Sidang putusan kasus ibu rantai anak di Tabanan, Kamis (2/3/2023) (IDNTimes/Wira Sanjiwani)
Dalam pemeriksaan psikologis, Dita dinyatakan mengalami tekanan karena menjalani pernikahan yang bermasalah. Di tengah tekanan psikis dan kesulitan ekonomi, Dita terbukti masih berusaha membesarkan kedua anaknya (korban) seorang diri tanpa bantuan dari siapa pun.
Dari pemeriksaan psikologis juga diketahui, anak pertama Dita mengalami Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD), sehingga memerlukan terapi perilaku dan meminum obat secara rutin.
"Dari usaha terapi perilaku yang saat ini dijalani anak sulung DS, peran DS sangat diperlukan mengingat anak-anak DS ini tidak bisa dipisahkan dari sang ibu," kata Hakim Anggota, Ni Nyoman Mei Melianawati.
Ia melanjutkan, berdasarkan pertimbangan tersebut majelis hakim berpandangan bahwa hukuman penjara bukanlah hukuman yang tepat memberikan efek jera kepada terdakwa. Sebaliknya, terdakwa diberikan tugas untuk tetap mendampingi anak-anaknya terutama dalam proses terapi perilaku agar anak-anaknya sehat secara mental dan fisik demi masa depan.
"Apalagi mengingat tidak ada keluarga lain yang dimiliki anak-anak selain terdakwa sebagai ibu kandungnya, dengan demikian pidana yang akan dijatuhkan majelis hakim adalah pidana yang paling adil untuk dijatuhkan kepada terdakwa yang sangat bermanfaat terhadap kesembuhan mental dan psikis anak-anaknya," terangnya.