? Dalam Undang-undang Perlindungan Anak, seharusnya orangtua itu jika dia bercerai dan tidak bisa sejalan dalam rumah tangga, anak jangan diajak ikut bercerai berai juga. Artinya seperti itu. Jangan sampai setelah perkawinannya itu pecah, hanya satu orang mengakui bahwa akulah orangtua yang paling berhak mengasuh. Itu nggak boleh,” ungkapnya.
Masing-masing orangtua yang sudah berpisah juga dilarang mendoktrin anaknya bahwa salah satu pihak di antara keduanya salah atau tidak baik. Jika ini terjadi, maka anak akan menanamkan kebencian terhadap salah satu orangtua kandunganya sampai mereka dewasa.
“Ia kehilangan figur bapaknya atau kehilangan figur ibunya. Jika salah satu menguasai secara 100 persen, tentu sangat tidak baik bagi perkembangan psikologi anak,” ungkapnya.