ilustrasi ibu dan anak (pexels.com/Werner Pfennig)
Ia menyayangkan kekerasan aparat terhadap massa aksi, dan itu menambah kekhawatirannya. Sebagai seorang Ibu, Dewi telah mendorong anaknya yang berusia enam tahun untuk membaca. Sebab, Dewi percaya bahwa membaca melatih pikiran kritis terhadap suatu masalah.
“Tapi justru sekarang orang-orang yang kritis, orang-orang yang berani bersuara yang tentunya itu hasil membaca, justru ditangkap dan dikriminalisasi secara brutal,” ujar Dewi.
Dewi memberikan penjelasan kepada anaknya atas situasi yang tengah terjadi. Dewi yang turun ke jalan menyuarakan aspirasi pada Sabtu, 30 Agustus 2025 lalu mendapat banyak pertanyaan dari anaknya. Beberapa di antaranya "Kenapa orang turun ke jalan dan berdemo?", "Apa tugas presiden?"
Alih-alih kebingungan, Dewi dengan cermat menjadikan pertanyaan itu sebagai jembatan melatih kepekaan politik anaknya. Dewi lalu mencontohkan literasi keuangan secara sederhana kepada anaknya, yaitu terkait pajak yang dibayarkan warga ke pemerintah. Misalnya: saya menitipkan uang ke kamu. Kamu harus amanah memakai dan membelanjakan uang itu.
“Justru saat situasi seperti ini jadi pemantik bagi saya untuk memberikan pemahaman itu seperti apa, bagaimana bertanggung jawab terhadap uang yang kita titipkan kepada, misalnya, para pemangku kebijakan sekarang,” tutur Dewi.
Dewi juga mengucapkan dukungan atas peserta aksi yang telah menyuarakan aspirasi untuk hidup di negara yang adil dan sejahtera. Ia menyayangkan adanya provokasi dan sentimen rasial, padahal yang utama adalah tuntutan dan visi bersama sebagai warga negara.