Renungan Lumbung Padi di Kala Banjir Menyalahkan Curah Hujan

Siapkah Tabanan menyambut hujan lagi?

Minggu pagi, 16 Juli 2023, peralatan dapur dan lima koper di teras rumah Tipe 37 Perumahan BTN Panorama Sanggulan menjadi saksi bisu atas fenomena alam. Lantai teras dan ruang tamunya bahkan masih menyisakan endapan lumpur. Begitu pula rumah kosong di dekatnya. Noda bekas lumpur yang berkerak menempel di sepeda, pakaian, hingga tumpukan buku.

Denpasar, IDN Times - Kedua rumah itu bersama 23 rumah lainnya pernah tergenang banjir hampir setinggi dua meter pada 7 Juli 2023. Tim Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Tabanan sampai mengungsikan 26 kepala keluarga (KK) ke Sekolah Dasar Negeri (SDN) 6 Banjar Anyar, Desa Banjar Anyar, Kecamatan Kediri. Sekolah yang datarannya lebih tinggi dari perumahan itu dijadikan sebagai posko bencana selama kejadian.

Sekitar pukul 06.30 Wita, Ketut Widiartana melihat air mulai naik ke perumahan. Sebagai Kepala Lingkungan (Kaling) Perumahan BTN Panorama Sanggulan, ia harus mengutamakan ibu-ibu dan anak-anak untuk diungsikan ke dataran yang lebih tinggi. Yaitu Museum Subak, yang posisinya berada di belakang perumahan. Malamnya, baru mereka mengungsi ke SDN 6 Banjar Anyar selama tiga hari. Kebanjiran 7 Juli 2023 menyisakan kekhawatiran bagi Widiartana. Hujan sedikit saja, ia dan warga langsung trauma. Apalagi kalau hujannya tidak kunjung berhenti.

“Kalau hujan sampai tiga hari, lima hari, khawatir banget. Walaupun di sini terang, ada kiriman (kiriman air banjir di hulu), itu takut saya,” kata Widiartana.

Tidak hanya Widiartana. Istrinya, Parwani (36), bercerita bencana banjir ini juga meninggalkan jejak trauma bagi kedua anaknya yang masih kelas 2 sekolah dasar (SD). Semenjak peristiwa itu, putra putrinya kesulitan tidur di malam hari, terutama kalau turun hujan.

“Anak saya sejak banjir gede (besar) itu jadi takut. Malam saat tidur gak tenang, gak bisa tidur. Apalagi kondisi hujan,” ujar Parwani.

BPBD Tabanan mencatat 225 titik bencana dari tanggal 7-9 Juli 2023 akibat hujan deras. Titik bencananya tersebar di 10 Kecamatan yaitu Penebel 76 titik, Pupuan 45 titik, Selemadeg Barat 24 titik, Marga 21 titik, Tabanan 18 titik, Kediri 15 titik, Selemadeg Timur 9 titik, Kerambitan 7 titik, Selemadeg 7 titik, dan Baturiti 3 titik. Total kerugian diperkirakan Rp20 miliar.

Pelaksana Tugas (Plt) Kepala BPBD Tabanan, I Nyoman Sri Nadha Giri, menyebutkan sejumlah infrastruktur mengalami kerusakan parah. Meliputi jalan penghubung antara Desa Belatungan-Desa Munduktemu di Kecamatan Pupuan putus. Kemudian bale gong hilang tergerus longsor di Pura Muncak Sari, Desa Sangketan, Kecamatan Penebel. Ada pula saluran irigasi jebol di Desa Buruan, Kecamatan Penebel. Lalu gedung BUMDes dan desa adat di Desa Karyasari, Kecamatan Pupuan, juga hilang karena tergerus longsor.

"Dari kerusakan infrastruktur saja kerugiannya mencapai Rp15 miliar," ungkap Giri, Senin 10 Juli 2023.

Volume curah hujan pada 7 Juli 2023 memang tergolong ekstrem. Namun BPBD Tabanan menyatakan tumpukan sampah di sungai dan saluran drainase jadi penyebab airnya meluap (banjir)

Renungan Lumbung Padi di Kala Banjir Menyalahkan Curah HujanSampah, pohon, hingga material bangunan terlihat menumpuk di lahan kosong, belakang Perumahan BCA Multi Jadi IX, Desa Banjar Anyar, Kecamatan Kediri, Kabupaten Tabanan, 29 Juli 2023. (IDN Times/Irma Yudistirani)

Tujuh Juli 2023, lima stasiun pos hujan di wilayah Kabupaten Tabanan telah mencatat tingkat curah hujannya berada di atas 150 milimeter (mm) dalam sehari. Yaitu 195 mm per hari di Pos Tiying, Kecamatan Selemadeg; 193,5 mm per hari di Pos Meliling, Kecamatan Kerambitan; 193,5 mm per hari di Pos Jatiluwih, Kecamatan Penebel; 178 mm per hari di Pos Kuwum, Kecamatan Marga, yang berjarak 12 menit dari dua titik banjir di Kecamatan Kediri; dan 174,5 mm per hari di Pos Megati 1, Kecamatan Selemadeg Timur.

Menurut Koordinator Bidang Datin BMKG Bali, I Nyoman Gede Wiryajaya, angka curah hujan di atas 150 mm masuk dalam kategori ekstrem.

“Kalau harian, lebih dari 100 milimeter sangat lebat, di atas 150 milimeter ekstrem. Ini ngomong harian ya, satu hari. Kalau ngomongin jam, dia satu jam di atas 20 milimeter itu sangat lebat,” ujar Wirya saat ditemui tim di kantornya, Rabu 16 Agustus 2023.

Prakirawan atau Forecaster of Duty (FoD) BBMKG Wilayah III Denpasar pada saat itu telah melaporkan peringatan dini cuaca ekstrem di wilayah Bali sejak malam hari tanggal 6 Juli 2023, dan secara rutin diperbarui hingga 7 Juli 2023. Wirya mengaku, bahwa informasi peringatan dini cuaca ekstrem itu telah disebarluaskan melalui berbagai media sosial (medsos) BMKG Bali, termasuk grup WhatsApp dan Telegram.

Rabu 19 Juli 2023, Staf Sub Bidang Pelayanan Jasa Balai Besar Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BBMKG) Wilayah III Denpasar, Eka Putra Wirawan, menyatakan curah hujan tinggi pada Juli 2023 disebabkan oleh fenomena global dan regional di sekitar Indonesia (MJO dan Konfluensi atau pertemuan angin). Fenomena tersebut memengaruhi bertambahnya uap air yang berdampak pada peluang terjadinya hujan semakin besar di Indonesia, termasuk Bali.

Sri Nadha menyatakan, debit air di saluran drainase dan sungai cukup tinggi akibat hujan deras. Namun karena banyak sampah, airnya menjadi meluap ke daratan. Ia mencontohkan kasus yang terjadi di Perumahan Multi Jadi, Kecamatan Kediri. Saluran airnya terhalang sampah sehingga menimbulkan banjir bandang, dan menjebolkan tembok rumah warga serta menghanyutkan satu unit mobil.

Perumahan BCA Multi Jadi IX lokasinya berjarak 3,2 kilometer (km) dari Perumahan BTN Panorama Sanggulan ke arah utara. Perumahan inilah yang disebut-sebut oleh Plt Kepala BPBD Tabanan. Termasuk mobil hanyut yang videonya viral di media sosial (medsos). Perumahan ini diakses melalui Jalan Tukad Yeh Ho. Hampir di sepanjang jalan menuju lokasi ini berupa permukiman.

Pasangan suami istri yang menghuni Perumahan BCA Multi Jadi IX, Evan dan Silvi, mengalami kerugian sekitar Rp60 juta karena kerupuknya terendam banjir. Peristiwa itu menggagalkan bisnis kerupuknya. Kerupuk yang berkarung-karung itu kemudian ditumpuk di sisi kiri teras rumah, dan sudah tidak layak jual. Menurut Evan, kemungkinan terburuknya adalah ia akan menanggung sendirian kerugian ini.

“Ini bukan kerupuk saja, ada tepung dan semua ini bisa sampai Rp60 juta,” kata Evan sembari membersihkan perabotan rumah pada saat dikunjungi tim, Minggu 16 Juli 2023 pukul 11.00 Wita.

Sebelum menetap di sini, mereka dan anak pertamanya tinggal di Kota Denpasar. Pada tahun 2019 baru pindah ke perumahan ini, karena Evan ingin lebih dekat dengan kantornya. Semenjak banjir bandang, mereka dilema untuk memilih menetap atau pindah rumah lagi. Evan mengakui, perumahan ini sempat kebanjiran pada Oktober 2022. Sembari menunjuk ketinggian banjir semata kakinya, banjir tahun lalu tidak sehebat banjir tahun ini.

“Intinya banjir tahun lalu tidak sampai masuk ke rumah,” jelas Evan sembari mengeringkan baskom yang ia cuci di halaman rumahnya.

Selama di lokasi, tim mengamati beberapa bangunan rumah berdiri di samping saluran air. Entah itu sungai atau drainase, namun lebarnya bervariasi. Dari 1,1 meter (m); 1,17 m; dan 1,45 m dengan kedalaman 0,22 m. Lalu saluran air yang berjarak 0,07 km ke utara dari perumahan ini malah lebih lebar ukurannya. Yaitu 2,1 m dengan kedalaman 0,15 m. Banjir bandang datangnya dari saluran ini, lalu menerjang tembok satu unit rumah di sisi utara, dan menghanyutkan satu unit mobil yang terparkir di sisi selatan.

Pada titik lokasi itu pula sampah-sampah berupa bongkahan pohon besar, seng, pakaian, plastik, bambu, papan partikel (particle board), dan material lainnya dibiarkan menumpuk di atas lahan kosong. Begitu pula bangunan rumah di Perumahan BTN Panorama Sanggulan juga berdiri di pinggir sungai. Menyisakan pemandangan lumpur, sampah plastik, hingga potongan bambu di sisi kanan-kiri sungai tersebut.

Bali Primary School yang berada di Jalan Gatot Subroto Nomor 99X, Desa Banjar Anyar, Kecamatan Kediri, juga terendam banjir setinggi 2,5 m pada 7 Juli 2023. Posisi sekolah ini bak mangkuk, karena datarannya lebih rendah dari jalan raya utama. Sementara di sisi timurnya ada jurang dengan ketinggian sekitar 10 m. Jurang ini terdapat sungai di bawahnya dengan lebar sekitar 1,5 m.

Satu tahun sebelumnya, BPBD Provinsi Bali melaporkan 240 bencana pernah terjadi pada periode 17-28 Oktober 2022 di Kabupaten Tabanan. Meski tidak merinci jenis bencananya, namun peristiwa itu menelan 4 korban jiwa dan mencatat total kerugian Rp69.156.530.000. Tiga kecamatan mengalami bencana terbesar. Yaitu Marga 76 titik, Penebel 58 titik, dan Kediri 35 titik. Namun BPBD Provinsi Bali tidak mencatat titik kejadian di Kecamatan Tabanan.

Peristiwa ini sudah berlalu satu-dua tahun yang lalu. Apakah hanya curah hujan dan sampah, satu-satunya penyumbang terjadinya banjir yang menimbulkan banyak kerusakan ataupun kerugian? Silakan baca perlahan catatan liputan kolaborasi ini. Setelah itu, mari merenung bersama.

Konsep bencana dan tutupan lahan

Fenomena alam belum tentu menimbulkan bencana. Sebab berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana, bencana merupakan rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu sehingga mengakibatkan korban jiwa, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Dosen Kelompok Keahlian Sains Atmosfer, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Institut Teknologi Bandung (ITB), Edi Riawan, menggunakan rujukan itu untuk mendefinisikan bencana, yang juga dipakai oleh BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana). Menurut Edi, bencana itu harus memenuhi dua syarat yang saling terikat. Yaitu harus ada fenomena alam, dan objek yang terkena dampak.

Misalkan fenomena alam puting beliung terjadi di pemukiman dan menimbulkan kerusakan, korban jiwa, serta lainnya, maka dikatakan sebagai bencana. Tetapi kalau puting beliung terjadi di tengah laut, atau tengah hutan yang tidak menimbulkan korban, kerusakan, dan kerugian, maka tidak masuk dalam kategori bencana.

"Memang benar puting beliung itu bukan bencana. Itu adalah fenomena alam. Puting beliung menjadi bencana ketika terjadi di wilayah yang dapat memicu kerugian, atau korban jiwa, atau kerusakan lingkungan kalau definisinya BNPB. Jika tidak menimbulkan korban jiwa, kerugian ekonomi, kerugian lingkungan, maka itu bukan masuk dalam kategori bencana. Itu hanya fenomena alam biasa. Nah, ini yang terkait dengan konsep bencana," kata Edi.

Bencana hidrometeorologi seperti cuaca ekstrem, banjir, dan longsor, ancamannya (hazard) juga akan semakin diperparah dengan kondisi tutupan lahan yang berubah (ada perubahan lahan). Hazard adalah fenomena alam yang berpotensi merusak maupun mengancam hidup manusia, kehilangan harta benda, kehilangan mata pencaharian, dan kerusakan lingkungan.

Ia mencontohkan bencana banjir. Menurut Edi, air hujan yang turun ke permukaan akan terbagi ke dua aliran, yaitu limpasan permukaan (runoff) dan bawah permukaan. Rasionya ini ditentukan oleh kondisi tutupan lahan serta jenis tanahnya. Jenis tanahnya mungkin akan tetap sama. Namun tutupan lahan ini sangat tergantung dari manusianya.

“Kalau sebelumnya itu hutan, kemudian kita babat menjadi pemukiman, itu bisa meningkatkan jumlah air yang melimpas di permukaan,” terangnya.

Atau contoh kasus lain, misalnya air sungai di wilayah pemukiman A pernah meluap. Mungkin zaman dulunya wilayah A bukan pemukiman, melainkan persawahan. Namun gara-gara ada pemukiman di dekat sungai, maka wilayah A jadi rawan bencana. Kenapa wilayah tersebut menjadi rawan bencana? Karena pemukimannya tinggal di zona banjir. Sehingga ketika ada air sungai yang meluap, maka ada kerugian yang ditimbulkan.

“Itu yang perlu diwaspadai. Jadi belum tentu sungainya yang salah. Bisa saja sungainya tidak ada perubahan, tapi manusianya mendekati. Ini tergantung dari bagaimana mengelola tata ruang wilayahnya mana yang ditetapkan sebagai budidaya, dan mana yang tidak,” jelas Edi.

Edi berpendapat, tutupan lahan yang menjadi daerah pemukiman (urbanisasi) akan meningkatkan kerentanan (nilai objek yang terdampak), dan hazard. Yaitu akan meningkatkan banjir, meningkatkan debit banjir, meningkatkan air yang meluap, dan mengakibatkan banjir jadi lebih sering terjadi.

“Tapi ingat, konsep ini tidak bisa dipukul rata walaupun bisa dijadikan sebagai indikasi awal,” katanya.

Makanya setiap kali ia melakukan penelitian di lapangan, maka pertanyaan yang diajukan kepada warga adalah “Bagaimana kondisi wilayah ini pada zaman dulu, dan mulai kapan sering terjadi banjir?” Kalau misalkan warga itu menjawab dulu banjirnya terjadi sekali atau dua kali dalam 10 tahun dan sekarang hampir setiap tahun, maka dari pernyataan itu bisa ditarik kesimpulan, bahwa catchment area atau daerah tangkapan airnya (DTA) sudah mengalami perubahan tutupan lahan.

“Ini indikasi awal. Baru kita mulai menelusuri, apakah benar mengalami perubahan lahan yang cukup masif. Jadi bisa digunakan sebagai pembuktian terbalik kalau banjirnya itu lebih sering,” terang Edi.

Wilayah Desa Banjar Anyar, Kecamatan Kediri, pernah mengalami bencana banjir pada periode Oktober 2020, September 2022, Oktober 2022, dan Juli 2023. Ini berdasarkan wawancara dengan warga di lapangan, dan catatan dari BPBD. Pertama, Evan yang tinggal di Perumahan BCA Multi Jadi IX mengakui pernah kebanjiran pada Oktober 2022 dan Juli 2023. Kedua, Sistem Informasi Kebencanaan (SIK) BPBD Provinsi Bali mencatat kejadian banjir pukul 06.30 Wita tanggal 17 Oktober 2022 di Banjar Dinas Sanggulan, Desa Banjar Anyar, Kecamatan Kediri. Satu bangunan mengalami kerusakan ringan dengan kerugian Rp15 juta.

Ketiga, BPBD Tabanan juga melaporkan kejadian bencana banjir di Desa Banjar Anyar, Kecamatan Kediri tanggal 30 September 2022 pukul 15.00 Wita. Menurut mereka, banjir ini dipicu oleh hujan dengan intensitas tinggi dan buruknya sistem drainase. Akibatnya, 25 unit rumah terkena dampak banjir dengan ketinggian air 30-100 centimeter (cm). Laporan tersebut diunggah dalam bentuk infografis di laman pusdalops.bnpb.go.id, dengan mencantumkan tiga foto kawasan terdampak banjir. Satu dari tiga foto itu lokasinya berada di Perumahan BTN Panorama Sanggulan. Keempat, SIK BPBD Provinsi Bali juga mencatat laporan banjir di Perumahan BTN Panorama Sanggulan pada pukul 08.05 Wita tanggal 10 Oktober 2020.

Sabtu, 29 Juli 2023 pukul 10.55 Wita, tim menuju ke rumah daerah Jalan Gatot Subroto Gang Beringin, Desa Banjar Anyar, Kecamatan Kediri, atau di belakangnya RSIA Puri Bunda. Ada satu rumah kosong yang temboknya meninggalkan noda lumpur. Kalau dihitung dari permukaan lantai ke titik bekas itu tingginya 1,73 m. Ini menjadi bukti, bahwa banjirnya menggenangi rumah hingga setinggi itu.

Anom, tetangga kanannya, mengatakan banjir 7 Juli 2023 pernah merendam kawasan ini, termasuk rumah dan mobil taksi biru miliknya. Ia bercerita, saluran irigasi di sebelah kiri rumahnya meluap karena tak mampu menampung arus sungai yang deras dari arah utara.

“Tenggelam semua, saya lari ke jalan. Sampah-sampahnya banyak. Airnya baru surut sekitar tiga sampai empat jam. Saya tinggal di sini dari tahun 2000, dan (seingat dia) sudah lima kali banjir. Itu dari tahun 2000, 2001, 2003, 2022, 2023. Kalau saya sudah terbiasa (terbiasa kena bencana banjir),” katanya.

Titik-titik bencana berdiri di saluran yang seharusnya menjadi jalannya air

Ada yang menarik dari semua titik bencana tersebut. Dari pantauan tim melalui Google Maps, permukiman di kawasan Gang Beringin, termasuk Perumahan BTN Panorama Sanggulan, Perumahan BCA Multi Jadi IX, beserta Bali Primary School semuanya berdiri di samping sungai ataupun saluran irigasi ataupun drainase. Tim telah menelusuri saluran ini dari hilir ke hulu.

Titik pertama adalah lokasi banjir di pura beji, belakangnya RSIA Puri Bunda. Pura tersebut hancur karena terjangan banjir pada 7 Juli 2023. Titik kedua adalah Gang Beringin yang turut terkena dampak banjir. Saluran irigasi di samping Gang Beringin inilah yang membanjiri pura beji tersebut. Lalu utaranya Gang Beringin adalah Perumahan BTN Panorama Sanggulan. Aliran sungainya satu jalur dengan saluran irigasi di Gang Beringin.

Titik selanjutnya adalah Bali Primary School, yang aliran sungainya terkoneksi dengan sungai di pura beji RSIA Puri Bunda, samping Gang Beringin, dan Perumahan BTN Panorama Sanggulan. Dari pantauan di Google Maps, ada pertemuan dua aliran sungai di utaranya Bali Primary School. Satu sungai mengarah ke sebelah timur, dan lokasinya cukup jauh dari perumahan warga. Sedangkan aliran sungai yang satunya lagi melewati Perumahan BCA Multi Jadi IX. Luapan dari sungai kecil inilah yang membanjiri perumahan hingga mengalami kerugian besar.

Kawasan-kawasan itu juga berada di area Daerah Aliran Sungai (DAS) Yeh Empas. Menurut KLHK Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Bali dan Nusa Tenggara, DAS Yeh Empas memiliki luas 107,5 kmᒾ dengan panjang sungai 32,8 km. DAS Yeh Empas ini termasuk jenis tipe sungai perennial (pharennial), yang berarti aliran air sungainya terus ada sepanjang tahun. Aliran DAS ini melintasi lima Kecamatan di Kabupaten Tabanan yaitu Penebel, Baturiti, Marga, Tabanan, dan Kediri.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Tabanan, Kecamatan Kediri yang luas wilayahnya 53,6 kmᒾ ini memiliki jumlah penduduk paling tinggi di antara 10 kecamatan pada tahun 2022. Jumlahnya 91.600 jiwa, mengalahkan Kecamatan Tabanan sebanyak 77.300 jiwa. Tingkat kepadatan penduduknya juga jauh di atas rata-rata Kabupaten Tabanan (559 jiwa per kmᒾ), yaitu 1.710 jiwa per kmᒾ.

Sementara Desa Banjar Anyar memiliki luas wilayah sebesar 5,92 kmᒾ. Jumlah penduduknya termasuk tertinggi di antara 15 desa yang ada di Kecamatan Kediri. Yaitu 17.653 jiwa, dengan rata-rata kepadatan penduduk 2.981,93 per kmᒾ.

Kalau dilihat dari data di atas, warga di Kecamatan Kediri sangat heterogen dan padat penduduk. Dalam Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Tabanan Nomor 3 Tahun 2023 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Tabanan Tahun 2023-2043 Pasal 8 Ayat 2 huruf b, ada tiga kecamatan yang memang difungsikan sebagai kawasan perkotaan Sarbagita, hingga pusat kegiatan nasional (PKN). Yaitu Kediri, Tabanan, dan Kerambitan.

Menurut Kepala Dinas PUPRPKP (Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, Perumahan dan Kawasan Permukiman) Tabanan, I Made Dedy Darmasaputra, pihaknya harus merancang dan membuka ruang untuk pertumbuhan ekonomi di seluruh Kabupaten Tabanan. Tentu pertumbuhan ini juga membutuhkan pertumbuhan jumlah permukiman. Dalam pola tata ruang, Kecamatan Kediri (Termasuk juga Sanggulan di Desa Banjar Anyar yang menjadi kawasan bencana) memang dirancang dari awal di Perda 11 Tahun 2012 Tentang RTRW Kabupaten Tabanan Tahun 2012-2032, menjadi kawasan permukiman.

"Sanggulan dijadikan sebagai kawasan permukiman. Karena itu potensi yang kita punya sebagai kawasan permukiman. Kita tidak ingin juga permukiman merambah ke tempat lain. Makanya sentralisasi permukiman ada di sana," kata Dedy dalam diskusi publik.

Ia juga mengakui, hak kepemilikan tanah di beberapa kawasan sampai ada yang memanfaatkan sempadan irigasi. Namun berbeda dengan sempadan sungai, sempadan irigasi tidak ada ketentuan khusus yang mengatur selama saluran irigasinya tidak terganggu, kata Dedy. Meski ada penyempitan karena menempatkan bangunan di bidang tanah, tapi secara kawasan itu memang diperuntukkan sebagai permukiman. Pemanfaatan lahannya sudah sesuai dengan haknya.

"Mereka memanfaatkan hak yang mereka punya. Secara pola ruang sudah terpenuhi. Kawasan pemukiman itu dimanfaatkan. Secara KDB (Koefisien Dasar Bangunan) itu terpenuhi. Apakah perubahan ini akan menjadi penyebab bencana? Itu nanti kita diskusikan. Dalam catatan kami, curah hujan memang sangat tinggi," ujarnya.

Pengaturan jarak sempadan sungai terhadap bangunan, telah diatur dalam Peraturan Daerah (Perda) Bali Nomor 3 Tahun 2020 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali Tahun 2009-2029. Perda tersebut mengatur bahwa sempadan sungai adalah kawasan yang harus dilindungi dari segala kegiatan manusia yang dapat mengganggu, merusak kualitas air sungai, dan sekitarnya. Regulasi ini juga menetapkan lebar ideal untuk sempadan sungai.

Aturan yang berlaku tak sesuai dengan kenyataan di lapangan. Tim melihat pemukiman di Gang Beringin, banjir di Bali Primary School, dan dua perumahan, faktanya dibangun di sempadan sungai. Tim mendatangi kantor pengembang Perumahan BTN Panorama Sanggulan untuk meminta keterangan atas kondisi bangunan perumahan warga terdampak banjir. Namun pengembang perumahan tersebut tak dapat ditemui. Menurut pemilik warung di dekat kantor tersebut, para pegawainya meluncur ke proyek.

Ketua Real Estate Indonesia (REI) Bali sekaligus pihak pengembang Perumahan BCA Multi Jadi IX, I Gede Suardita, tak menampik penyempitan dan pendangkalan sungai terjadi pascaterbangunnya unit perumahan yang ia gagas.

"Memang tidak dipungkiri ada juga penyempitan dan pendangkalan sungai, kita sebagai developer sudah membantu optimal dengan perbaikan fasum (fasilitas umum) yang rusak, dan pengerukan sungai di sekitar perumahan," jelas Suardita.

Kita tidak bisa menyalahkan curah hujan kalau terjadi bencana banjir, longsor, dan lainnya

Renungan Lumbung Padi di Kala Banjir Menyalahkan Curah HujanSatu titik sungai di perumahan daerah Desa Banjar Anyar, Kecamatan Kediri, Kabupaten Tabanan, pada 29 Juli 2023. (IDN Times/Irma Yudistirani)

Bencana bukan sesuatu yang terjadi secara tiba-tiba, kata Ketua Forum Daerah Aliran Sungai (Fordas) Bali, I Made Sudarma. Dunia sudah memasuki zona perubahan iklim, dan ini sudah diperingatkan oleh internasional bahwa kondisi dunia sedang tidak baik-baik saja. Perubahan iklim, berarti juga berbicara global. Tidak bisa hanya dilakukan oleh satu pihak, satu daerah, atau satu negara tertentu. Mau tidak mau, suka tidak suka, semua pihak harus bersama-sama melakukan upaya mitigasi dan adaptasi.

Akhir 2022 dan awal 2023, Bali pernah mengalami curah hujan yang ekstrem, sehingga banyak terjadi bencana hidrometeorologi seperti banjir dengan konsekuensi ada longsor, sedimentasi, dan lainnya. Sekarang bahkan memasuki kemarau yang ekstrem, dan berharap turun hujan. Prediksinya hujan akan turun pada pertengahan November 2023. Tapi prediksi ini bisa saja berubah, dan belum tentu terjadi di seluruh Bali. Mungkin hanya terjadi di daerah tertentu saja. Ini yang perlu diantisipasi dan dipersiapkan oleh semua pihak.

"Apa yang akan kita lakukan di saat curah hujan itu tinggi? Kita tidak bisa menyalahkan curah hujan kalau terjadi bencana seperti longsor, banjir, dan lainnya. Tetapi yang bisa kita buat adalah bagaimana bencana itu terjadi seminimal mungkin, baik kerugian dalam bentuk harta benda, uang, ataupun dalam bentuk jiwa," kata Sudarma dalam diskusi publik daring yang diadakan Balebengong, Senin 3 Oktober 2023.

Secara logika, banjir terjadi karena volume air meningkat dari biasanya. Volume air meningkat karena terjadi curah hujan ekstrem. Sekarang, kenapa curah hujan yang begitu besar bisa sampai menyebabkan banjir? Menurut bahasa sederhana Sudarma, karena jalannya air terganggu. Air tidak akan pernah menggunakan tempat lain untuk melintas. Ia menilai, kemungkinan banjir itu terjadi karena sempadan sungainya telah beralih fungsi. Tanah dan hutan semestinya menjadi lahan terbuka untuk masuknya air hujan dalam bentuk runoff.

Begitu pula saluran drainase dan irigasi, yang mestinya dibuat untuk jalannya air, tapi juga dimanfaatkan sebagai tempat pembuangan sampah. Kalau memang jalannya dimanfaatkan untuk kepentingan yang lain, maka air tersebut akan meluber ke samping. Seluruh pemerintah daerah (pemda) memang punya tata ruang. Namun ia juga mempertanyakan, apakah tata ruang itu sudah diterapkan dengan baik dan berbasis DAS? Sebab semua jengkal itu harus berbasis DAS.

"Saya yakin setiap pemda tahu di mana daerah yang rawan banjir. Sehingga kalau daerah yang rawan banjir itu juga dimanfaatkan sebagai permukiman, sebagai pembangunan infrastruktur, apakah itu perumahan dan sebagainya, pertanyaannya adalah yang salah itu siapa? Banjirnya yang salah, ataukah kita yang salah memosisikan fungsi dari kawasan itu sendiri?"

Siapakah pihak yang berwenang memberikan izin lokasi untuk membangun permukiman maupun perumahan?

Menurut Analisis Kebijakan Ahli Madya DPMPTSP (Dinas Penanaman Modal dan pelayanan Terpadu Satu Pintu) Tabanan, I Kadek Suardana Dwi Putra, pihaknya hanya memiliki kewenangan di bidang pelayanan saja. Sedangkan pengawasan kawasan atau bangunan adalah tanggung jawabnya DPUPRPKP Tabanan. Kewenangan ini juga termasuk menentukan zona atau wilayah mana saja yang boleh dilakukan pembangunan kawasan perumahan.

“Kami hanya bisa dari sisi pelayanan saja, apakah semua syarat sudah terpenuhi. Termasuk kami melakukan pemungutan retribusi atas usaha izin yang sudah diterbitkan,” kata Suardana.

Kemudahan perizinan untuk mendirikan bangunan kian gencar setelah diberlakukannya Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja. UU ini memang memberikan dampak positif bagi kegiatan usaha yang dijalankan oleh masyarakat. Misalnya, memberikan kemudahan perizinan dalam bentuk apa pun melalui pendaftaran online single submission (OSS). Tapi di satu sisi, juga berdampak negatif bagi daerah karena aturan ini melemahkan pengawasan terhadap bangunan, apakah sesuai dengan tata ruang. Termasuk dari sisi izin lingkungan dan utilitas dari kawasan perumahan yang terbangun.

Dalam proses mekanisme perizinan bangunan perumahan, dulunya masih bernama IMB (Izin mendirikan bangunan). Sedangkan sekarang berubah nama menjadi PBG (Persetujuan Bangunan Gedung). PBG ini, semua prosesnya menjadi kewenangan Dinas PUPRPKP. Mulai dari proses penentuan zona atau kawasan perumahan di sisi bangunan struktur, arsitektur, saluran listrik, saluran air, hingga kesesuaian tata ruang wilayah setempat. Hal ini telah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 16 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung.

“Jujur ini jadi beban kadang kala. Bangunan yang sudah terbangun ternyata tidak sesuai dengan tata ruang. Baik dokumen lingkungan dan bangunan yang sesuai dengan kaidah lingkungan, membangun di atas sempadan sungai atau mengambil saluran irigasi subak. Kami benturan di lapangan. Mau cabut izinnya, tapi pusat yang mengeluarkan izin,” jelasnya.

Persoalan ini, kata Suardana kian rumit ketika izin lingkungan dalam kegiatan pembangunan saat ini cukup menyertakan Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan (SPPL). Surat pernyataan ini dapat dibuat sendiri oleh pemohon usaha, yang selama ini dikhawatirkan menjadi celah manipulasi izin lingkungan bagi oknum tak bertanggung jawab.

“Jadi sudah sangat jarang UKL (Upaya pengelolaan lingkungan), UPL (Upaya pemantauan lingkungan hidup), bahkan Amdal (analisis dampak lingkungan), diperhatikan. Mereka, masyarakat atau pengembang perumahan yang akan membangun, cukup menggunakan SPPL surat kesanggupan melakukan pengelolaan lingkungan sesuai ketentuan undang undang,” ungkapnya.

Jika merujuk pada data pengurusan izin kawasan permukiman di Kabupaten Tabanan dari tahun 2015 sampai 2022, sudah ada 4.951 unit perumahan yang terbangun di Tabanan. Tipe bangunan rumahnya beragam. Mulai tipe 25, tipe 27, sampai tipe 90 dengan luas tanah bangunan rumah yang juga bervariasi mulai 60 meter sampai 200 meter. Data itu baru perumahan saja. Selama tim meliput ke daerah terdampak banjir, di sisi kanan dan kiri lahannya mulai dipromosikan untuk pembangunan perumahan.

Pernyataan pihak DPMPTSP Tabanan sangat berbeda dengan Peraturan Bupati (Perbup) Tabanan Nomor 8 Tahun 2018 Tentang Tata Cara Pemberian Izin Lokasi. Dalam Pasal 8 Ayat 2 disebutkan, permohonan izin lokasi ini diajukan secara tertulis kepada bupati melalui DPMPPTSP. Sehingga, izin lokasi ini adalah kewenangannya pihak DPMPPTSP.

Perubahan fungsi lahan yang terjadi menjadi salah satu penyebab banjir. Menurut Edi Irawan, alih fungsi lahan dapat meningkatkan hazard terhadap fungsi peresapan yang secara alami dimiliki oleh tanah dan tumbuhan yang tumbuh di suatu lahan.

Edi menggambarkan, bahwa semakin tanah tersebut kehilangan tumbuhan dan tergantikan oleh bangunan, maka daya serap tanahnya menjadi hilang. Sehingga air yang berasal dari curah hujan maupun banjir kiriman dari hulu, akan mengalir semakin deras dan tak terserap ke tanah.

“Daya serap tanah apabila tidak memiliki fungsi peresapan yang dipertahankan, maka aliran air semakin deras sebab tidak terserap sama sekali,” kata Edi.

Persoalan kebanjiran sangat berkaitan pula dengan pola perilaku manusia dalam memilih lokasi berdirinya bangunan. Sungai, tanah, dan hujan bukanlah musuh manusia. Ketiganya adalah sahabat pemberi kehidupan, maka manusia sudah selayaknya memberi kehidupan pula untuk alam.

Mengamati sempadan Tukad Bindu yang terbebas dari bangunan permanen

Renungan Lumbung Padi di Kala Banjir Menyalahkan Curah HujanSuasana Tukad Bindu di Banjar Ujung, Kelurahan Kesiman, Kecamatan Denpasar Timur, pada 12 Oktober 2023. (IDN Times/Irma Yudistirani)

Sempat agak ragu ketika Google Maps mengarahkan lokasinya Tukad (Sungai) Bindu di jembatan Jalan Turi, Banjar Ujung, Kelurahan Kesiman, Kecamatan Denpasar Timur, Kota Denpasar. Hanya ada gang sempit di sebelah jembatan yang cukup dilalui sepeda motor, dan jalannya agak menurun.

"Masuk saja. Ikuti jalannya, terus belok kiri," jawab warga yang ditemui di pintu masuk gang.

Tukad Bindu adalah DAS yang masuk sebagai Daya Tarik Wisata (DTW) untuk Rekreasi Air di Kecamatan Denpasar Timur. Hal ini merujuk pada Peraturan Daerah (Perda) Kota Denpasar Nomor 8 Tahun 2021 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Denpasar Tahun 2023-2041.

Dalam keraguan menyusuri gang dan melewati pura kecil, tibalah sepeda motor ini berhenti di lahan tanah yang kosong. Mata ini langsung tertuju pada taman, kebun, playground, beberapa balai serbaguna, hingga mini zoo di bawahnya. Kamis, 12 Oktober 2023 pukul 10.13 Wita, cuaca sedang terik-teriknya, tetapi pepohonan di sini cukup meneduhkan.

Tidak ada bangunan permanen yang berdiri dempet di sempadan DAS Tukad Ayung, yang jadi lokasinya Tukad Bindu. Hanya pemandangan jogging track yang jalurnya menembus sampai ke Living World Mall, dan warung-warung penjaja makanan berjarak sekitar 5 meter dari bibir sungai. Ada sih beberapa bangunan rumah yang telanjur berdiri mepet dan membelakangi sungai. Rumah ini sudah dibangun jauh sebelum 2010.

"Nah, ini nanti bisa dijadikan contoh. Jangan sampai nanti akan seperti ini," kata I Gusti Rai Ari Temaja.

Pria ini akrab disapa Gung Nik. Ia adalah pelopor berdirinya Tukad Bindu, bersama dua rekan yang lain: Ida Badus Made Suryadharma, Kelian Adat Banjar Ujung; dan Ida Bagus Ketut Suantara (almarhum), Lurah Kesiman. Mereka membutuhkan waktu 13 tahun untuk menyelamatkan sumber daya air, lebih tepatnya menjaga sempadan di Tukad Bindu dan DAS Tukad Ayung. Apa yang terjadi pada Tukad Bindu?

Sebelum 2010, warga tidak berani datang ke wilayah ini. Dulunya sungai ini selalu dikaitkan dengan hal-hal yang seram. Menurut Gung Nik, seram itu karena pada dasarnya resem (Kotor atau jorok). Gimana warga mau datang ke sungai kalau sempadannya kotor, penuh semak belukar, dan tidak tertata. Sementara sungainya adalah irigasi subak, sering dimanfaatkan juga sebagai tempat mandi, dan tempat berkumpulnya warga sekitar. Namun, limbah cair sablon pun luar biasa mencemari airnya. Penduduknya sudah padat pada periode 2010-an, dan hampir setiap hari ada bangkai anjing, babi, termasuk limbah dapur yang mencemari Tukad Bindu. Pokoknya, berminyaklah dulu di sini. Kalau melihat data BPS pada 2010, kriteria mutu air di Tukad Ayung masuk dalam kategori tercemar ringan.

Pada tahun yang sama, Gung Nik menjabat sebagai Kepala Lingkungan (Kaling) Banjar Ujung. Ia bersama kedua rekannya tergugah untuk mencegah kebiasaan warga yang membuang limbah ke sungai. Ia tahu, bahwa Kelurahan Kesiman hanya ada aliran sungai, tidak punya danau, ataupun pantai seperti Kuta. Dari sinilah awal mula munculnya pemikiran untuk menyelamatkan sumber daya air dan edukasi lingkungan. Yaitu mengangkat potensi aliran sungai untuk mendatangkan perekonomian, dengan cara menggerakkan orang-orang yang tinggal di bantaran sungai. Sehingga terbentuklah Komunitas Peduli Sungai (KPS) Tukad Bindu pada tahun 2010. Jika pemberdayaan warga ini berhasil, maka tujuan besar mereka untuk mengembalikan fungsi sempadan dan DAS seperti semula, semakin terwujud.

"Penyelamatan seutuhnya. Karena bicara masalah lingkungan tidak terbatas pada ekonomi, sosial, adat, budaya, tetapi juga edukasi. Ini jadi tujuan mutlak. Makanya Tukad Bindu sudah terkenal sebagai edukasi lingkungan untuk warga seutuhnya," kata Gung Nik yang juga sebagai Koordinator Pengawas Yayasan Tukad Bindu.

Apakah upaya ini berhenti sampai pada pembentukan komunitas? Tentu saja tidak. Strategi berikutnya adalah mengubah mindset warga dan desa adat sekitar. Karena tidak mudah rasanya mengajak warga, lalu diberikan kepercayaan untuk ikut bergerak seperti para pelopor ini. Kalau komunitas ini terlihat tidak melakukan sesuatu, maka tidak bisa dijadikan sebagai contoh untuk mengajak yang lain. Apalagi kalau sudah ada imbauan dan aturan, itu bakalan mubazir. Para pelopor ini terus bergerak melakukan penataan, dari tahun ke tahun.

Pada 2017, mereka membentuk kesepahaman bersama empat banjar di wilayah bantaran sungai. Yaitu Banjar Abian Nangka Kaja, Banjar Abian Nangka Kelod, Banjar Dukuh, dan Banjar Ujung. Kesepahaman ini melahirkan Yayasan Tukad Bindu pada 23 Maret 2017. Mereka melibatkan pemuda, kepala lingkungan, kepala dusun, kepala adat, beserta para tokoh penglingsir (tetua) untuk mengelola dan mengawasi Tukad Bindu. Apa yang meyakinkan Gung Nik dan kawan-kawan, bahwa strateginya akan berjalan lancar?

Mereka memercayai konsep Tri Hita Karana dan Tri Kaya Parisudha. Tri Hita Karana adalah konsep kehidupan untuk mencapai kebahagiaan. Sedangkan Tri Kaya Parisudha adalah tiga perbuatan suci berlandaskan konsep berpikir yang benar (manacika), berkata yang benar (wacika), dan berbuat yang benar (kayika). Gung Nik merasa beruntung, karena keempat banjar berjalan sesuai dengan konsep itu, dan mau bergerak bersama untuk menyosialisasikan. Pemikiran dan komunikasinya juga dinilai bagus.

Tapi apa artinya kolaborasi itu jika tidak ada sesuatu yang menarik, dan membuat orang lain mau ikut bergabung. Maka, mereka harus mencari biaya. Awalnya berutang Rp200 juta untuk membersihkan dan menata Tukad Bindu, lalu berutang lagi. Setelah terlihat ada perubahan nyata, aksi mereka mulai dilirik oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Denpasar, termasuk para stakeholder swasta lainnya. Mereka akhirnya di-support sampai sekarang.

"Yang jelas kita bisa, karena kita bersama. Bukan sekadar meminta-minta. Tidak. Kita melakukan sesuatu dulu. Jika sesuatu itu ada impact-nya, value yang positif, ya orang pasti akan tertarik. Kalau tanpa melakukan itu ya sudah. Tidak cukup hanya dengan bersih-bersih saja. Kita harus menatanya, kita harus membuat ketertarikan. Sehingga yang lainnya ikut menyebar," jelasnya.

Tukad Bindu merupakan tanah pribadi milik warga yang diikhlaskan untuk edukasi

Kini Tukad Bindu dikelola oleh Yayasan Tukad Bindu, dan pengawasnya adalah empat banjar. Menariknya, lahan yang digunakan merupakan tanah pribadi milik warga. Tukad Bindu tidak mengontrak tanah. Pemilik lahan ikhlas memberikannya selama dimanfaatkan untuk mengedukasi warga. Namun untuk bisnis, lain lagi.

"Kok bisa? Ya karena kesepahaman. Mana ada di kota yang bisa begini. Lahan mahal. Tidak ada kompensasi. Tanah ini kan ditata, bukan diambil. Mereka juga merasa bersyukur karena tanahnya bersih, dikasih taman tanpa mengeluarkan biaya," kata Gung Nik.

Lantas, bagaimana caranya agar warga maupun perusahaan patuh untuk tidak mendirikan bangunan permanen di sempadan sungai? Menurut Gung Nik, pengaturan jarak sempadan sudah ada peraturannya. Tinggal mereka mau mengikuti aturan tersebut atau tidak. Kalau tidak mau, mereka pasti akan sulit mendapatkan tanda tangan untuk Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dari pihak yang berwenang.

Sekarang persoalan membuang sampah, KPS Tukad Bindu juga tidak punya kewenangan untuk memberikan sanksi kepada para pelanggar. Sehingga strategi untuk menindak para pelanggar ini adalah mendatangi rumah warga dan memberikan edukasi, namun harus didampingi oleh kepala dusun serta satuan polisi pamong praja (satpol PP) kecamatan. Karena ini sifatnya adalah edukasi, jadi komunitas bersama pemangku harus bersikap tegas dan jelas, bukan menakuti-nakuti para pelanggar.

"Itulah trik-trik kita selama ini. Kita bisa karena kerja sama dan berkolaborasi. Serius menyikapi, sungguh dalam melaksanakan, jujur, dan bertanggung jawab. Karena sekarang orang jarang mau jujur, takut disalahkan," ungkapnya.

***

Penulis: Juliadi (Radar Bali), Irma Yudistirani (IDN Times Bali), Yuko Utami (Balebengong), dan I Putu Gede Rama Paramahamsa (Balebengong)

Liputan ini adalah kolaborasi antara wartawan media di Bali dengan pewarta warga di Kabupaten Tabanan, didukung Kurawal Foundation.

Topik:

  • Irma Yudistirani

Berita Terkini Lainnya