Kronologi Aksi Solidaritas Papua di Bali Diadang Polisi

Mereka mau menyuarakan Suku Awyu dan Moi, namun...

Denpasar, IDN Times - Ikatan Mahasiswa dan Masyarakat Papua Bali (IMMAPA) melakukan aksi solidaritas di Jalan Raya Puputan, Kelurahan Renon, Kecamatan Denpasar Selatan, Senin (10/6/2024) pagi. Mereka menyuarakan Suku Awyu di Boven Digoel, Papua Selatan; dan Suku Moi dari Sorong, Papua Barat Daya, yang sedang melakukan gugatan hukum kepada perusahaan sawit untuk mempertahankan hutan adat Papua.

Massa berjumlah 98 orang ini melakukan long march dari titik Timur Parkir Lapangan Niti Mandala Renon menuju ke Bundaran Tugu Hang Tuah sekitar pukul 09.00 Wita. Namun aksi mereka diadang polisi di seberang Utama Cafe & Sport Bar atau di lajur lawan arus Jalan Raya Puputan. Sejumlah kendaraan dalmas (pengendalian massa), termasuk kendaraan water canon, berjajar mengadang peserta.

Pada waktu yang sama, organisasi masyarakat (ormas) Patriot Garuda Nasional (PGN) Bali juga melakukan aksi tandingan di Bundaran Tugu Hang Tuah, yang menjadi titik kumpulnya IMMAPA untuk menyampaikan tuntutan. Ketua PGN Bali, Pariyadi, dalam orasinya menilai aksi yang dilakukan massa merupakan gerakan politik, karena menuntut di dekat Konsulat Amerika Serikat. Ia juga menganggap masalah adat Papua bukan diselesaikan di Bali.

"Ini urusan di pemerintah daerah Papua, tetapi kenapa melakukannya di sini (Bali)? Untuk itu, aparat keamanan, kami meminta bubarkan mereka. Karena gerakan mereka adalah gerakan politik," kata Pariyadi dalam orasi pukul 9.39 Wita.

Dari pengamatan IDN Times di lokasi, kedua aksi ini sama-sama dijaga oleh polisi. Namun pengawalan polisi lebih banyak dikerahkan di aksi long march IMMAPA. Apa yang mendasari aksi solidaritas mahasiswa dan masyarakat Papua ini diadang polisi? Berikut ini selengkapnya.

1. Pihak polisi tidak dapat memenuhi keinginan IMMAPA untuk berpendapat di titik semestinya, karena ada ormas yang juga melakukan aksi penolakan

Kronologi Aksi Solidaritas Papua di Bali Diadang PolisiIkatan mahasiswa dan masyaraikat Papua Bali melakukan aksi damai di Kota Denpasar 10 Juni 2024. (IDN Times/Irma Yudistirani)

Kabag Ops Polresta Denpasar, Kompol I Ketut Tomiyasa, menerima dan mempersilakan IMMAPA untuk melakukan aksi damai di Bali. Pihaknya akan mengamankan, menjaga, dan mengawal jalannya aksi asalkan tertib, tidak mengganggu, dan jangan sampai menyentuh ataupun anggotanya diprovokasi. Tomi juga menyinggung massa yang aksi damainya melanggar lalu lintas.

Namun untuk tempat, pihaknya tidak dapat memenuhi keinginan mereka beraksi di Bundaran Tugu Hang Tuah. Karena di lokasi bundaran juga ada aksi penolakan terhadap IMMAPA. Pihaknya tidak bermaksud untuk membenturkan kedua aksi ini. Menurut Tomi, tugas polisi adalah menjamin keselamatan karena diatur dalam undang-undang (UU), baik ada maupun tidak surat pemberitahuan.

"Ini berisiko menimbulkan hal-hal yang tidak kita inginkan. Jadi keamanan dan keselamatan inilah yang menjadi pedoman kami dari kepolisian," kata Tomi saat bernegosiasi dengan pihak Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bali yang mendampingi aksi damai mahasiswa dan masyarakat Papua pada pukul 10.18 Wita.

Pukul 09.56 Wita, massa IMMAPA mencoba mendorong barisan polisi yang mengadang, namun tidak berhasil dilakukan. Pukul 10.06 Wita, massa kembali mendorong polisi untuk melanjutkan aksi long march, tapi barisan polisi tetap bertahan. Pukul 10.35 Wita, para anggota samapta ini mundur berganti menjadi petugas berpelindung huru-hara seperti rompi, tameng dari bahan polycarbonat, helm, dan tongkat. Massa dan petugas saling mendorong di lokasi. Sekitar pukul 11.00 Wita, massa duduk sambil mengangkat kedua tangan dan menyampaikan keluhan aksinya yang diadang oleh polisi.

2. IMMAPA, termasuk LBH Bali yang mendampingi, tidak menerima surat pemberitahuan adanya aksi penolakan di Bundaran Tugu Hang Tuah

Kronologi Aksi Solidaritas Papua di Bali Diadang PolisiIkatan mahasiswa dan masyaraikat Papua Bali melakukan aksi damai di Kota Denpasar 10 Juni 2024. (IDN Times/Irma Yudistirani)

Selama bernegosiasi dengan Tomi, pihak LBH Bali mempertanyakan surat pemberitahuan aksi PGN di Bundaran Tugu Hang Tuah, yang menjadi lokasi IMMAPA untuk menyampaikan pendapatnya. Pihak LBH Bali dan IMMAPA tidak menerima surat pemberitahuan ada aksi di lokasi tersebut. Menurut Direktur YLBHI-LBH Bali, Rezky Pratiwi, IMMAPA sudah mengirimkan surat pemberitahuan pada Kamis, 6 Juni 2024. Mereka juga akan melakukan aksi solidaritas dari pagi sampai siang, dan hendak menyuarakan pendapatnya sebelum dibubarkan oleh polisi.

Tiwi menyebutkan, kewajiban polisi adalah menyiapkan pengamanan lokasi, tempat, dan rute. Namun berdasarkan fakta di lapangan, polisi tidak menginformasikan apa pun bahwa ada aksi tandingan dari PGN.

"Teman-teman (IMMAPA) tidak bisa jalan ke titik aksi karena dihalangi aksi tandingan PGN. Kalau memang mau dialihkan atau ditawarkan alternatif, seharusnya disampaikan. Justru dalam banyak aksi mahasiswa Papua, PGN tahu-tahu sudah di lokasi yang sama. Polisi tidak menginformasikan apa pun, pas aksi baru direpresi," kata Tiwi saat dikonfirmasi via WhatsApp, Selasa (11/6/2024).

Kronologi Aksi Solidaritas Papua di Bali Diadang PolisiIkatan mahasiswa dan masyaraikat Papua Bali melakukan aksi damai di Kota Denpasar 10 Juni 2024. (IDN Times/Irma Yudistirani)

Sekadar diketahui, kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998. Pasal 10 menyatakan, bahwa penanggung jawab ataupun pemimpin aksi perlu membuat surat pemberitahuan tertulis kepada Polri paling lambat 3 x 24 jam sebelum kegiatan. Berikut ini dasar hukum selengkapnya.

Pasal 10
Ayat 1
Penyampaian pendapat di muka umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 wajib diberitahukan secara tertulis kepada Polri

Ayat 2
Pemberitahuan secara tertulis sebagaimana dimaksud dalam Ayat 1 disampaikan oleh yang bersangkutan, pemimpin, atau penanggung jawab kelompok

Ayat 3
Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Ayat 1 selambat-lambatnya 3 x 24 jam sebelum kegiatan dimulai telah diterima oleh Polri setempat

Ayat 4
Pemberitahuan secara tertulis sebagaimana dimaksud dalam Ayat 1 tidak berlaku bagi kegiatan ilmiah di dalam kampus dan kegiatan keagamaan.

Setelah peserta aksi menyerahkan surat tersebut, maka sesuai Pasal 13, Polri wajib memberikan surat tanda terima pemberitahuan, berkoordinasi dengan penanggung jawab penyampaian pendapat di muka umum, berkoordinasi dengan pimpinan instansi/lembaga yang akan menjadi tujuan penyampaian pendapat, termasuk mempersiapkan pengamanan tempat, lokasi, dan rute. 

Polri juga bertanggung jawab memberikan perlindungan terhadap peserta aksi yang akan menyampaikan pendapatnya di muka umum. Perlindungan ini termasuk menjaga keamanan dan ketertiban sesuai prosedur.

Lalu apa saja sebenarnya isi surat pemberitahuan ini? Merujuk Pasal 11, surat pemberitahuan harus memuat:

a. Maksud dan tujuan
b. Tempat, lokasi, dan rute
c. Waktu dan lama
d. Bentuk
e. Penanggung jawab
f. Nama dan alamat organisasi, kelompok atau perorangan
g. Alat peraga yang dipergunakan
h. Jumlah peserta.

Pasal 18 Ayat 1 juga menjamin hak setiap warga negara untuk menyampaikan pendapatnya di muka umum. Sehingga siapa saja yang menghalang-halangi hak tersebut dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, maka dapat dipidana penjara paling lama 1
tahun.

"Makanya, mengadang aksi saja tidak boleh. Apalagi melakukan kekerasan ke massa aksi penyampaian pendapat di muka umum," kata Tiwi.

3. IMMAPA dibubarkan dengan gas air mata dan water canon pada siang hari, ketika aturan penyampaian pendapat di tempat terbuka tersebut dapat dilakukan hingga pukul 6 sore waktu setempat

Kronologi Aksi Solidaritas Papua di Bali Diadang PolisiPolisi melakukan pengadangan massa ikatan mahasiswa dan masyaraikat Papua Bali di Kota Denpasar 10 Juni 2024. (IDN Times/Irma Yudistirani)

Selain UU di atas, durasi waktu penyampaian pendapat di muka umum juga tertuang dalam Peraturan Kapolri (Perkapolri) Nomor 7 Tahun 2012. Apabila penyampaian pendapat itu dilakukan di tempat terbuka, maka harus beraksi dari antara pukul 06.00 sampai 18.00 waktu setempat.

Sekitar pukul 14.30 Wita, polisi membubarkan IMMAPA yang menyampaikan pendapatnya dengan cara menembakkan gas air mata dan water cannon. Petugas membawa empat orang di antara massa tersebut, dan diangkut ke dalam mobil dalmas. Kedua tangannya diborgol, dan polisi juga merampas ponsel. Beberapa orang juga mengalami luka-luka akibat water cannon, dan peserta aksi mengeluhkan pernapasan akibat tembakan gas air mata. Tiwi mempertanyakan alasan polisi yang memblokade, menembak gas air mata, dan water canon ke arah massa.

Kepolisian semestinya tunduk serta patuh pada ketentuan dan prinsip yang dimuat dalam Peraturan Kapolri Nomor 16 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengendalian Massa, serta Peraturan Kapolri Nomor 1 Tahun 2009 tentang penggunaan kekuatan yang harus memenuhi prinsip legalitas, necesitas, proporsionalitas, preventif, masuk akal (reasonable).

"Dasarnya apa menggunakan water canon dan gas air mata kepada massa aksi yang sudah mau bubar? Justru polisi yang lebih dulu melakukan provokasi dengan menarik-narik massa aksi. Tidak ada ancaman dari massa aksi yang membuat polisi harus menggunakan kekuatan sejauh itu," ujarnya.

Menurut Tiwi, Perkapolri Nomor 1 Tahun 2009 juga menegaskan, bahwa tindakan kepolisian dilakukan secara spesifik kepada pelaku kejahatan, bukan orang-orang yang masih diduga sebagai pelaku kejahatan tanpa proses pemeriksaan dan pembuktian yang objektif berdasarkan hukum.

Topik:

  • Irma Yudistirani

Berita Terkini Lainnya