Menkeu: Belajar Dari Filipina, Rumah Warga Diasuransikan Demi Bencana

Boleh juga nih

Badung, IDN Times – Indonesia beberapa waktu lalu dilanda dua bencana dengan skala besar. Yakni gempa Lombok, Nusa Tenggara Barat dan Palu, Sulawesi tengah. Dua bencana tersebut menandakan Indonesia memang menjadi negara dengan risiko tinggi terhadap bencana.

Sementara itu, kemampuan pemerintah terbatas dalam hal menyediakan pembiayaan setelah bencana. Maka dari itu, penting bagi Indonesia untuk menemukan solusi tepat terkait pembiayaan dan asuransi risiko bencana. Hal tersebut disampaikan oleh Wakil Presiden (Wapres), Jusuf Kalla, dalam seminar yang bertema “Disaster Risk Finance and Insurance” di BICC, Nusa Dua Bali, Rabu (10/10).

1. Pertemuan ini punya kesempatan untuk menemukan solusi untuk kebencanaan

Menkeu: Belajar Dari Filipina, Rumah Warga Diasuransikan Demi BencanaANTARA FOTO/ICom/AM IMF-WBG/Puspa Perwitasari

Baca Juga: 10 KRI Kombatan Disiagakan di Hari Ketiga Pertemuan IMF di Bali

Dalam kesempatan yang sama, Wapres Jusuf Kalla menyebutkan Indonesia masuk dalam 35 negara yang memiliki risiko tinggi terjadinya korban jiwa karena bencana. Kerugian materialnya juga tidak sedikit.

“Karena kita baru saja ditimpa bencana, maka momen ini menjadi tepat. Ya, untuk mencari solusi tepat bagaimana mengatasi bencana dengan ketahanan fiskal yang terjaga serta tak bergantung pada bantuan inteenasional," katanya.

2. Penanganan bencana Indonesia sangat bergantung pada APBN

Menkeu: Belajar Dari Filipina, Rumah Warga Diasuransikan Demi BencanaANTARA FOTO/ICom/AM IMF-WBG/Jefri Tarigan

Hadir dalam acara yang sama adalah Menteri Keuangan, Sri Mulyani. Ia mengatakan Indonesia masih sangat bergantung pada Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) untuk menanggulangi bencana. Kata dia, perlu adanya indentifikasi risiko bencana alam serta instrumen keuangan terbaik untuk mendukung rehabilitasi bencana.

"Sebuah strategi jangka panjang untuk membangun ketahanan terhadap bencana alam, khususnya dari sisi fiskal,” kata Sri Mulyani.

Lebih lanjut, fokus utama saat terjadinya bencana saat ini adalah membantu korban, recovery, serta rekonstruksi. Padahal ada hal yang lebih penting lagi. Yakni terkait transfer risiko dan pembiayaan.

3. Belajar dari Maroko dan Filipina

Menkeu: Belajar Dari Filipina, Rumah Warga Diasuransikan Demi BencanaAFP/Noel Celis

Baca Juga: 150 UMKM Tampil di IMF Bali, Menteri BUMN Berharap Dimodali Investor

Masih kata Sri Mulyani, Indonesia akan belajar banyak dari Filipina dan Maroko terkait pembiayaan bencana. Filipina sendiri telah mengasuransikan semua gedung pemerintahan daerah. Sementara Maroko mengasuransikan UMKM dan rumah-rumah penduduk dengan penghasilan rendah.

"Pada tahun anggaran 2019 mendatang, semua gedung pemerintah akan diasuransikan, meski belum termasuk rumah-rumah penduduk menengah dan bawah karena mekanisme untuk itu belum tersedia," katanya lagi.

Untuk diketahui, pada 2004-2013, Indonesia mengalami kerugian Rp126,7 triliun akibat bencana. Dalam 12 tahun terakhir, pemerintah telah menyediakan Rp3,1 triliun untuk dana cadangan bencana.

Adapun untuk bencana tsunami Aceh 2014 lalu, Indonesia harus mengeluarkan Rp51,4 triliun. Angka yang besar tersebut membuat Indonesia terpapar risiko fiskal akibat bencana.

Maka, bertepatan dengan pertemuan IMF-WB 2018 ini, Indonesia siapkan peta pembiayaan dan asuransi risiko bencana. Hal tersebut akan dibahas bersama negara-negara lain yang sama memiliki potensi bencana.

Topik:

  • Irma Yudistirani

Berita Terkini Lainnya