Beli Migor Pakai PeduliLindungi, Nambah Kerjaan Saja

Mencatat NIK setiap orang adalah pekerjaan yang melelahkan

Denpasar, IDN Times - Pengguna smartphone di Indonesia rasanya hampir semuanya mengunduh PeduliLindungi. Tujuan awal diciptakannya aplikasi ini adalah untuk screening, tracing, hingga penerapan protokol kesehatan. Jadi kalau tidak mengunduhnya, jangan harap masyarakat bisa masuk ke dalam mal, tempat wisata, rumah peribadatan, pasar tradisional hingga modern.

Begitu pula perusahaan industri dan perusahaan kawasan industri yang mendapat rekomendasi dari Kementerian Perindustrian (Kemenperin), wajib menyediakan hak akses penggunaan aplikasi PeduliLindungi. Apabila melanggar ketentuan ini, mereka harus menghadapi sanksi administratif hingga pembekuan Izin Operasional dan Mobilitas Kegiatan Industri (IOMKI), dilansir Kemenperin.go.id. Kebijakan ini diatur dalam Surat Edaran Menteri Perindustrian Nomor 5 Tahun 2021 tentang Perubahan atas SE Menperin No 3 Tahun 2021 tentang Izin Operasional dan Mobilitas Kegiatan Industri (IOMKI) Pada Masa Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Covid-19, dan mulai diterapkan 10 September 2021.

Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin, sendiri meluncurkan fitur QR Code PeduliLindungi secara virtual di Jakarta, Kamis (7/10/2021) lalu. Kala itu ada 15 aplikasi yang sudah terintegrasi dengan PeduliLindungi di antaranya GoJek, Grab, Tokopedia, Traveloka, Tiket.com, Dana, Livin' by Mandiri, Cinema XXI, Link Aja, GOERS, Jaki, BNI Mobile, M-Cash, Shopee, dan Loket.com.

Hampir satu tahun berjalan, aplikasi besutan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), Kementerian BUMN, dan PT Telkom Indonesia ini kembali dimanfaatkan untuk membeli Minyak Goreng Curah Rakyat (MGCR) seharga Rp14.000 per liter atau Rp15.500 per kilogram. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves), Luhut Binsar Pandjaitan, mengumumkan sosialisasi dan transisi penggunaannya selama 2 minggu, terhitung sejak 27 Juni 2022.

Artinya, masyarakat nanti dihadapkan pada dua pilihan jika ingin membeli MGCR: membawa smartphone untuk scan QR Code PeduliLindungi, atau menunjukkan Nomor Induk Kependudukan (NIK) di e-KTP.

Baru sosialisasi, sudah ada polemik di tengah masyarakat dan pedagang. Ada yang mengatakan ribet, tidak praktis, tidak tahu "Apa itu aplikasi?", sampai nambah-nambahin kerjaan saja. Dinas terkait pun belum menerima petunjuk pelaksanaan (Juklak) dan petunjuk teknis (Juknis). Pengamat kebijakan publik turut berpendapat, bahwa pemerintah yang seharusnya fokus mengatasi kelangkaan dan mengurusi persoalan tata niaga atau mekanisme pasar, justru menyulitkan kehidupan masyarakat.

Berikut ini hasil liputan jurnalis regional IDN Times yang tersebar di 13 provinsi Indonesia.

1. Sebelum membahas polemik ini, pasti ada yang bertanya-tanya "Mengapa Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) turut dilibatkan dalam program Minyak Goreng Curah Rakyat (MGCR)?"

Beli Migor Pakai PeduliLindungi, Nambah Kerjaan SajaMenteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Pandjaitan (Instagram.com/luhut.pandjaitan)

Pada 23 Mei 2022 lalu, Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag), Oke Nurwan, memberikan jawabannya alasan Luhut turut dilibatkan dalam permasalahan minyak goreng curah bersubsidi, yang awalnya berada di bawah komando Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto.

Mengacu pada Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) 33 Tahun 2022 Tentang Tata Kelola Program Minyak Goreng Curah Rakyat (MGCR), Kemendag harus memiliki aplikasi digital yang menyediakan fitur untuk memuat data produsen minyak goreng, data Pelaku Usaha Jasa Resmi (PUJLE), data pengecer, data konsumen dengan merekam NIK, data transaksi, serta data rekapitulasi transaksi harian pembelian, penjualan, dan stok.

Oke berpendapat, selama Luhut menjabat sebagai Koordinator Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Jawa-Bali, aplikasi PeduliLindungi berhasil diterapkan.

"Pak Luhut sangat berpengalaman di PPKM, PeduliLindungi berhasil," kata Oke kepada awak media di Kantor Kemendag, Jakarta, Senin (23/5/2022).

Luhut, kata Oke, menawarkan aplikasi PeduliLindungi untuk menangani masalah minyak goreng, terutama dalam membantu pelacakan distribusi dan kondisi stok MGCR. Karena distribusi MGCR ke masyarakat menggunakan basis data NIK, maka aplikasi ini dimanfaatkan.

"(PeduliLindungi) dimanfaatkan, makanya arahnya NIK, bukan KTP," ungkap Oke.

Berawal dari wacana tawaran itu, pada Juni 2022, Pemerintah Indonesia semakin mantap menggunakan PeduliLindungi untuk melacak distribusi dan kondisi stok MGCR. Luhut mengumumkan sosialisasi dan transisi penggunaannya selama 2 minggu, mulai 27 Juni hingga pertengahan Juli 2022.

Aplikasi PeduliLindungi diintegrasikan ke pengecer MGCR yang tergabung dalam Sistem Informasi Minyak Goreng Curah (SIMIRAH 2.0), atau PUJLE yakni Warung Pangan dan Gurih.

Beli Migor Pakai PeduliLindungi, Nambah Kerjaan SajaInfografis membeli minyak goreng curah rakyat PeduliLindungi. (IDN Times/Sukma Shakti)

Konsumen dibatasi pembeliannya maksimal 10 kilogram untuk satu NIK per hari. Hingga saat ini, jumlah pengecer yang terdaftar di Kemendag dan Kemenperin mencapai lebih dari 40 ribu. Berikut ini tata cara membeli MGCR melalui aplikasi PeduliLindungi:

  • Pembeli mengecek daftar toko pengecer yang telah terdaftar di SIMIRAH 2.0 dan PUJLE melalui situs minyak-goreng.id atau https://linktr.ee/minyakita
  • Pembeli datang ke toko pengecer, lalu scan QR Code menggunakan PeduliLindungi
  • Apabila hasil scan berwarna hijau, maka pembeli bisa membeli MGCR
  • Apabila hasil scan berwarna merah, maka pembeli sudah mencapai batas ketetapan maksimal harian untuk membeli MGCR sejumlah 10 kilogram/NIK/hari
  • Jika tidak memiliki PeduliLindungi, maka pembeli bisa menunjukkan NIK kepada pengecer dan akan didata.

Sekarang, apa kata masyarakat, pedagang, pemerintah daerah, dan pengamat?

2. Belum apa-apa, pedagang merasa kebijakan ini menambah kerjaan, menyusahkan wong cilik, hingga mendapat ancaman dari konsumen tidak akan membeli dagangannya jika diterapkan

Beli Migor Pakai PeduliLindungi, Nambah Kerjaan SajaIlustrasi pedagang minyak goreng curah. (IDN Times/Adeng Bustomi)

Seorang pedagang toko kelontong di Jalan Trengguli, Kecamatan Denpasar Timur, Provinsi Bali, Ni Putu Sinta (30), tidak paham dengan kebijakan pemerintah ini. Ia menilai kebijakannya menyulitkan masyarakat, bahkan hanya sekadar untuk mendapatkan minyak goreng. Ia tegas menyatakan tidak setuju penggunaan KTP hingga aplikasi PeduliLindungi, karena dianggap tidak efektif di masyarakat.

“Kalau aku sih rasanya keberatan dengan kebijakan pemerintah seperti ini. Janganlah bikin ribet masyarakat, terutama emak-emak yang gaptek handphone. Iya kalau orangnya punya handphone, kalau gak gimana? Awalnya beli minyak harus setor KTP, kadang-kadang gak ngerti sama aturan yang dibikin,” katanya.

Seharusnya pemerintah memahami, bahwa tidak semua masyarakatnya mengerti teknologi. Jadi kebijakan ini dinilai hanya menambah keribetan di lapangan. Seandainya pembeli menguasai teknologi, mereka biasanya belanja secara terburu-buru dan tidak sempat mengakses aplikasi. Apabila kebijakan ini jadi diterapkan, tentu akan membuat kewalahan pedagang maupun konsumennya.

“Kalau gitu, ya kemungkinan gak jual minyak curah. Mungkin kalau aku yang full (kerja) di warung, masih bisalah ya. Ini kan ibu yang full di warung dan dia gaptek pula pakai handphone,” ungkapnya.

Pedagang di Surabaya, Provinsi Jawa Timur, Vivi (38), menilai penerapan ini cukup menyulitkan pembeli dan penjual. Terutama kalau pembelinya lansia yang belum bisa mengoperasikan smartphone.

"Ribet, kalau mereka (pembeli) tidak bawa HP (handphone) terus kita gimana, masak mau nyuruh mereka pulang. Ya kita kan gak dapat pembeli, rugi kita," ujarnya.

Euforia pembeli minyak goreng pun tak seperti dulu. Pembeli minyak goreng cenderung sepi. Kebanyakan yang membeli minyak goreng curah adalah para pedagang, bukan rumah tangga.

"Saiki sepi seng tuku minyak gak koyok mbiyen (sekarang sepi yang beli minyak, tidak seperti dulu). Minyak curah yang beli kebanyakan dari pedagang, kalau kemasan yang beli ibu rumah tangga," katanya.

Sistem jual beli minyak goreng curah menjadi tidak praktis. Dari tingkat konsumen saja, pembeli harus membawa smartphone  atau KTP untuk menunjukkan NIK. Lalu pedagangnya, juga harus mencatat NIK konsumen untuk pendataan. Mencatat NIK setiap orang adalah pekerjaan yang melelahkan.

"Ini tambah kerja pedagang saja," keluh Barojah, pedagang sembako di Pasar Kosambi, Provinsi Jawa Barat, Jumat (1/7/2022).

Ribetnya kebijakan ini, membuat Yayah (41 tahun) tidak lagi menghiraukan imbauan dari Pemerintah Pusat. Pedagang di Pasar Kramat, Kota Cirebon, itu merasa kebijakannya tidak efektif diterapkan untuk melayani pelanggan di pasar tradisional. Karena itu, dia lebih memilih melayani pembeli secara manual. Dengan kata lain, tidak akan menggunakan aplikasi PeduliLindungi yang disarankan pemerintah.

"Bukan saja ribet ya, kami menolak sekali kebijakan itu (menggunakan aplikasi PeduliLindungi). Ibu-ibu jarang ada yang mengerti cara mengoperasikannya. Mereka juga jarang bawa HP ke pasar. Kalau ada, itu juga HP jadul (bukan smartphone)," ujar Yayah saat ditemui IDN Times di Pasar Kramat.

Belum apa-apa, pedagang di pasar tradisional Kabupaten Pandeglang sudah diprotes konsumennya ketika melontarkan soal sistem transaksi pembelian minyak goreng curah. Konsumen Endah mengancam tak akan membeli minyak kepadanya. Keberatan dan keluhan itu bisa dimaklumi, karena hampir mayoritas konsumennya gaptek serta tidak memiliki smartphone.

"Kalau ditanya (pembeli) pakai PeduliLindungi, nanti pundung (mengambek) gak beli ke kita. Menjaga konsumen juga, kita mendingan gak pakai," tutur pedagang di Jalan Mengger-Labuan ini, Jumat (1/7/2022).

"Kasian, mereka kan orang kampung semua. Gak pernah ke mal, juga ya gak punya aplikasi PeduliLindungi," lanjutnya.

Sejauh ini, penjual atau pengecer di Pandeglang terdaftar dalam program SIMIRAH. Program ini saja, kata Endah, belum ada sosialisasinya karena banyak pedagang yang tidak paham.

"Sampai saat ini belum ada sosialisasi dari dinas perdagangan," katanya.

Kendati demikian, dia telah menerapkan sistem penjualan menggunakan KTP bagi konsumen yang membeli di atas 2 liter. Meskipun masih dikeluhkan juga oleh masyarakat, namun syarat tersebut masih rasional dan dapat diterima.

"Itu juga fotokopi KTP juga banyak protes. Tapi dikasih penjelasan buat laporan ke atas, akhirnya pada mau," tambahnya.

Tidak semua pedagang memahami aturan teknis pemakaian aplikasi tersebut. Kebijakan ini membuat Indonesia dinilai mengalami kemunduran. Ketua Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) Jawa Tengah, Suwanto, mengibaratkan masyarakat kini dikekang seperti zaman kolonial Belanda.

"Orang kok banyak diatur, malah mirip zaman penjajahan Belanda. Disuruh antre dan sebagainya. Ini jelas Bangsa Indonesia mengalami kemunduran. Ironisnya lagi yang mengumumkan menteri yang tidak bersangkutan. Maka dari itu, kita sepakat menolak pakai PeduliLindungi," tegas Suwanto kepada IDN Times, Selasa (28/6/2022).

Kalaupun nantinya aplikasi itu tidak jadi dipakai dan diganti e-KTP, ia menilai akan merugikan para pembeli di kalangan menengah bawah. Sebab banyak juga pembeli yang membutuhkan minyak goreng secara eceran.

"Kalau yang beli anak-anak gimana, wong mereka belum punya KTP, belum cukup umur. Pemerintah ini menyusahkan wong cilik. Semestinya aturannya dibuat yang bijak tanpa merugikan masyarakat," imbuhnya.

Fakta ini juga dialami oleh pedagang toko kelontong di Jalan Trengguli, Kota Denpasar. Sinta menceritakan, masyarakat dari ekonomi menengah atas lebih memilih membeli minyak goreng kemasan daripada curah karena pertimbangan kualitas. Ia menjual minyak kemasan 1 kilogram seharga Rp18.000 per kilogram, dan Rp10.000 per kemasan setengah kilogram.

Sedangkan masyarakat dari ekonomi menengah bawah, lebih memilih minyak curah kemasan di bawah 1 kilogram. Selama berjualan, Sinta lebih banyak melayani masyarakat yang membeli minyak curah kemasan ¼ kilogram seharga Rp5.000.

“Masyarakat yang mungkin ekonominya menengah ke bawah gitu, yang punya uang pas-pasan, beli minyak curah gak bisa 1 kilogram. Setiap beli, paling cuma 1/4 kg harganya Rp5.000. Lingkungan dekat rumah itu banyak orang kos, banyak mes bengkel yang kemungkinan dia masaknya sedikit-dikit atau jarang masak,” ungkap Sinta.

3. "Aplikasi itu apaan? Gak tahu yang begituan saya"

Beli Migor Pakai PeduliLindungi, Nambah Kerjaan Sajailustrasi penggunaan aplikasi PeduliLindungi sebelum masuk gedung (IDN Times/Larasati Rey)

Kurniati menyambut baik regulasi yang dicanangkan oleh pemerintah tersebut. Sebagai pedagang gorengan di Kecamatan Soromandi, Kabupaten Bima, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), sudah paham cara mengoperasikan smartphone. Jadi tidak begitu sulit baginya untuk membeli minyak goreng curah menggunakan aplikasi.

"Kalau saya sih terima-terima aja. Masalahnya kasihan yang gak paham pakai android, apalagi yang beli minyak goreng curah kebanyakan ibu-ibu Lanjut Usia (Lansia). Mana paham mereka soal itu," ungkap Kurniati pada IDN Times, Kamis (30/6/2022).

Dia mengaku kebijakan pemerintah belakangan ini cukup aneh. Regulasi yang diterapkan cenderung mempersulit masyarakat kecil, karena sejauh ini aman-aman saja membeli secara tunai dengan harga sesuai HET yang ditentukan. Ia berpendapat, semestinya bukan regulasi transaksi jual beli yang diubah, melainkan HET per liternya. Malah ia mengharapkan harganya bisa diturunkan untuk meringankan beban masyarakat ekonomi lemah.

"Itu baru sesuai yang kebanyakan orang inginkan. Karena ikut membantu kami tidak lagi merogoh kocek banyak ketika ke pasar," bebernya.

Seorang ibu bernama Ramlah di NTB malah tidak tahu apa itu aplikasi. Ia juga menganggap betapa ribetnya untuk membeli minyak goreng, karena khawatir KTP-nya hilang di jalan.

"Aplikasi itu apaan? Gak tahu yang begituan saya. Sementara mau bawa KTP ke pasar, khawatirnya hilang di jalan. Buat KTP itu prosesnya panjang. Ada-ada saja kebijakan pemerintah sekarang, baiknya dibatalkan saja," sesal dia.

Ida (42), ibu rumah tangga di Bandar Lampung lebih memilih menyodorkan fotokopi KTP dibandingkan scan QR Code. Alasannya, ia tidak memiliki smartphone pribadi. Membeli sesuatu mengandalkan online via e-commerce, maupun sekadar berselancar di jejaring internet pun tidak pernah.

"Kalau merepotkan ya tidak terlalu karena mungkin perkembangan teknologi, tapi untungnya masih bisa pakai KTP. Ya kalau saya pribadi tidak punya HP, jadi senang jelas yang simple-simple aja," katanya.

Ida hanya mengingatkan, segala bentuk kebijakan harus dilandasi dengan pertimbangan matang dan melihat kondisi di lapangan. Serta tentunya tak menyulitkan masyarakat dari berbagai kalangan.

"Kalau kita ini (masyarakat kecil) tidak tahan sama urusan ribet-ribet. Jadi kalau bisa pengawasannya (minyak goreng curah) biasa-biasa aja. Apalagi kita beli cuma untuk kebutuhan rumah tangga, paling banyak beli 2-3 kilogram," ucap perempuan yang biasa beli minyak goreng curah ke distributor daerah Kelurahan Rajabasa, Bandar Lampung tersebut.

4. Sosialisasinya belum sampai di telinga agen minyak goreng curah hingga dinas terkait. Petunjuk teknis pun belum ada

Beli Migor Pakai PeduliLindungi, Nambah Kerjaan SajaInfografis membeli minyak goreng curah rakyat PeduliLindungi. (IDN Times/Sukma Shakti)

Sosialisasi dan transisi penggunaan aplikasi PeduliLindungi tidak diiringi dengan petunjuk pelaksanaan (Juklak) dan petunjuk teknis (Juknis). Pedagang hingga kepala dinas terkait kebingungan. Agen minyak goreng curah di Klungkung, Wawan, hingga Jumat (1/7/2022), belum menerima sosialisasi mekanisme pembelian minyak goreng curah menggunakan PeduliLindungi maupun NIK.

"Sampai saat ini belum ada sosialisasi dari pemerintah. Saya saja masih bingung bagaimana itu penerapannya,” ujar Wawan.

Persoalan lain muncul di wilayah Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Admin Toko Lestasi, distributor minyak goreng curah rakyat di Bantul, Indah Nur Rahmad, menghadapi kesulitan ketika pihak distributor pusat MGCR di Kronggahan mengirim pesan WhatsApp kepada dirinya, untuk meminta alamat email seluruh konsumen (pedagang eceran dan UMKM) yang membeli MGCR di tingkat distributor.

"Jadi kirim email ke nomor WhatsApp admin distributor pusat yang ada di Kronggahan, Sleman. Nanti admin dari distributor pusat yang akan mengurusnya untuk mengisi aplikasi," katanya, Rabu (30/6/2022).

Melihat hal itu, Indah sangat kerepotan. Apalagi konsumennya adalah para pengecer minyak curah yang ada di pasar tradisional dan pelaku UMKM.

"Kalau mau beli minyak harus menunjukkan aplikasinya dulu, harus daftar, dan pedagang pasar itu sangat awam. Wong dimintai email saja bingung, apalagi mengisi aplikasinya," ujarnya.

Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Bali, Wayan Jatra, belum menerima petunjuk dari Kementerian Perdagangan. Ia sampai memohon maaf karena tidak dapat berkomentar banyak tentang kebijakan ini kepada IDN Times.

“Mohon maaf saya belum bisa berkomentar tentang kebijakan karena belum terima petunjuk dari Kemendag,” terangnya.

Senada, Kasat Reskrim Polresta Denpasar sekaligus Ketua Satgas Pangan Polresta Denpasar, Kompol Mikael Hutabarat, belum menerima informasi apa pun yang berkaitan dengan kebijakan ini. Pihaknya hanya fokus terhadap ketersediaan minyak goreng, termasuk kenaikan harga minyak goreng curah yang menjadi komoditi masyarakat semenjak adanya subsidi dari pemerintah.

“Emang ada (petunjuk teknis)? Belum ada kami diberitahu. Kalau Satgas Pangan tentunya kan kami memantau harga-harga pangan yang ada. Kalau berkaitan dengan masalah PeduliLindungi, belum ada konfirmasi ke kami,” jelasnya, Kamis (30/6/2022).

Sementara Dinas Koperasi UKM, Perdagangan dan Perindustrian Kabupaten Klungkung langsung berkoordinasi dan menanyakan kepada sejumlah kepala dinas di beberapa kabupaten/kota termasuk Pemerintah Provinsi Bali, begitu kebijakan Pemerintah Pusat tersebut keluar. Namun sampai sekarang Kepala Dinas Koperasi UKM, Perdagangan dan Perindustrian Kabupaten Klungkung, Wayan Ardiasa, belum menerima pengarahan. Sehingga ia memilih menunggu arahan dari provinsi maupun pusat.

“Provinsi juga belum ada pengarahan dari pusat. Semua kepala dinas bingung, padahal (kebijakan) mulai berlaku 27 (Juni 2022) kemarin. Walaupun saya sempat baca di media, tapi di Klungkung belum ada bayangan sampai saat ini. Badung juga tidak tahu, Bangli juga tidak ada (sosialisasi), Jembrana juga belum tahu. Provinsi juga tidak tahu bagaimana mekanismenya,” tandas Ardiasa.

Sama halnya di Provinsi Jawa Tengah. Disperindag Jateng belum menerima juknis. Kepala Disperindag Jateng, Arief Sambodo, hanya mendapat perintah untuk menyosialisasikan pemakaian PeduliLindungi di semua pasar tradisional selama dua minggu. Kemudian penerapannya menunggu aba-aba dari Pemerintah Pusat.

"Ini baru sosialisasi ke pedagang pasar sampai dua pekan. Setelah itu jadwal penerapan aturannya langsung dari pusat. Tapi kita pastikan aturannya tidak wajib. Ketika orang beli minyak tidak punya PeduliLindungi, ya pake e-KTP juga gak apa-apa. Petunjuk teknisnya saat ini belum ada," terangnya.

Ia menekankan, pemakaian PeduliLindungi tidak menyasar ke seluruh pedagang. Melainkan hanya ke titik lapak yang masuk ke dalam program penjualan minyak goreng curah bersubsidi.

"Hampir semua pasar ada lapak milik pedagang yang diikutkan program minyak goreng curah yang dipasangi aplikasi PeduliLindungi, khusus yang punya jaringan distributor. Rata-rata di setiap pasar punya tiga sampai empat lapak yang ikut program itu. Pasar Peterongan ada tiga titik. Pasar Bulu ada tiga. Secara nasional akan diterapkan serentak," tutupnya.

Kepala Dinas Perdagangan (Disdag) Palembang, Raimon Lauri, mengatakan Pemerintah Kota (Pemkot) Palembang belum menerima juknis secara tertulis. Sosialisasi ini baru diinformasikan kepada para agen dan pengecer di Pasar Tradisional Palembang secara lisan.

"Petunjuk teknis dan aturan pakai aplikasi belum sampai di kita," kata dia, Rabu (29/6/2022).

5. Mengenal program SIMIRAH milik Kementerian Perindustrian

Beli Migor Pakai PeduliLindungi, Nambah Kerjaan SajaIlustrasi perkebunan kelapa sawit. (IDN Times/Sunariyah)

Kementerian Perindustrian mencatat 75 perusahaan minyak goreng sawit (MGS) telah meneken kontrak dengan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), untuk terlibat dalam penyediaan dan pendistribusian Minyak Goreng Curah (MGC) bersubsidi kepada masyarakat, pelaku usaha mikro dan kecil. Hal ini sesuai Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) Nomor 8 Tahun 2022 Tentang Penyediaan Minyak Goreng Curah untuk Kebutuhan Masyarakat, Usaha Mikro, dan Usaha Kecil dalam Kerangka Pembiayaan oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit.

Dari jumlah tersebut, hanya 55 perusahaan yang mulai memproduksi minyak goreng sawit curah bersubsidi. Realisasi jumlah produksinya pun bervariasi. Sedangkan 20 perusahaan sisanya sama sekali belum memulai produksi. Karena itu, untuk mengawasi produksi dan pendistribusian MGC, Kemenperin membuat teknologi informasi bernama Sistem Informasi Minyak Goreng Curah (SIMIRAH).

“Tujuannya untuk mempermudah pelaku industri sekaligus menjaga transparansi dan akutabilitas kepada masyarakat sehingga tercipta good governance,” kata Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita, dalam siaran persnya di Jakarta, Jumat (8/4/2022).

SIMIRAH menampilkan beberapa fitur di antaranya produksi, pelacakan distribusi MGC, sebaran pendistribusian (lokasi produsen dan distributor), dan real-time distribusi (nasional dan wilayah). Kemenperin akan melaporkan rating penyalurannya secara berkala ke publik.

“Nanti kami akan mengumumkan pelaku usaha yang tidak patuh, dan belum mendukung program,” terangnya.

Berdasarkan data rekapitulasi SIMIRAH per tanggal 7 April 2022 pukul 17.00 WIB, perusahaan peserta program tersebut telah menyalurkan MGC bersubsidi total sebesar 63.916 ton selama 14 hari, atau rata-rata distribusi mencapai 4.640 ton per hari pada Maret 2022. Dengan total kebutuhan nasional mencapai 78.294 ton per 14 hari, maka realisasi distribusi secara nasional telah menyentuh angka 81,6 persen.

Data itu juga menunjukkan kinerja distribusi naik pada bulan April menjadi 5.424 ton per hari. Artinya, telah terjadi kenaikan penyaluran MGC rata-rata 800 ton per hari, atau meningkat 16 persen bila dibandingkan pada bulan Maret.

Sementara per 8 April pukul 12.30 WIB, data SIMIRAH menunjukkan ada 300 distributor, 919 sub-distributor, dan 4686 pengecer yang telah mendaftar.

6. Pemerintah sebaiknya fokus mengatasi kelangkaan dan mengurusi persoalan tata niaga atau mekanisme pasar

Beli Migor Pakai PeduliLindungi, Nambah Kerjaan Sajailustrasi minyak goreng curah (IDN Times/Vadhia Lidyana)

Kebijakan biasanya dibentuk untuk mengatasi kebutuhan masyarakat. Namun Pengamat Kebijakan Publik di Sumatra Selatan (Sumsel), MH Thamrin, menilai kebijakan ini menimbulkan persoalan baru dan membebani kehidupan masyarakat. Pemerintah Pusat tidak memikirkan masyarakat kecil yang tidak memahami digital.

Persoalannya justru terletak pada stok dan ketersediaan minyak goreng. Jadi pemerintah sebaiknya fokus mengatasi kelangkaan tersebut dan mengurusi persoalan tata niaga atau mekanisme pasar. Namun faktanya, kebijakan sudah diambil dan tidak dapat diganggu gugat.

"Tapi kenapa sistem teknisnya yang justru dibikin tambah susah. Masalahnya bukan di NIK, tapi mekanisme pasar," timpalnya, Kamis (30/6/2022).

Aturan itu menjadi tolak ukur, bahwa sebenarnya pemerintah belum bisa memenuhi tantangan di lapangan. Yaitu memantau agar subsidi minyak goreng tepat sasaran dan sampai kepada yang berhak. Ketika aturan itu benar-benar diterapkan, maka akan menimbulkan masalah yang beruntun. Sebab pemerintah bukan memberikan solusi, melainkan semakin menunjukkan minimnya rasa empati pada publik.

"Kebijakan ini tidak bisa lama karena akan jadi persoalan baru lain. Pemerintah sebaiknya menyelesaikan masalah berdasarkan alur. Mulai dari isu, pengakuan masalah, hingga mencari jalan keluar," jelas dia.

7. Pendistribusian minyak goreng bersubsidi sebaiknya melalui program bantuan yang sudah ada

Beli Migor Pakai PeduliLindungi, Nambah Kerjaan SajaWarga menunjukkan aplikasi Peduli Lindungi saat membeli minyak curah di Pasar Kosambi, Bandung, Jawa Barat, Senin (27/6/2022). Pemerintah akan menerapkan aturan baru terkait pembelian dan penjualan minyak goreng curah dengan menggunakan aplikasi Peduli Lindungi atau menunjukkan nomor induk kependudukan pada KTP yang akan diberlakukan pada 11 Juli mendatang. (ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi)

Ketua Lembaga Pembinaan dan Perlindungan Konsumen (LP2K) Jawa Tengah, Abdul Mufid, mengatakan kebijakan ini tidak salah kalau tujuannya agar pendistribusiannya sesuai sasaran. Persoalannya adalah tidak ada jaminan bahwa masyarakat yang berhak memperoleh minyak goreng subsidi itu memiliki aplikasi PeduliLindungi. Belum lagi, aplikasi ini tidak bisa berjalan tanpa kuota internet. Artinya, ada biaya tambahan agar smartphone bisa mengakses aplikasi tersebut.

Menurut Mufid, karena kebijakan tersebut berkaitan erat dengan konsumen menengah ke bawah, maka lebih baik pembeliannya menggunakan identitas tertentu. Misalnya, mereka yang jelas memiliki kartu PKH atau keluarga miskin dan pelaku UMKM.

"Kalau didistribusikan dengan aplikasi itu, akan menjadi ribet di masyarakat dan tujuan adil dan merata jadi tidak tercapai. Sudah ribet, orangnya juga tidak bisa pakai aplikasi PeduliLindungi. Akhirnya kan jadi tidak tepat sasaran," jelasnya ketika dihubungi IDN Times, Jumat (1/7/2022).

Kebijakan ini juga dinilai dapat memicu konflik antara penjual dan pembeli. Misalnya, pembeli yang berhak mendapatkan minyak goreng subsidi, tapi penjual tidak bisa menjualnya karena stok habis. Ini tentu saja menimbulkan keributan di tingkat bawah.

"Selain itu, perlu juga dipikirkan antisipasi kebocoran dan penyelewengan terhadap sistem yang berlaku. Sebab sering terjadi, dengan alasan stok habis, tapi ternyata ada oknum yang menjual kembali produk minyak goreng subsidi ini dengan kemasan lain dan dijual dengan harga lebih mahal," katanya.

Mufid menyarankan, pendistribusian minyak goreng bersubsidi ini sebaiknya melalui program bantuan yang sudah ada. Misalnya melalui database kemiskinan, data pelaku UMKM atau sistem kartu. Ini agar semua masyarakat dari perkotaan hingga daerah bisa mengaksesnya.

Tim penulis: Ayu Afria Ulita, Ni Ketut Wira Sanjiwani, Wayan Antara, Sri Wibisono, Tama Wiguna, Muhammad Nasir, Juliadin, Khaerul Anwar, Khusnul Hasana, Feny Agustin, Debbie Sutrisno, Fariz Fardianto, Anggun Puspitoningrum, Dahrul Lobubun, Ashrawi Muin, Daruwaskita, Febriana Sintasari

Topik:

  • Irma Yudistirani

Berita Terkini Lainnya