Halte di Titi Banda Denpasar Pakai Tenda Promosi

Denpasar, IDN Times - Tenda seukuran lapak promosi produk itu bertuliskan Halte Titi Banda pada bagian atasnya. Tepat di depan Tenda Halte Titi Banda ada dua truk yang terparkir, satu di antaranya membawa material pasir. Halte Titi Banda ini terletak di area Patung Titi Banda, tepatnya Jalan Bypass Ngurah Rai, Kesiman Kertalangu, Kecamatan Denpasar Timur, Kota Denpasar.
Ya, tenda inilah wajah halte di Titi Banda. Pengguna transportasi umum (transum) di Bali, Bram Adimas Wasito, mengatakan Halte di Titi Banda kerap menjadi lokasi parkir truk.
“Sehingga sangat berbahaya bagi penumpang yg menunggu di sana, biasanya hanya ganti koridor saja,” kata Bram kepada IDN Times Jumat lalu, 11 Juli 2025.
1. Tidak semua jalan dan trotoar memadai dibangun halte

Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Tentang Pedoman Teknis Perekayasaan Tempat Perhentian Kendaraan Penumpang Umum, ada dua jenis tempat untuk menaikkan dan menurunkan penumpang angkutan umum. Ada halte dan tempat pemberhentian bus atau bus stop.
Secara fisik, halte merupakan bus stop dengan bangunan semi permanen, yang dilengkapi atap dan tangga. Contohnya seperti Halte Trans Sarbagita di Bypass Ngurah Rai, Denpasar. Sementara, bus stop hanya ada penanda tanpa bangunan, bersifat lebih fleksibel.
Bram mengatakan, kondisi jalan dan trotoar di Bali tidak seluruhnya memadai dibangun halte. Ia mencontohkan beberapa titik rute Trans Metro Dewata (TMD) di Kuta dan Ubud. Kondisi di dua lokasi tersebut padat bangunan dan ukuran trotoarnya juga tidak terlalu besar.
2. Halte tak terawat dan minim informasi

Halte tak terawat bukan satu-satunya masalah transum di Bali. Bram menambahkan, halte dan bus stop di Bali masih minim informasi. Semestinya, ada informasi secara fisik mengenai lokasi persis bus stop dan informasi pendukung lainnya.
“Kalau kita tidak buka aplikasi TMD atau Google Maps, kita tidak tahu haltenya ada di mana, bus yang berhenti tujuan ke mana, apakah busnya masih beroperasi, dan lainnya,” kata anggota Komunitas Transport For Bali ini.
Menurut Bram, minimnya informasi secara fisik ini membuat warga enggan menggunakan angkutan umum. Pengalaman Bram selama menggunakan transum di Bali, beberapa kali Ia ditanya calon penumpang lain.
“Paling sering di Halte Thamrin dan Gajah Mada, karena mereka ada yang tidak menggunakan ponsel, tidak punya kuota internet atau orang luar kota yang tidak hafal jalan,” ungkap Bram.
3. Dishub Bali sebut telah mengajukan perbaikan halte

Melalui pengalamannya, Bram menyimpulkan bahwa kondisi bus stop maupun halte di Bali masih belum ideal dan informatif bagi calon penumpang, baik Trans Sarbagita maupun TMD. Sementara itu Operator Bus TMD, Ida Bagus Eka Budi, mengatakan pihaknya ingin ada pembangunan halte di Titi Banda.
“Kalau dari kami, perlu dibangun,” kata Eka Budi singkat.
Kepala Dinas Perhubungan Bali, I Wayan Samsi Gunarta, mengatakan pihaknya telah mengajukan pembangunan dan perbaikan halte angkutan umum. Namun, Samsi enggan menyebutkan total anggaran yang diajukan kepada Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali terkait rencana perbaikan halte ini. Ia hanya menegaskan, rencana ini untuk 2026 mendatang.
“Kita sudah ajukan untuk bisa dilaksanakan tahun depan secara bertahap,” kata Samsi kepada IDN Times.