Tradisi Unik di Bali, Perang Air Suwat Untuk Melawan Energi Buruk

Unik-unik ya tradisinya

Gianyar, IDN Times - Bertempat di perempatan Jalan Desa Suwat, Gianyar, sekitar 200 krama desa saling berhadapan membentuk empat penjuru mata angin, Selasa (1/1) sore. Mereka melakukan formasi itu karena sedang bersiap melakukan tradisi perang air atau siat yeh yang sudah dilakukan selama empat tahun terakhir. Seperti apa sih tradisi ini?

1. Sebelum ritual, ada persembahyangan terlebih dahulu

Tradisi Unik di Bali, Perang Air Suwat Untuk Melawan Energi BurukIDN Times/Imam Rosidin

Ritual diawali dengan persembahyangan lebih dulu yang dipimpin oleh Pemangku Pura Kayangan Tiga Desa Pakraman, dan beberapa Pemangku lainnya kurang lebih selama 30 menit.

Setelah ritual, dilanjutkan dengan tarian yang disuguhkan oleh muda-mudi desa selama 15 menit. Barulah warga desa berbaur sambil memegang gayung di tangannya masing-masing.

Mereka bersiap-siap mengambil air dan dalam aba-aba hitungan "1,2,3", air itu lalu disiramkan ke orang yang berada di dekatnya. Saat itulah terdengar tertawa riuh ceria dari warga yang terlibat dalam perang air ini.

Baca Juga: Selain Sabung Ayam, 5 Tradisi Leluhur di Bali ini Masih Eksis

2. Makna perang air Suwat

Tradisi Unik di Bali, Perang Air Suwat Untuk Melawan Energi BurukIDN Times/Imam Rosidin

Darmen Sidanta, Ketua Panitia, mengatakan perang air Suwat kali ini masuk tahun keempat dan diadakan secara konsisten setiap tahunnya. Rangkaian dalam festival ini adalah menyuguhkan permainan tradisional dan diakhiri dengan perang air.

"Untuk permainan tradisionalnya seperti melepas daan menangkap itik di sawah. Ini semangatnya memberikan hiburan kepada masyarakat, setelah satu tahun bekerja kita beri wadah untuk hiburan," katanya.

Festival ini sengaja digelar di perempatan jalan karena diartikan sebagai simbol keseimbangan. Semua energi dianggap berada di sana. Sementara makna dari perang air itu sendiri adalah untuk melawan energi buruk yang terjadi sebelumnya, seperti polarisasi politik maupun bencana. Energi buruk itu diharapkan melebur dan kembali bersih, yang disimbolkan dengan cara mengambil air dan disiramkan.

"Perang ini bermakna melawan apa yang buruk. Saya memaknai ini sebagai sebuah momen sebagai resolusi di awal tahun. Kita telah melewati setahun yang sudah lewat dan menjalankan tahun ini dengan hal yang positif," jelasnya.

3. Bukan sembarang air yang digunakan. Perang ini menggunakan air suci

Tradisi Unik di Bali, Perang Air Suwat Untuk Melawan Energi BurukIDN Times/Imam Rosidin

Siapapun diperbolehkan mengikuti festival ini. Bahkan orang dari daerah lain bisa mengikutinya. Peserta yang ikut diperkirakan mencapai 200 orang yang terdiri dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga orang tua.

Tradisi Unik di Bali, Perang Air Suwat Untuk Melawan Energi BurukIDN Times/Imam Rosidin

Selama ritual, airnya diambil dari Tukad Melanggih yang terletak di bawah Pura Dalem, atau sebelah Tenggara Desa Suwat. Kata Melanggih sendiri diambil dari kata Mela (Baik) dan Langgih (Bisa dipakai). Jadi maknanya bisa digunakan untuk konsumsi, kegiatan sehari-hari dan ritual.

Konon katanya, air dari Tirta Melanggih kerap digunakan oleh Kerajaan Gianyar untuk ritual-ritual karena bersih dan menyejukkan.

4. Berharap masyarakat jauh lebih baik dan positif di tengah hingar bingar duniawi

Tradisi Unik di Bali, Perang Air Suwat Untuk Melawan Energi BurukIDN Times/Imam Rosidin

Jero Bendesa Suwat, Ngakan Putu Sudibya, mengatakan Siat Yeh merupakan ritual tahunan yang diadakan setiap awal tahun. Tujuannya untuk mengusung hal baru dengan nilai-nilai yang positif.

"Diharapkan melalui tahun baru ini dengan hingar bingar duniawi, kita berusaha bagaimana tahun baru menjadi suatu yang lebih baik dan positif," jelasnya.

5. Dalam ritual ini tersemat doa untuk Indonesia supaya bebas dari bencana

Tradisi Unik di Bali, Perang Air Suwat Untuk Melawan Energi BurukIDN Times/Imam Rosidin

Dalam ritual itu diselipkan juga doa kepada alam Bali dan Indonesia agar menjadi lebih baik lagi. Terkait maraknya bencana alam di Indonesia, ia mengatakan sudah saatnya masyarakat supaya lebih peduli pada alam.

"Ini peringatan dan kita harus kembali ke alam. Saat keseimbangan terganggu maka terjadilah bencana," ujarnya.

Dimulai dari hal-hal kecil yang bisa dilakukan masyarajat untuk memperbaiki keseimbangan alam. Contoh sederhananya adalah satu orang menanam satu pohon dan tidak membuang sampah secara sembarangan.

Topik:

  • Irma Yudistirani

Berita Terkini Lainnya