2 Pemicu Petani Bali Menjual Sawahnya, Pemerintah Tak Punya Wewenang

Padahal pariwisata Bali bisa hidup karena persawahan

Denpasar, IDN Times - Alih fungsi lahan di Bali dalam setahun terakhir dalam kondisi memperihatinkan. Jika terus dibiarkan, ini akan mengancam jumlah lahan sawah.

Menurut Kepala Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Perkebunan, IB Wisnuardhana, alih fungsi lahan di Bali dalam lima tahun terakhir, yakni dari tahun 2013 hingga 2017 rata-rata sekitar 550 hektar per tahun.

Lantas apa penyebabnya?

1. Irigasi yang terbatas di tingkat hilir

2 Pemicu Petani Bali Menjual Sawahnya, Pemerintah Tak Punya WewenangInstagram.com/olivier98800

Baca Juga: Lahan Sawah di Bali Berkurang 550 Hektare per Tahun, Tabanan Tertinggi

Menurut IB Wisnuardhana, ada beberapa alasan mengapa petani rela menjual sawahnya. Pertama, adalah sumber air untuk sawahnya yang kian terbatas. Hal ini biasanya dialami oleh para petani yang sawahnya berada di hilir atau dekat dengan pantai.

Berkurangnya sumber air tersebut karena persaingan dengan sektor lainnya. Seperti pemukiman dan pariwisata. "Para petani ini tinggal dapat air sisa-sisanya saja," katanya.

Seperti diketahui, sebagian besar petani di Bali adalah petani padi. Sedangkan padi merupakan jenis tanaman yang sangat membutuhkan banyak pasokan air.

2. Pajak Bumi yang tinggi di area perkotaan

2 Pemicu Petani Bali Menjual Sawahnya, Pemerintah Tak Punya Wewenangaccion.org

Faktor kedua, yang membuat petani rela menjual sawah adalah tingginya Pajak Bumi Bangunan (PBB) di kota, seperti Denpasar. Klasifikasi lahan di daerah perkotaan memiliki PBB yang relatif tinggi. Jadi, para petani memilih menjual sawahnya karena keuntungan dari hasil pertanian terbilang rendah.

Selain itu, sawah tersebut merupakan hasil warisan dari orangtua. Misalnya, seorang petani yang memiliki lima anak, meninggal dan mewariskan 10 hektare lahan sawah. Kemudian, sawah tersebut dibagi yang luasnya masing-masing dua hektare.

"Karena jika dikelola, lahannya sempit dan hasilnya tak seberapa. Maka, mereka biasanya menjualnya saja," terangnya.

3. Pemerintah tidak berwenang melarang petani menjual sawahnya. Tapi ada regulasinya

2 Pemicu Petani Bali Menjual Sawahnya, Pemerintah Tak Punya WewenangInstagram.com/exploreindonesia

Baca Juga: Masyarakat Bali Diimbau Tak Percaya Terkait Titipan Lolos CPNS

Wisnuardhana melanjutkan, pemerintah tidak memiliki kewenangan untuk melarang petani menjual sawahnya. Kendati demikian, pemerintah telah melakukan langkah-lagkah untuk menekan berkurangnya lahan pertanian.

Langkah pertama yakni memperbaiki aliran irigasi sungai. Jadi, petani atau subak yang sumber airnya terbatas bisa kembali menanam padi secara maksimal. Berikutnya adalah memberikan subsidi pupuk agar biaya produksinya bisa ditekan. Sehingga saat panen, petani masih bisa mendapat keuntungan.

Kemudian terkait regulasinya, Bali telah memiliki Perda Nomor 16 tahun 2009. Isinya, adalah tolerir alih fungsi lahan hanya 10 persen dalam 20 tahun, mulai 2009 hingga 2019. Artinya, dalam setahun hanya boleh terjadi alih fungsi sebanyak setengah persen.

Namun pada kenyataannya, pada tahun 2017 lalu, terjadi alih fungsi sebanyak 1,13 persen. "Ini kan sudah di atas setengah persen. Berarti peraturan ini belum ditegakan secara maksimal," katanya.

Wisnuardhana melanjutkan, lahan pertanian di Bali mencapai 14 persen dari total seluruh wilayah. Jadi, ia berharap agar alih fungsi lahan tidak terjadi lagi. Pasalnya, sumber pariwisata di Bali adalah budaya. Sedangkan budaya masyarakat Bali adalah pertanian.

"Jika sawahnya tidak ada, ini akan mengancam pariwisata," jelasnya.

Topik:

  • Irma Yudistirani

Berita Terkini Lainnya