Psikis 5 Anak Korban Trafficking di Sanur Mulai Labil

Di antara mereka ada yang ingin kembali

Denpasar, IDN Times - Kepolisian Daerah (Polda) Bali melalui Ditreskrimum berhasil mengungkap kasus eksploitasi anak di bawah umur di Gang 3B, Sanur, Denpasar, Jumat (5/1) lalu. Lima anak berhasil mereka selamatkan dan menangkap dua tersangka.

Hingga kini polisi terus mendalami kasus ini. Namun kondisi psikologi para korban kini sedang labil.

1. Selain menghukum para pelaku, kepolisian juga fokus pada proses pemulihan psikologis para korban

Psikis 5 Anak Korban Trafficking di Sanur Mulai LabilPixabay.com/Alexas_Fotos

Setelah penangkapan, kini yang jadi perhatian semua pihak adalah psikologis kelima anak, yang masing-masing masih berusia 17 tahun, 15 tahun, 16 tahun dan dua orang berusia 14 tahun. Mereka yang rata-rata berasal dari Bekasi, Jawa Barat ini sudah berada di tempat penampungan wilayah Bali untuk menjalani pemulihan dan pemeriksaan kesehatan.

Kasubdit IV, Remaja Anak dan Wanita (Renata) Ditreskrimum Polda Bali, AKBP Sang Ayu Putu Alit Saparini, menuturkan selain penegakan hukum, mereka juga fokus pada proses pemulihan psikologis korban.

"Secara psikologis, mereka butuh dukungan dan pendampingan," katanya, Senin (7/1) sore.

Baca Juga: Kronologi Prostitusi Anak di Sanur, Ketakutan & Kabur Saat Tahun Baru

2. Psikis para korban labil, beberapa di antara mereka ingin kembali karena tergiur materi

Psikis 5 Anak Korban Trafficking di Sanur Mulai LabilPinterest.com/Red Light District Amsterdam Tours

Ia mengungkapkan, psikologis para korban saat ini sedang labil. Di satu sisi, mereka sangat ingin sekali dibantu. Tapi di sisi lain, mereka mengaku ingin kembali karena tergiur dengan materi yang didapatnya. Bahkan ada beberapa dari mereka sudah terlanjur ingin menikmati pekerjaannya.

"Ini tinggal tugasnya pendamping untuk memberi pemahaman dan penguatan bahwa tak harus mengejar materi," ucapnya.

3. Dalam kasus trafficking ada tiga proses yang harus terpenuhi

Psikis 5 Anak Korban Trafficking di Sanur Mulai LabilInfografis IDN Times/ Sukma Shakti

Ia menegaskan, kendati ada anak yang bersedia bekerja tanpa paksaan, namun tetap saja mereka adalah korban yang harus diselamatkan. Hal tersebut karena usia mereka masih belia, belum bisa menentukan dan bertanggung jawab atas dirinya.

Dalam penanganan trafficking, hal yang harus diperhatikan adalah pencegahan, penegakan hukum, pendampingan, dan mengembalikan para korban ke masyarakat.

"Masyarakat harus ikut mendampingi ini. Orangtua juga harus paham. Karena kalau mereka tidak diterima di masyarakat, pasti akan kembali ke tempat-tempat seperti ini," jelasnya.

AKBP Sapirini menjelaskan, dalam kasus trafficking ada tiga proses yang harus terpenuhi. Yakni agen yang merekrut, penampung, dan yang melakukan eksploitasi. Eksploitasi dalam hal ini bisa melalui pengancaman dan jeratan utang.

Namun dalam kasus anak, tanpa unsur eksploitasi pun bisa langsung dikategorikan sebagai trafficking.

"Anak-anak dalam hal ini adalah mereka yang berusia 18 tahun ke bawah. Tak peduli mereka sudah menikah ataupun janda. Namun ukurannya adalah umur," jelasnya.

Topik:

  • Irma Yudistirani

Berita Terkini Lainnya