Pengacara Ahok: Radikalisme Berkembang Akibat Hilangnya Gotong Royong

Kamu setuju gak?

Denpasar, IDN Times - Isu radikalisme kini jadi permasalahan yang ramai di Indonesia. Maka, membubarkan organisasi seperti Hizbut Tahir Indonesia (HTI) dinilai sebagai langkah tepat yang dilakukan pemerintah. Hal tersebut diungkapkan langsung oleh I Wayan Sudirta, kuasa hukum Basuki Tjahaja Purnama alias ahok dalam kasus penodaan agama.

1. Persatuan Indonesia bisa terganggu karena kelompok yang ingin mengganti sistem Pancasila

Pengacara Ahok: Radikalisme Berkembang Akibat Hilangnya Gotong RoyongANTARA FOTO/Muhammad Adimaja

Baca Juga: Ada Operasi Zebra di Denpasar Hingga November, Ini Daftar Lokasinya

Menurutnya, persatuan Indonesia bisa terganggu karena adanya kelompok-kelompok yang ingin mengganti sistem Pancasila dengan Khilafah. Maka dari itu, ia menyarankan agar semua pihak tidak lengah dan terus waspada.

"Ini sudah benar pemerintah membubarkan. Waspada dan jangan lengah. Kalau bersatu anasir-anasir yang ingin memecah Pancasila bisa ditangani," katanya, usai Seminar Nasional Wawasan Kebangsaan yang digelar di Kantor Parisadha Hindu Darma Indonesia (PHDI) Bali, Selasa (30/10).

Ia melanjutkan, ada beberapa cara untuk menangkal radikalisme dalam beragama. Di antaranya sosialisasi dan menerapkan Pancasila dalam setiap aspek kehidupan.

"Supaya menarik ditangkap kehidupan. Biar tidak mengawang dan tidak tinggi-tinggi," katanya, Selasa (30/10) siang.

2. Kita sudah melupakan gotong-royong

Pengacara Ahok: Radikalisme Berkembang Akibat Hilangnya Gotong RoyongUnsplash/ Ivana Cajina

Satu kelemahan yang dihadapi bangsa Indonesia, menurut Sudirta, adalah melupakan nilai kegotongroyongan. Jika gotong royong sudah dilupakan, maka pikiran untuk saling membantu dan saling berbagi akan hilang.

"Akibatnya timbul kesenjangan antara orang kaya dan orang miskin. karena kita tidak saling berbagi, yang kaya tambah kaya dan yang miskin dibiarkan miskin," tambahnya.

Ia menambahkan, saat ini yang dikedepankan hanya teori pasar atau kompetisi. Padahal teori tersebut bisa bersanding dengan konsep gotong royong dan saling berbagi.

Selama ini ada kebijakan besar yang justru memberikan peluang kesenjangan antara kaya dan miskin semakin terbuka lebar. Pertama, UU penanaman modal asing pada 1967 dengan turunannya, seperti pertambangan dan perkebunan yang cenderung memihak investor.

"UU perkebunan misalnya, bagaimana orang bisa dapat 5 juta hektar. Sementara ada orang miskin yang mau bangun rumah tapi gak punya pekarangan," terangnya.

3. Harus ada koneksi untuk menciptakan persatuan di Indonesia

Pengacara Ahok: Radikalisme Berkembang Akibat Hilangnya Gotong RoyongANTARA FOTO/Wahyu Putro A

Baca Juga: Kisah Presenter TV Naik Lion Air JT 610 dari Denpasar, Mesinnya Mati

Sementara itu, Kabid Kerukunan Umat Beragama Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Republik Indonesia, Cecep Khairul Anwar, mengatakan kerukunan antar umat beragama perlu sebuah koneksi antara pemerintah, masyarakat, dan organisai-organisai keagamaan. Ia mengaku pemerintah tak mungkin bisa bekerja sendiri tanpa bantuan elemen lainnya.

"Negara kita multikultural, pemerintah sesungguhnya kan pelayan masyarakat dan kami paham kerukunan ini perlu sebuah koneksi," katanya.

Untuk menjaga kerukunan beragama, pihaknya akan bekerja sama dengan organisasi-organisai keagamaan di Indonesia. Misalnya, PHDI dalam agama Hindu, NU dan Muhammadiyah dari Islam, juga agama lainnya seperti Kristen, Katolik, Buddha dan Konghucu.

"Ternyata ada hal menarik di perkampungan dan desa. Masyarakat lebih manut dengan tokoh agama, artinya ini kan potensi. Jika ormas keagamaan bisa saling mengisi, maka kerukunan bisa tercapai," jelasnya.

Selanjutnya, menghadapi musim Pemilihan Presiden, ia berharap masyarakat tak memainkan isu SARA. Pasalnya, ini akan bisa semakin menyulut perpecahan.

"Yang jelas, yuk kita manfaatkan pesta demokrasi tanpa kegaduhan," katanya.

Topik:

  • Irma Yudistirani

Berita Terkini Lainnya