Singgung RUU Permusikan, Indra Lesmana: Anang Kurang Gaul

Banyak artis yang mulai bersuara soal RUU Permusikan

Denpasar, IDN Times - Kritik tajam dilontarkan musisi Indra Lesmana terkait adanya Rancangan Undang-undang (RUU) Permusikan. RUU tersebut diusulkan oleh Anang Hermansyah dan Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI).

1. Salah sejak dalam definisi

Singgung RUU Permusikan, Indra Lesmana: Anang Kurang GaulIlustrasi gedung DPR. (IDN Times/Kevin Handoko)

Indra Lesmana mengatakan, Anang yang turut mengusulkan RUU ini kurang gaul dan kurang keliling Indonesia. Pernyataan ini terkait dengan definisi musik yang tercantum dalam Pasal 1.

"Ketika kita ngomong permusikan, yang masuk dalam kategori ini siapa saja, maka akan menjadi luas," katanya di Denpasar, Senin (4/2) siang.

Dalam RUU tersebut berbunyi "Musik adalah rangkaian nada atau suara dalam bentuk lagu atau komposisi Musik melalui irama, melodi, harmoni, lagu, dan ekspresi sebagai satu kesatuan."

Menurutnya, dari definisi tersebut saja sudah mengekang. Ia menilai, musik itu berarti sangat luas dan tiap daerah memiliki karakter serta ciri yang berbeda-beda.

Ia mencontohkan bagaimana jika musik yang hanya menggunakan alat pukul kayu. Sementara dalam RUU itu didefinisikan musik harus ada harmoninya.

"Di situ ada definisi musik, bagaimana dengan yang hanya menggunakan alat pukul kayu. Sementara di sana dikatakan yang ada harmonisasinya. Jadi, Anang kurang gaul," ujarnya.

Baca Juga: Akademisi & Musisi Bali Tolak RUU Musik,  eks Manajer SID: Ini Ancaman

2. Dirancang terlalu buru-buru

Singgung RUU Permusikan, Indra Lesmana: Anang Kurang Gaulinstagram.com/ashanty_ash

Meski begitu mengakui niat baik seorang musisi yang mengusulkan ini patut diapresiasi. Hanya saja sebagai seorang musisi, ia menilai RUU ini tidak relevan dengan apa yang diakukan selama ini.

"Mungkin saya bisa mengatakan tidak ada urgensi dan terlalu terburu-buru. Meskinya dia keliling Indonesia dulu. Lihat permasalahannya apa sih," terangnya.

3. Masif melakukan penolakan

Singgung RUU Permusikan, Indra Lesmana: Anang Kurang GaulIDN Times/Imam Rosidin

Seperti diketahui, RUU Permusikan ini memicu perdebatan publik. Bahkan aksi penolakan ini terus masif terjadi. Kampanye untuk menolaknya juga dilakukan melalui petisi online Change.org.

Petisi yang dikeluarkan oleh Koalisi Nasional Tolak RUU Permusikan tersebut ditujukan kepada DPR RI. Hingga berita ini ditulis pukul 17.40 Wita, sudah ada 116.577 tanda tangan dari 150 ribu yang dibutuhkan, dan kemungkinan akan terus bertambah.

Baca Juga: DPR RI Godok Pasal 5 RUU Permusikan, Robi Navicula: Itu Mengekang

4. Poin-poin yang dipermasalahkan dalam RUU Permusikan

Singgung RUU Permusikan, Indra Lesmana: Anang Kurang GaulTwitter.com/efekrumahkaca

Berikut ini inti permasalahan yang ada di RUU Permusikan ini:

1. Pasal karet

Satu di antara yang disoroti adalah isi pasal 5 yang memuat banyak kalimat multi interpretasi dan bias, seperti: menista, melecehkan, menodai, dan memprovokasi. Pasal karet seperti ini sangat berbahaya dan menjadi pintu masuk bagi sekelompok orang (Penguasa, atau siapapun) untuk mempersekusi proses kreasi yang tidak mereka sukai.

Nampak bahwa penyusun RUU Permusikan berusaha untuk menabrakkan logika dasar dan etika konstitusi NKRI sebagai negara demokrasi.

2. Memarjinalisasi musisi independen dan berpihak pada industri besar

Terdapat pasal yang mewajibkan sertifikasi bagi para pekerja dunia musik Tanah Air (Sertifikasi sangat rentan terhadap marjinalisasi. Sebagai contoh musisi yang tidak tersertifikasi akan mengalami beragam kendala ketika memulai karier di kancah musik Tanah Air).

Selain itu, kredibilitas tim yang melakukan sertifikasi juga rentan menghadapi beragam polemik. Kondisi sejenis juga terdapat pada pasal 10 yang mengatur distribusi karya musik melalui ketentuan yang hanya bisa dijalankan oleh industri besar.

Pasal ini menegaskan praktik distribusi karya musik yang selama ini dilakukan oleh banyak musisi kecil dan mandiri. Keberpihakan pasal-pasal tersebut lebih mengarah kepada industri musik besar, memarjinalisasi para pelaku musik skala kecil dan independen.

3. Memaksakan kehendak dan mendiskriminasi

Kembali kepada bagian uji kompetensi dan sertifikasi dalam RUU Permusikan: kewajiban semua musisi (dan pelaku dunia musik) untuk mengikuti ujian kompetensi sebagai syarat sertifikasi, adalah sebuah pemaksaaan kehendak dan metode diskriminasi yang sangat berbahaya.

Mengenai sertifikasi pekerja musik, hal ini memang berlangsung dan terdapat di banyak Negara. Namun tidak ada satupun negara di dunia ini yang mewajibkan semua pelaku musik melakukan uji kompetensi. Semestinya, sertifikasi itu sifatnya adalah “pilihan” atau “opsional”, dan bukan “pemaksaan”.

4. Selanjutnya, mengenai informasi umum dan mengatur hal yang tidak seharusnya diatur

Kami menemukan banyak sekali pasal redaksional yang tidak memiliki kejelasan tentang “apa yang diatur” dan “siapa yang akan mengatur”. Misalnya, pasal 11 dan pasal 15 hanya memuat informasi umum tentang cara mendistribusikan karya yang sudah diketahui dan banyak dipraktikkan oleh para pelaku musik serta bagaimana masyarakat menikmati sebuah karya musik.

Pasal-pasal ini tidak memiliki nilai lebih sebagai sebuah pasal dalam peraturan setingkat Undang-undang. Demikian pula halnya dengan pasal 13 (Tentang kewajiban menggunakan label berbahasa Indonesia). Penggunaan label berbahasa Indonesia di kancah musik Tanah Air seharusnya tidak perlu diatur. Musisi, pencipta lagu, pegiat musik, berhak untuk memilih sendiri bahasa yang tepat untuk mengekspresikan apa yang telah mereka buat (Berikut rasa tanggung jawab terhadap karya bidang musik yang telah mereka hasilkan).

Baca Juga: RUU Musik Cermin Kemunafikan, JRX Ingat Jokowi Pakai Kaus Band Metal

Topik:

  • Irma Yudistirani

Berita Terkini Lainnya