Produksi Kopi Wadas Berhenti Jika Pertambangan Tetap Jalan

Jejaring Solidaritas Jogja dan warga Wadas diskusi di Bali

Penulis: Ufiya Amirah

Konflik perampasan tanah untuk tujuan pembangunan tambang di Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, telah menimbulkan kerugian non maupun materiil terhadap warga. Selain lahan sebagai sumber penghidupan hilang, tidak sedikit warga yang menolak tambang mengalami ketakutan karena adanya keterlibatan aparat kepolisian dalam perebutan lahan, meskipun di sisi lain ada yang pro.

Jejaring Solidaritas Jogja melakukan jejaring suara di berbagai wilayah Indonesia untuk mendukung petani di Wadas. Berikut 5 gambaran upaya jejaring dukungan untuk warga Wadas:

Baca Juga: Sisi Gelap Bali: Sejarah Perbudakan di Pulau Dewata  

1. Pencerdasan publik tentang pentingnya tanah untuk hidup

Produksi Kopi Wadas Berhenti Jika Pertambangan Tetap JalanSesi diskusi Kepada Tanah bersama Jejaring Solidaritas Jogja dan Warga Wadas. (Instagram.com/kepadatanah)

Masifnya propaganda hitam mengenai konflik agraria di Wadas oleh pemerintah, mengakibatkan fakta kriminalisasi petani yang menolak tambang terkaburkan. Maka Jejaring Solidaritas Jogja bersama Warga Wadas melakukan edukasi massa secara langsung di berbagai wilayah, termasuk Bali.

Menurut perwakilan Jejaring Solidaritas Jogja, Bebe, pencerdasan tersebut diharapkan dapat menjadi kontra narasi pemerintah yang menggambarkan seolah-olah suasana Wadas yang damai dan pro pembangunan tambang, padahal justru kontras di lapangan.

"Harapan dari adanya diskusi ini, setiap jejaring dapat mengetahui informasi terkait Wadas langsung dari sumbernya, sekaligus menjadi counter berita yang tak berimbang tentang kondisi Wadas," ungkap Bebe, Sabtu (12/2/2022) malam dalam diskusi.

Baca Juga: Menguak Perbudakan Buruh Sawit di Sumatra Utara

Baca Juga: Mengapa Warga Selalu Jadi Korban Konflik Agraria

2. Pameran seni rupa bersama kopi wadas untuk solidaritas ekonomi warga korban tambang

Produksi Kopi Wadas Berhenti Jika Pertambangan Tetap JalanPameran seni karya bersama kopi wadas di Uma Seminyak, Bali. (Instagram.com/umaseminyak)

Jejaring Solidaritas Jogja bersama 22 seniman melakukan penggalangan dana, melalui pameran seni rupa bersama kopi wadas di 6 kota. Harapannya, alokasi dana kegiatan tersebut dapat memperpanjang napas perjuangan warga Wadas di sisi ekonomi.

Kopi ini merupakan produksi penduduk asli Desa Wadas yang ditanam secara turun-menurun, tumbuh di lahan ideal untuk kopi robusta pada ketinggian 400 sampai 500 mdpl. Produksi kopi wadas telah menjadi tumpuan mata pencaharian warga setempat.

Kemasan kopi Wadas mempunyai keunikan dengan karya seni yang khas. Karya-karya tersebut dapat dibeli selama saat pameran berlangsung.

Produksi kopi dan tanaman lain sebagai sumber penghidupan warga Wadas akan hilang, jika pemerintah tetap membangun tambang di sana. Selain kopi, Desa Wadas memiliki produk-produk hasil pertanian seperti durian, kelapa, vanili, buah kepel, kemukus, padi, dan lainnya

"Wadas adalah hutan pangan. Penduduk di Wadas memproduksi kopi dari hasil taninya. Tetapi, produksi kopi akan berhenti jika pembangunan tambang tetap berjalan," jelas Bebe.

Desa Wadas terdapat 12 RT. Tujuh RT di antaranya terkena penambangan, dan satu RT terkena jalur akses penambangan. Hal ini diceritakan oleh warga Wadas, Rizki Irawan atau akrab disapa Ceki.

"12 RT itu terbelah oleh sungai. Ada 4 RT di barat sungai dan 7 RT di timur sungai. Kalau yang 7 RT ini masuk qury penambangan semu. Di situ terdapat RT Randuparang, X Gendol, Winong, Krajan, Karang, Kali Ancar Satu, Kali Ancar Dua, dan yang kena akses jalan itu RT X Mangis. Desa Wadas merupakan bukit menoreh dan di situ terdapat beberapa tanaman. Salah satu yaitu kopi. Ada banyak tanaman rempah-rempah lain," kata Ceki.

3. Jadwal pelaksanaan diskusi publik dan pameran bersama kopi wadas

Produksi Kopi Wadas Berhenti Jika Pertambangan Tetap JalanWarga Wadas yang sedang menyampaikan situasi konflik Wadas. (Instagram.com/kepadatanah)

Berikut timeline beserta tempat penyelenggaraan diskusi publik dan pameran bersama kopi Wadas di berbagai kota:

  • 8 - 15 Februari 2022 di Uma Seminyak, Bali
  • 12 - 17 Februari 2022 Galeri Raos Batu, Malang
  • 16 - 23 Februari 2022 Matera Café, Semarang
  • 18 - 25 Februari 2022 Sunset Limited, Jakarta
  • 22 - 29 Februari 2022 Omuniuum, Bandung
  • 18 - 28 Februari 2022 Kedai Kebun Forum, Yogyakarta.

4. Dukungan warga Bali untuk petani Wadas

https://www.youtube.com/embed/jD3oCjFe8dY

Uma Seminyak di Kabupaten Badung menjadi tempat pelaksanaan pameran seni rupa bersama kopi wadas. Dalam pembukaan pameran pada 8 Februari 2021, warga Bali memberikan dukungan untuk petani Wadas. Berikut tuntutan yang disampaikan:

Kami warga Bali:

Mendukung segala bentuk perjuangan warga Wadas dalam menjaga alam dan ruang hidupnya
Dan mengutuk segala tindakan kekerasan kepada warga Wadas
Stop pengukuran dari Wadas
Tarik aparat dari Wadas
Hidup Wadas!

Wadas Melawans.

5. Pengambilan batu andesit bukan kategori kepentingan umum, melainkan usaha pertambangan

Produksi Kopi Wadas Berhenti Jika Pertambangan Tetap JalanSeorang anak laki-laki duduk di sebuah pos kamling yang ada di Desa Wadas, Bener, Purworejo, Jawa Tengah, Rabu (9/2/2022) (ANTARA FOTO/Hendra Nurdiyansyah)

Mengutip dari jogja.idntimes.com berjudul Polemik Wadas, Ini Kata Pakar Hukum Agraria UGM, proyek pembangunan Bendungan Bener di Purworejo, Jawa Tengah, dinilai ada keanehan. Menurut pandangan Pakar Hukum Agraria Universitas Gadjah Mada (UGM), Rikardo Simarmata, pembangunan Bendungan Bener untuk kategori kepentingan umum dipaketkan bersama kegiatan pengambilan batu andesit. Pengambilan batu andesit bukan kategori kepentingan umum, melainkan usaha pertambangan.

Proyek ini memang menjadi legal ketika dipaketkan dalam rangka pengadaan tanah di lokasi tambang.

“Tapi apakah hak pakai yang dimilikinya, Kementerian PUPR berwenang mengambil bebatuan yang terdapat di bawah tanahnya?” katanya, Jumat (11/2/2022) lalu.

Boleh jadi strategi pemaketan dan penyatuan ini didesakkan statusnya sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN). Tetapi umumnya, lanjut Rikardo, kalangan birokrat dan penegak hukum mempersepsikan PSN harus dijadikan dan tidak boleh ditawar.

“Persepsi seperti itu membuat peraturan tentang PSN dan pelaksanaannya bersifat instrumental. Akibatnya akan melupakan prinsip dan asas-asas dalam hukum pertanahan,” lanjutnya.

Topik:

  • Irma Yudistirani

Berita Terkini Lainnya