5 Hal Soal Penindasan dan Gerakan Pembebasan Perempuan di Indonesia

Menelaah ulang tentang gerakan feminis kontemporer

Penulis: Ufiya Amirah

Bagi para penganut feminis sosialis, kesetaran tidak akan pernah terwujud tanpa penghapusan patriarki dan kapitalisme sebagai sistem hidup. Begitulah ideliasme yang dianut oleh Clara Zetkin, Rosa Luxemburg, Alexandra Kollontai, dan para perempuan revolusioner lainnya.

Pada hakikatnya, penindasan perempuan tidak hanya terbatas pada identitas biologis, melainkan terdapat struktur yang secara sistemik turut berkontribusi dalam melanggengkannya.

Ada beban ganda yang dialami oleh buruh dan tani perempuan dalam sistem kapitalisme. Selain ditindas dengan pengalaman yang sifatnya biologis seperti kekerasan seksual, buruh juga seringkali diperbudak dengan upah murah.

Merupakan sebuah kegagalan bagi feminisme jika menganggap keberhasilan perjuangan kesetaraan hanya pada penempatan perempuan dalam kursi politik. Politisi perempuan juga bisa menjadi patria yang menindas perempuan lainnya dengan kebijakan yang tak berpihak pada kepentingan rakyat, khususnya perempuan.

Berikut 5 hal yang perlu diketahui soal penindasan dan pembebasan perempuan  berdasarkan buku Feminisme dan Sosialisme (2015) oleh Partai Sosialis Demokratik:

Baca Juga: Belajar dari Viral Pernikahan Perempuan di Bali, Ini Aturan Nyentana

1. Sifat dasar dan asal-usul penindasan terhadap perempuan

5 Hal Soal Penindasan dan Gerakan Pembebasan Perempuan di Indonesiailustrasi kekerasan seksual (IDN Times/Aditya Pratama)

Penindasan perempuan dalam beberapa pandangan didasarkan pada biologis perempuan sebagai makhluk lemah. Tanpa mengamini paradigma ini, feminis sosialis mengartikan asal usul penindasan perempuan, memiliki karakter sosial dan ekonomi. Dalam transisi masyarakat pra kelas (komunal primitif) menuju masyarakat berkelas (masyarakat modern mengacu pada rentang waktu), telah memunculkan penindasan berupa pengambilalihan pribadi terhadap surplus ekonomi.

Misalnya, para kapitalis telah memanfaatkan propaganda populis kaum ultra kanan dalam melanggengkan eksploitasi perempuan di keluarga. Seorang perempuan tak akan sempurna menjadi ibu jika tak melahirkan anak. Padahal, penyematan hak istimewa ini kepada perempuan telah menguntungkan kapitalis, khususnya dari sisi reproduksi sosial.

Anak dianggap adalah properti dan tentunya sumber kekayaan bagi keluarga. Maka, tugas biologis ibu untuk melahirkan banyak anak untuk meregenerasi tenaga kerja bagi industri. Kapitalisme telah mengalienasi perempuan sebagai manusia, namun hanya dipandang berupa objek seks untuk melahirkan anak.

Gagasan seksis juga memungkinkan kapitalis untuk mengeksploitasi perempuan dari sisi ekonomi. Dengan cara pemberian upah rendah bagi perempuan, lebih rendah daripada upah laki-laki, yang sedari awal juga telah mengalami eksploitasi.

Perempuan hanya dipandang sebagai cadangan tenaga kerja, yang artinya kualitas daya tawar perempuan tidak lebih tinggi dari laki-laki. Dominasi sistemik tersebut telah menjadi dasar perlawanan perempuan untuk menciptakan struktur baru bagi masyarakat tanpa penindasan dari kelas tertentu.

2. Dasar-dasar radikalisasi baru kaum perempuan

5 Hal Soal Penindasan dan Gerakan Pembebasan Perempuan di IndonesiaIlustrasi Melawan Radikalisme (IDN Times/Mardya Shakti)

Mengapa perempuan berjuang dan bergerak? Senantiasa ini adalah pertanyaan dasar untuk menggambarkan urgensi dan orientasi sebuah perjuangan. Semakin krisis suatu sistem, maka semakin pula besar resistensi yang terjadi di masyarakat. Konsolidasi kapitalisme industri pada abad ke 20 di Amerika Utara dan Eropa memperparah kesenjangan sosial, telah memperbesar integrasi perempuan dalam perjuangan politik.

Kapitalisme memang telah membuka ruang tenaga kerja bagi perempuan. Namun peningkatan tersebut tak diiringi dengan sistem upah yang layak. Bahkan, tak jarang buruh perempuan mengalami kekerasan seksual oleh bos di pabrik atau perusahaan. Kultur seksis ini dipertahankan oleh para bos dengan cara mendorong, mengorganisir, dan mempertahankan objektifikasi perempuan di lingkungan kerja.

Industri kapitalis yang berorientasi pada konsumtivitas konsumen berupa otomatisasi kerja domestik, seperti mesin cuci, penyedot debu, mesin cuci piring, alat masak elektrik, telah membuat pekerjaan rumah tangga lebih efiktif dan efisien bagi perempuan di tengah kesibukan karier. Sehingga mitos domestifikasi perempuan adalah sebuah kodrat pun dalam masyarakat modern mulai luntur.

Dalam buku ini juga dibahas, mengapa perempuan cukup radikal dalam menuntut haknya? Karena semakin menguatnya sistem kapitalisme dalam hidup, feminasi kemiskinan kian dianggap alami, padahal kemiskinan tersebut diciptakan oleh sistem.

Sekitar 80 persen orang dewasa yang hidup dalam kemiskinan, mayoritas adalah perempuan. Bagaimana tidak? Tak jarang, orangtua tunggal, perlu melakukan kerja ganda. Merawat anak tanpa ada jaminan layanan pendidikan dan kesehatan oleh perusahaan, di sisi lain, ia juga harus mempertahankan hidup walau upah tak sebanding dengan kerja.

3. Gerakan perempuan tak jarang dilawan dengan pedekatan militeristik

5 Hal Soal Penindasan dan Gerakan Pembebasan Perempuan di IndonesiaGERAK Perempuan lakukan aksi di Monas untuk memeringati hari International Women’s Day, di halaman Monas, Minggu (8/3) (IDN Times/Dini Suciatiningrum)

Sistem kapitalisme dapat beradaptasi untuk mempertahankan diri walaupun di titik puncak krisis sekalipun. Ketika resistensi bermunculan, khususnya dari perempuan, sistem kapitalis berupaya untuk survive dari tuntutan-tuntutan perempuan yang sekiranya merugikan.

Misalnya, para taipan melakukan perampasan lahan di sebuah desa untuk tujuan pembangunan tambang. Negara yang dipandang sebagai alat kelas oleh Marx, tentu akan berpihak pada taipan. Di tengah penolakan eksploitasi dan monopoli lahan, investor seringkali menawarkan bantuan kepada warga, tentu tidak semua warga, untuk diberikan beasiswa bagi anak-anak, dana komisi, jabatan politik, dan kesempatan kerja di perusahaan bagi warga yang terdampak.

Tak melulu, resistensi dilawan dengan pedekatan militeristik, walaupun mayoritas penyelesaian konflik dilakukan dengan demikian, ada taktik tertentu untuk mendamaikan situasi. Jika dalam kacamata massa, bantuan taipan digolongkan sebagai sebuah kebaikan, maka kesimpulan ini keliru. Karena kerugian dari pengambilalihan sumber hidup warga sangatlah besar.

Misal, tanah yang dirampas dan beberapa warga menyetujui lantaran akan ada dana ganti rugi. Padahal, tanah bisa menghidupi manusia secara turun menurun, dari generasi ke generasi, sedangkan uang ganti rugi sifatnya tak seberapa. Kebangkitan gerakan perempuan memiliki kecenderungan politik tertentu di berbagai negara.

Buku ini juga menggambarkan bagaimana pada tahun 1980an, kelompok liberal di Australia mengalami perpecahan mengadopsi Australian Democratic. Kelompok ini sangat getol memperjuangkan keterlibatan perempuan di ranah parlementer. Namun, suaranya sunyi senyap tatkala berhadapan dengan kebijakan ekonomi negara berupa tuntutan layanan penitipan anak di saat orangtua sedang bekerja, jaminan perlindungan kesehatan dan pendidikan, dan program subsidi sosial lainnya.

Feminis sosial berupaya merekatkan kepentingan identitas perempuan sebagai individu dengan kepentingan perempuan dalam konteks pekerja maupun tani sebagai kelompok dari kelas yang nihil power. Kedua kepentingan ini tak bisa dipisahkan, harus sejalan dan beriringan. Penghapusan patriarki juga perlu diiringi dengan upaya perlawanan terhadap sistem kapitalis yang menindas.

4. Pembebasan perempuan di dunia ketiga

5 Hal Soal Penindasan dan Gerakan Pembebasan Perempuan di IndonesiaGERAK Perempuan lakukan aksi di Monas untuk memeringati hari International Women’s Day, di halaman Monas, Minggu (8/3) (IDN Times/Dini Suciatiningrum)

Dunia ketiga diidentikkan sebagai negara pinggiran atau periferi. Negara berkembang yang bergantung kepada negara maju baik dari sisi ekonomi, pendidikan, maupun teknologi. Karena deindependensi yang memunculkan krisis tak berkesudahan, lahirlah gerakan pembebasan perempuan di dunia ketiga. Penetrasi kapitalisme telah memaksimalkan eksploitasi bagi perempuan.

Industrialisasi negara maju menciptakan kebutuhan pekerja rumah tangga (PRT). Karena perempuan berkarier, maka para istri di negara maju membutuhkan pekerja untuk membantu kerja-kerja domestik. Kebutuhan tersebut melahirkan kapitalisasi baru di sektor buruh migran.

Mayoritas pemasok pekerja rumah tangga ini adalah perempuan. Negara seringkali abai terhadap hak perlindungan PRT di luar negeri. Selain faktor kualitas pendidikan yang rendah, kecenderungan perempuan PRT yang sangat butuh uang untuk kesejahteraan keluarganya, telah mengakibatkan ketergantungan eksploitatif antara buruh rumah tangga, majikan, dan tentunya disistematisasi oleh negara.

Penetrasi pasar kapitalis juga menyebabkan krisis ekonologi di dunia ketiga dan memiskinkan keluarga dalam konflik agraria. Di dunia ketiga, rasisme dan seksisme menjadi politik marketing yang bertujuan pada orientasi profit. Bagaimana standar kecantikan dibangun sesuai konsep cantik negara maju, melalui film, iklan, dan dengan bentuk propaganda lainnya.

Seiring kontradiksi, berbagai gerakan pembebasan nasional dilakukan. Getolnya perempuan terlibat dalam setiap aksi menuntut perubahan, telah menyadarkan kaum laki-laki atas pentingnya perempuan. Gerakan pembebasan ini dapat dilihat dari perubahan pasca revolusi Kuba dan pengalaman Sandinista di Nikaragua.

5. Perkembangan gerakan perempuan yang memiliki dampak struktural

5 Hal Soal Penindasan dan Gerakan Pembebasan Perempuan di IndonesiaGERAK Perempuan lakukan aksi di Monas untuk memeringati hari International Women’s Day, di halaman Monas, Minggu (8/3) (IDN Times/Dini Suciatiningrum)

Gerakan perempuan memiliki dampak struktural terhadap kehidupan perempuan. Negara maju telah mengidentikkan negaranya sebagai negara pasca feminis karena dalam beberapa aspek ketatanegaraan telah mengadopsi kebijakan pro perempuan. Fenomena ini berpengaruh pada fragmentasi organisasi perempuan di berbagai negara. Pada tahun 1980an, gerakan perempuan mulai terkotak-kotak dengan berbagai karakter.

Misalnya, banyak aktivis perempuan yang memutuskan dirinya untuk terintegrasi dalam institusi pemerintah. Di sisi lain, kaum feminis radikal mulai kompromis dengan sistem kapitalis dengan membangun layanan sosial yang bertujuan profitisasi. Bahkan, kecenderungan degradasi gerakan dapat dilihat dari pembangunan gerakan yang berfokus pada isu sosial saja seperti ekofeminis.

Apa yang menyebabkan gerakan perempuan tak lagi ideologis? Partai Demokratik Sosialis dalam buku Feminisme dan Sosialisme menyampaikan kritik otokritiknya, bahwa kesalahan pertama yang dilakukan oleh penganut Marxis, menyangkal dan atau mengecilkan, melihat sebelah mata, penindasan terhadap perempuan.

Masalah perempuan dianggap tak lebih pokok daripada masalah kelas. Sehingga, tidak ada kebutuhan khusus bagi perempuan untuk mengorganisir dirinya memperjuangankan hak-hak khususnya atas pengalaman khusus sebagai perempuan. Di sisi lain, terdapat aliran feminis yang mengamini keabadian patriarki sebagai sistem hidup dengan berdasarkan pada analisis patriarki lahir pada era masyarakat pra kelas.

Topik:

  • Ni Ketut Sudiani
  • Irma Yudistirani

Berita Terkini Lainnya